Carolina Etnasari Anjaya
Sekolah Tinggi Teologi Ekumene Jakarta

Published : 25 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

Dimensi meta learning dalam transformasi pendidikan kristiani di Indonesia Ana Lestari Uriptiningsih; Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi; Carolina Etnasari Anjaya
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 8, No 2: Oktober 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v8i2.597

Abstract

In the current digital era, life's challenges are increasingly complex, so it needs to be balanced by quality human resources superior to the previous era. In the context of Christian education, this can be realized through transformation efforts to form students who have a strong faith so that they are skilled at dealing with life's problems, can develop themselves into the character of Christ, and have an increasing impact on others and the world. This study aims to describe the importance of transforming Christian education and the gaps in its current implementation. The research method used is descriptive qualitative with a literature study approach to synthesize relevant previous research results. The results of this study indicate that meta-learning is a new "power" that can be developed to close the gap in the transformation of Christian education. Meta-learning is a dimension that goes beyond knowledge, skills, and character, which allows students to practice reflection: learning to adapt learning and behavior towards goals (learning how to learn). Two appropriate approaches were found in its application, namely the action-relational and collaborative approaches.AbstrakDi era digital saat ini tantangan hidup semakin kompleks sehingga perlu diimbangi oleh sumber daya manusia yang berkualitas lebih unggul dari era sebelumnya. Dalam konteks pendidikan Kristiani hal tersebut dapat diwujudkan melalui upaya transformasi untuk membentuk anak didik yang beriman kuat, sehingga terampil mengatasi persoalan hidup, mampu mengembangkan diri, berkarakter Kristus, serta semakin berdam-pak bagi sesama dan dunia. Penelitian ini memiliki tujuan mendeskripsikan tentang pentingnya transformasi pendidikan Kristiani dan kesenjangan dalam pelaksanaanya saat ini. Metode penelitian yang dipergunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi pustaka untuk mendapatkan sintesis dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa meta learning merupakan ??Skekuatan? baru yang dapat dikembangkan agar dapat menutup kesenjangan transfor-masi pendidikan kristiani. Meta learning merupakan dimensi yang melam-paui knowledge, skiil, dan karakter, yang memungkinkan anak didik berlatih refleksi: belajar menyesuaikan pembelajaran dan perilaku searah tujuan (learning how to learn). Ditemukan dua pendekatan yang sesuai dalam pene-rapannya, yaitu aksi-relasi dan kolaborasi.
Fenomena Persekusi Ekspresi Beragama dalam Perspektif Pendidikan Kristen Carolina Etnasari Anjaya
Jurnal Lentera Nusantara Vol 1, No 1 (2021): Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kanaan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.204 KB) | DOI: 10.59177/jls.v1i1.130

Abstract

Evangelism organized by believers in virtual social spaces has led to many reports of alleged blasphemy. This gives rise to a sense of persecution in religious expression for believers. This feeling is based on the existence of unbalanced conditions or the dominance of the majority in the freedom of expression of religious people in Indonesia. This article has a purpose, namely to provide an understanding of the main principles in evangelism and what reflections can be made from them. The method uses descriptive qualitative with literature study. Some of the principles contained include: First, the principle of evangelism cannot be separated from the teaching or education process. Second, the principle of exemplary delivery of God's word. Third, the principle of awareness and sincerity wholeheartedly. Fourth, the principle of lifelong education. Facing the phenomenon of religious expression in virtual media, there are four main things that need to be examined in depth, namely: one, whether the purpose of evangelism is truly sincere for the glory of God. Two, whether the content of the preaching is really the pure gospel. Three, whether the method or method of delivering the gospel is in accordance with the values of the Christian faith. Fourth, whether the person who conveys the word has lived his word. These four things become an absolute reflection in the organization of evangelism.AbstrakPenginjilan yang diselenggarakan umat percaya pada ruang sosial virtual menimbulkan banyak pelaporan dugaan penistaan agama. Hal ini memunculkan rasa adanya persekusi dalam ekspresi beragama bagi orang percaya. Rasa tersebut dilandasi oleh adanya kondisi yang tidak berimbang atau dominasi mayoritas dalam kebebasan berekspresi umat beragama di Indonesia. Artikel ini memiliki sebuah tujuan yaitu memberikan pemahaman prinsip utama dalam penginjilan dan refleksi apa yang dapat dibangun darinya. Metode mempergunakan deskriptif kualitatif dengan studi literatur.  Beberapa prinsip yang terkandung antara lain: Pertama, prinsip penginjilan tidak dapat dilepaskan dari proses pengajaran atau pendidikan. Kedua, prinsip keteladanan penyampai firman Tuhan. Ketiga, prinsip kesadaran dan kesungguhan sepenuh hati. Keempat, prinsip pendidikan sepanjang hayat. Menghadapi fenomena dalam ekspresi beragama di media virtual, ada empat hal utama yang perlu diperiksa secara mendalam yaitu: satu, apakah tujuan penginjilan benar-benar tulus untuk kemuliaan Tuhan. Dua, apakah konten pemberitaan adalah sungguh Injil yang murni. Tiga, apakah cara atau metode penyampaian Injil sudah sesuai dengan nilai-nilai iman Kristen. Empat, apakah diri penyampai firman sudah menghidupi perkataanya. Keempat hal tersebut menjadi refleksi yang mutlak dalam penyelenggaraan penginjilan.
Menyiapkan Gereja Figital melalui Dual Literasi sebagai Upaya Merespons Metaverse Carolina Etnasari Anjaya; Andreas Fernando; Yonatan Alex Arifianto
TEMISIEN: Jurnal Teologi, Misi, dan Entrepreneurship Vol 3, No 1: Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9876/temisien.v3i1.77

Abstract

The presence of the metaverse as a new generation of virtual worlds raises pro and con responses from the community, including the church. A proper response is needed in dealing with the presence of the metaverse so that the church will not lose its existential-forming aspects. This study was prepared to provide enlightenment or ideas for the church to criticize and welcome the existence of the metaverse according to the teachings of the Christian faith. The method used is qualitative with literature study techniques. The study found that the church must still be physically present to fulfill its essence and carry out incarnational relations. Still, at the same time, it must prepare itself to accept the metaverse as an instrument of future ministry. In this case, the effort that can be made is the dual literacy method, namely, carrying out two central literacy: life literacy and digital literacy in church. Literacy of life means striving for the development of the congregation's faith toward perfection and preparation for acceptance of the metaverse as a service tool through the development of digital literacy. The literacy of the congregation's life is the basis so digital literacy can run according to the corridor of truth. This dual literacy can be actualized through various activities and programs. AbstrakKehadiran metaverse sebagai dunia virtual generasi baru memunculkan respons pro dan kontra dari masyarakat termasuk kalangan gereja. Dibutuhkan respons yang benar dalam menghadapi kehadiran metaverse sehingga gereja tidak akan kehilangan aspek-aspek pembentuk eksistensinya. Kajian ini disusun dengan maksud agar dapat memberikan pencerahan bagi gereja dalam upaya mengkritisi dan menyambut keberadaan metaverse sesuai ajaran iman Kristen. Metode yang dipergunakan adalah kualitatif dengan teknik studi literatur. Hasil kajian menunjukkan bahwa gereja perlu menjalankan gereja figital (phygital) yang berarti melakukan penguatan sebagai gereja dalam bentuk fisik dan bersiap memanfaatkan layanan digital: metaverse. Pengaktualisasiannya  gereja tetap  hadir secara fisik untuk memenuhi hakikatnya sesuai aspek Alkitabiah dan menjalankan relasi inkarnasional namun sekaligus perlu menyiapkan diri menerima metaverse sebagai instrumen pelayanan masa depan. Usulan metode yang dapat digunakan adalah dual litersi yaitu literasi kehidupan dan literasi digital dalam bergereja. Literasi kehidupan berarti mengupayakan perkembangan iman jemaat menuju kesempurnaan dan persiapan akseptasi metaverse sebagai alat bantu pelayanan melalui pengembangan literasi digital. Literasi kehidupan jemaat menjadi dasar agar literasi digital dapat berjalan sesuai koridor kebenaran. Dual literasi ini dapat diaktualisasikan melalui pelbagai aktivitas dan program. 
Memaknai Penyembuhan Bartimeus dalam bingkai Pertumbuhan Iman: Sebuah Kajian Reflektif Markus 10:46-52 Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi; Carolina Etnasari Anjaya
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 5, No 2: Januari 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46929/graciadeo.v5i2.192

Abstract

The healing miracles that the Lord Jesus performed during the New Testament period have theological significance for the faith life of today's believers. The process of the miraculous healing of blindness experienced by Bartimaeus is an illustration of how the Christian faith growth pattern should occur. This study aims to provide an overview of the theological meaning of the healing miracle found in Mark 10:46-52 and its relevance to the growth of faith so that believers can have confidence that continues to grow stronger in this era. The method chosen to present this study is descriptive qualitative through a literature study approach. This study found that the process of Christian faith growth will occur through three main stages: acknowledging the Lord Jesus as a savior, repentance, and commitment to live according to His pattern of life in simplicity and work hard for others. The main key to its application is the willingness to divert the vision from worldly matters to heavenly matters and the courage to let go of the stability of life.  AbstrakMukjizat penyembuhan yang Tuhan Yesus lakukan pada masa Perjanjian Baru memiliki makna teologis bagi kehidupan iman umat percaya masa kini. Proses mukjizat penyembuhan kebutaan yang dialami Bartimeus sebagai gambaran bagaimana seharusnya pola pertumbuhan iman umat Kristen terjadi. Kajian ini memiliki tujuan memberikan gambaran makna teologis mukjizat penyembuhan yang terdapat pada Markus 10:46-52 dan relevansinya terhadap pertumbuhan iman sehingga umat percaya dapat memiliki iman yang terus bertumbuh semakin kokoh di zaman ini. Metode yang dipilih untuk menyajikan kajian ini adalah deskriptif kualitatif melalui pendekatan studi literatur. Hasil dari kajian ini menemukan bahwa proses pertumbuhan iman umat Kristen akan terjadi dengan melalui tiga tahap utama yaitu: pengakuan tentang Tuhan Yesus sebagai juru selamat, melakukan pertobatan dan  komitmen untuk hidup mengikuti pola kehidupan-Nya dalam kesederhanan dan giat bekerja bagi sesama. Kunci utama dari penerapannya adalah kesediaan mengalihkan visi dari perkara dunia kepada perkara surgawi dan berani melepaskan kemapanan hidup. 
Pendidikan Kristen dalam Kearifan Lokal Falsafah Jawa Upaya Membangun Iman Keluarga Carolina Etnasari Anjaya
Discreet: Journal Didache of Christian Education Vol. 1 No. 2 (2021): December
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52960/jd.v1i2.76

Abstract

Javanese philosophy as a cultural heritage has rarely been introduced and taught to the present generation. In fact, there are many Javanese philosophies regarding the nature of life that can be used as teaching materials in family Christian education. The fading of this culture makes this research conducted in order to provide a view to Christian families that Javanese philosophy can be a bridge for faith education in the family. The research method is through a qualitative approach. To describe the meaning of the four Javanese philosophies that were adopted as the core of this research discussion and their relationship to Bible truth and how they are applied in family education. The conclusion of the research is that the Javanese philosophy: Sangkan Paraning Dumadi, Urip Kui Urup, Urip Mung Mampir Ngombe, and Nrimo Ing Pandum contains the meaning of teaching in accordance with the truth of God's word. Javanese philosophy can be taught and applied in the family as a Christian education to strengthen the family's faith. But the teaching must be based on the truth of the Bible because the Bible is the source of all knowledge and wisdom.