Armen Zulham
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

DAMPAK SUBSIDI TERHADAP SURPLUS PRODUSEN DAN TOTAL BENEFIT PERIKANAN TANGKAP PANTURA JAWA TENGAH Armen Zulham
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 3, No 1 (2008): JUNI (2008)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.349 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v3i1.5838

Abstract

hidup nelayan. Salah satu indikator untuk menilai peningkatan taraf hidup nelayan akibat dari subsidi adalah surplus produsen dan total benefit dari eksploitasi potensi ikan. Penelitian ini menggunakan quaterly data 1998 - 2002, pada delapan lokasi pendaratan ikan di Pantura Jawa Tengah. Penelitian ini menghitung surplus produsen berdasarkan: baseline (tanpa subsidi) dan subsidi. Perhitungan surplus produsen dilakukan dengan program Maple dengan memasukkan koefisien yang diperoleh dari pendekatan regresi. Secara umum hasil analisis tersebut menunjukkan subsidi perikanan akan mendorong peningkatan surplus produsen. Pengaruh subsidi perikanan yang meningkatkan surplus produsen dalam jumlah yang relatif tinggi terjadi pada daerah Kabupaten Brebes, Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang, dan Kota Pekalongan. Sementara pengaruh subsidi perikanan terhadap peningkatan surplus produsen di Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Kendal dapat dikatakan relatif kecil. Peningkatan surplus produsen belum tentu meningkatkan total benefit, hal ini terjadi jika surplus produsen baseline lebih besar dari surplus produsen subsidi. Penelitian ini merekomendasikan bahwa pemberian subsidi pada perikanan tangkap perlu lebih teliti dan terarah agartujuan alokasi subsidi tersebut dapat lebih efektif. Tittle: Impact Of Subsidy On Producer Surplus And Total Benefit In The North Coast of the Central Java FisherySubsidy is a fiscal policy; fisheries subsidy proposed by the government intended to support the the standart of living for fishing community. Producer surplus and total benefit could be used as indicators to measured the impact of subsidy on the fishery. The quaterly data from 1998 - 2000 from 8 fish landing centers in Northcoast of Central Java were used in the analysis. The producer surpluses were calculated for baseline and subsidy. The Maple software was used to calculate producer surpluses. In general fisheries subsidy lead to increase producer surplus. A relatively high impact of fisheries subsidy on producer surplus was indicated by Kabupaten Brebes, Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang, and Kota Pekalongan. Meanwhile, the increasing of producer surplus in Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan and Kabupaten Kendal was indicating relatively low. The increasing value of producer surplus is not necessary follow by the increasing value of the total benefit, particularly when the baseline's producer surplus is greater than subsidy's producer surplus. This research recommends that the fisheries subsidies should be allocated properly to the fishery in order to ensure the effectiveness of the policy.
DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Mira Mira; Rikrik Rahadian; Armen Zulham
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 9, No 2 (2014): Desember (2014)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.206 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v9i2.1219

Abstract

Tujuan dari penelitian ini mengevaluasi dampak kenaikan harga BBM terhadap kinerja sektor kelautan dan perikanan. Penelitian ini menggunakan data input-output nasional yang dianalisis dengan computable general equilibrium model. Hasil analisis mengindikasikan pertama, dampak kenaikan harga BBM dalam kurun waktu 10 tahun (17,94%) menyebabkan output perikanan tangkap TCT (Tuna, Cakalang dan Tongkol) turun sebesar 0,132%, tapi dampak kenaikan harga BBM terhadap penurunan output perikanan budidaya tidak terlalu besar contohnya output patin turun sebesar 0,012%. Kedua, dampak kenaikan harga BBM terhadap harga ikan tidak sebanding dengan kenaikan harga BBM, kenaikan harga rata-rata output ikan TCT akibat penurunan subsidi hanya sebesar 0,567%. Ketiga, penurunan total ekspor sektor perikanan tangkap lainnya akibat kenaikan harga BBM adalah 1,211%. Keempat, kenaikan harga BBM, meningkatkan impor perikanan tangkap laut lainnya sebesar 0.51%, dan untuk komoditas Tuna dan Cakalang sebesar 0.48%. Kelima, kenaikan BBM menurunkan jumlah tenaga kerja sebesar 0,346% pada usaha perikanan TCT. Keenam, kenaikan harga BBM membuat household demand menurun pada komoditas ikan tangkap (0,103%) dan ikan hasil olahan dan kering (0,109%). Diharapkan ketika terjadi kenaikan harga BBM pemerintah tetap harus mendukung kebijakan mata pencarian alternatif untuk nelayan ketika mereka tidak bisa melaut, seperti usaha budidaya laut.
DAMPAK SUBSIDI SOLAR TERHADAP KELESTARIAN SUMBER DAYA IKAN DI BITUNG, SULAWESI UTARA Yesi Dewita Sari; Estu Sri Luhur; Armen Zulham
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 7, No 1 (2012): Juni (2012)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2577.595 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v7i1.5732

Abstract

Penelitian bertujuan mengetahui dampak penetapan subsidi harga solar terhadap kelestarian sumber daya ikan telah dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung Kota Bitung pada Bulan April, Agustus dan Oktober 2010. Analisis pendugaan parameter biologi dilakukan dengan menggunakan model surplus produksi berdasarkan metode Clark, Yoshimoto and Pooley (CYP). Adapun analisis dinamika dan hubungan sebab akibat antara eksploitasi sumber daya perikanan dengan usaha penangkapan ikan dilakukan dengan metode analisis sistem dinamik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi baseline (harga solar Rp 4.500 per liter), rata-rata harga ikan Rp 6.200 per kg dan biaya operasional Rp 14.924.373 per trip maka jumlah effort yang diperbolehkan adalah sebanyak 1.601 trip per bulan dan jumlah produksi 982 ton per bulan serta ketersediaan stok ikan 1.306 ton. Tanpa subsidi solar (Rp 7.500 per liter) maka terjadi peningkatan biaya operasional per trip sebesar 36,76% (Rp 20.410.696 per trip), sedangkan jumlah effort yang diperbolehkan relatif tetap (1.600 trip per bulan). Hasil ini menunjukkan bahwa kebijakan subsidi solar tidak memberikan dampak signifikan terhadap kelestarian sumber daya ikan di Bitung. Oleh karena itu, subsidi solar harus tetap diberikan kepada nelayan di Bitung agar mereka dapat melakukan pemanfaatan sumber daya ikan secara berkelanjutan disamping mengurangi potensi pemanfaatannya oleh nelayan negara tetangga secara ilegal.Title: Impact of Fuel Subsidy on Sustainablity to Fishery Resources in Bitung, North SulawesiThe study aims to determine the impact of diesel price fixing subsidy to sustainability of fish resources has been carried out in the port of Ocean Fishery Bitung, Bitung City in April, August and October 2010. Analysis of biological parameter estimation is done using a production surplus model based on the method of Clark, Yoshimoto and Pooley (CYP). The analysis of the dynamics and the causal relationship between the exploitation of fishery resources to fishing effort carried out by the method of dynamical systems analysis. The results showed that in the baseline condition (diesel price of Rp 4,500 per liter), the average price of Rp 6,200 per kg of fish and operational costs Rp 14,924,373 per trip allowed the amount of effort that is as much a 1601 trips per month and the amount of production of 982 tons per month, and 1306 tons of fish stocks. Without the solar subsidy (Rp 7,500 per liter), then an increase in operating costs per trip by 36.76% (Rp 20,410,696 per trip), while the amount of effort that allowed relatively fixed (1,600 trips per month). These results indicate that the diesel subsidy policy does not provide a significant impact on the sustainability of fish resources in Bitung. Therefore, solar subsidies should be given to fishermen in Bitung so that they can perform the utilization of fish resources in a sustainable manner as well as reducing the potential for use by fishermen neighboring countries illegally.
KESIAPAN PROGRAM DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP LAUT PADA KAWASAN MINAPOLITAN Armen Zulham; Subhechanis Saptanto
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 1 (2012): JUNI 2012
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jksekp.v2i1.9276

Abstract

Program minapolitan merupakan salah satu program pembangunan yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan pada kawasan berbasis kelautan dan perikanan. Pada perikanan tangkap laut, pelabuhan perikanan dijadikan zona inti dari program minapolitan dengan tujuan untuk merevitalisasi dan mengoptimalkan pemanfaatan seluruh infrastruktur yang terdapat pada kawasan tersebut. Pemanfaatan infrastruktur itu diharapkan dapat menstimulasi tumbuhnya berbagai kegiatan ekonomi disekitar kawasan pelabuhan perikanan. Tulisan ini didasarkan pada hasil mail survey dari 67 pelabuhan perikanan dan studi mendalam pada 9 (sembilan) pelabuhan perikanan. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menilai kesiapan pelabuhan perikanan dalam melaksanakan program minapolitan dari aspek sosial ekonomi dan menganalisis strategi pelaksanaan program pembangunan pada kawasan minapolitan. Tujuan pertama diperoleh dengan teknik pembobotan berdasarkan 6 (enam) pilar minapolitan, tujuan kedua diperolehdengan analisis SWOT. Hasil analisis data menunjukkan: 5 (lima) pelabuhan perikanan masuk dalam kategori mandiri, 20 pelabuhan perikanan masuk dalam kategori maju, 22 pelabuhan perikanan masuk dalam kategori pemula dan 8 (delapan) pelabuhan perikanan masuk dalam kategori perintis. Pelaksanaan program minapolitan harus dikonsentrasikan pada pelabuhan perikanan mandiri dan pelabuhan perikanan maju. Strategi pengembangan minapolitan pada pelabuhan perikanan katagori mandiri adalah strategi ST (Strengths-Threats). Strategi ini dilakukan dengan memobilisasi infrastruktur yang ada, diikuti dengan berbagai inovasi kebijakan untuk mengendalikan ancaman agar tujuan program minapolitan dapat terwujud. Pada pelabuhan perikanan maju didorong dengan strategi SO (Strengths-Opportunities). Strategi SO dilakukan melalui peningkatan kerjasama dengan Pemda untuk memperbaiki kualitas infrastruktur pelabuhan perikanan. Pengembangan program minapolitan kedepan harus dilakukan dengan konsep klasterisasi pelabuhan perikanan, untuk menghindari persaingan tidak sehat antara pelabuhan perikanan.Title: The Development Strategy of Marine Fisheries in “Minapolitan” Areas.Minapolitan known as one of the marine and fisheries development program in order to stimulate the economic growth in the fisheries areas. In the marine fisheries, the fishing port were chozen as the main location to the implementation of minapolitan program. The aims are to revitalisation and to optimize the infrastructure in fisheries fishing ports. This research was used the data from 67 fishing port in all part of Indonesia. Indept studies were conducted in 9 (nine) fishing ports. The main findings of the research revealed the readiness of fishing port to implementing the minapolitan program classified into for categories; 5 (five) fishing port classified as self developed, 20 fishing port classified as developped, 22 fishing ports remain developing and 8 (eight) fishing ports classified as under developing. Based on SWOT analysis, recommendation for the implementation of minapolitan program should be focused on the fishing ports which were classified as self developed and developed. The development strategy to carry out the minapolitan program in the fishing port under self developed categories was ST (Strengths-Threats) strategy. Main while, the strategies to implement minapolitan program in the fishing ports under developed category was SO (Strengths-Opportunities) strategy. This research also recommended that implementation of minapolitan program among fishing ports should be conduct under cluster policy to avoid the unfair competition among fishing ports.
IE – CEPA : ANALISIS MANFAAT DAN DAMPAK BAGI PERIKANAN INDONESIA Armen Zulham; Rani Hafsaridewi
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 1, No 1 (2011): DESEMBER 2011
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jksekp.v1i1.9253

Abstract

Indonesia – EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) adalah bentuk kerjasama perdagangan Indonesia dengan empat negara EFTA (Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara politis, kerjasama ini mempunyai arti strategis untuk memperluas pasar, karena nilai transaksi barang dan jasa negara EFTA berperan penting dalam perdagangan dunia. Kajian ini disusun dengan memanfaatkan data sekunder dan publikasi yang ada guna menelaah manfaat kerjasama perdagangan tersebut dalam pengembangan industri perikanan Indonesia. Hasil telaahan menunjukkan manfaat kerjasama tersebut masih memerlukan negosiasi yang kuat, karena dua negara EFTA (Islandia dan Norwegia) merupakan negara perikanan dan memiliki teknologi yang relatif maju. Dua negara EFTA lainnya merupakan jalan untuk memperluas pasar bagi produkperikanan Indonesia, serta mendorong dan meningkatkan investasi Perikanan. Indonesia perlu merintis penerapan rule of origin untuk kelangsungan perdagangan perikanan Indonesia dalam perdagangan global. Indonesia harus meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia untuk memperkuat kerjasama tersebut serta mencegah perdagangan ikan yang tidak fair karena hasil transhipment, hasil tangkapan illegal dan re-ekspor ke Indonesia. Title:  IE-CEPA: Benefit and Impact for Indonesia’s Fisheries Indonesia – EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) is a trade cooperation between Indonesia and EFTA countries (Iceland, Liechtenstein, Norway and Switzerland) to support the economic growth. From Indonesia political point of view, this trade cooperation has a strategic position for market access due to the EFTA countries play important roles in global commodities and services trading. This analysis used the secondary data and published literatures to analysis impacts and benefits of this trade cooperation for fisheries development in Indonesia. Result of the analysis suggested that Indonesia still need to strengthen its negotiation due to the advanced stage of fishing technology from two EFTA countries (Iceland and Norway). Other two EFTA members are potential market access for Indonesian fish products. Indonesia has to implement rule of origin for sustainable fish trade to increase fish investment and increase completion in global market. Indonesia must improve its human capacity building to strengthen its position in this trade cooperation and prevent unfair fish trade due to trans-shipment, illegal fishing and re-export fish to Indonesia.
KESIAPAN PROGRAM DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP LAUT PADA KAWASAN MINAPOLITAN Armen Zulham; Subhechanis Saptanto
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 1, No 1 (2011): DESEMBER 2011
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jksekp.v1i1.9275

Abstract

Program minapolitan merupakan salah satu program pembangunan yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan pada kawasan berbasis kelautan dan perikanan. Pada perikanan tangkap laut, pelabuhan perikanan dijadikan zona inti dari program minapolitan dengan tujuan untuk merevitalisasi dan mengoptimalkan pemanfaatan seluruh infrastruktur yang terdapat pada kawasan tersebut. Pemanfaatan infrastruktur itu diharapkan dapat menstimulasi tumbuhnya berbagai kegiatan ekonomi disekitar kawasan pelabuhan perikanan. Tulisan ini didasarkan pada hasil mail survey dari 67 pelabuhan perikanan dan studi mendalam pada 9 (sembilan) pelabuhan perikanan. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menilai kesiapan pelabuhan perikanan dalam melaksanakan program minapolitan dari aspek sosial ekonomi dan menganalisis strategi pelaksanaan program pembangunan pada kawasan minapolitan. Tujuan pertama diperoleh dengan teknik pembobotan berdasarkan 6 (enam) pilar minapolitan, tujuan kedua diperoleh dengan analisis SWOT. Hasil analisis data menunjukkan: 5 (lima) pelabuhan perikanan masuk dalam kategori mandiri, 20 pelabuhan perikanan masuk dalam kategori maju, 22 pelabuhan perikanan masuk dalam kategori pemula dan 8 (delapan) pelabuhan perikanan masuk dalam kategori perintis. Pelaksanaan program minapolitan harus dikonsentrasikan pada pelabuhan perikanan mandiri dan pelabuhan perikanan maju. Strategi pengembangan minapolitan pada pelabuhan perikanan katagori mandiri adalah strategiST (Strengths-Threats). Strategi ini dilakukan dengan memobilisasi infrastruktur yang ada, diikuti dengan berbagai inovasi kebijakan untuk mengendalikan ancaman agar tujuan program minapolitan dapat terwujud. Pada pelabuhan perikanan maju didorong dengan strategi SO (Strengths-Opportunities). Strategi SO dilakukan melalui peningkatan kerjasama dengan Pemda untuk memperbaiki kualitas infrastruktur pelabuhan perikanan. Pengembangan program minapolitan kedepan harus dilakukan dengan konsep klasterisasi pelabuhan perikanan, untuk menghindari persaingan tidak sehat antara pelabuhan perikanan. Title: The Development Strategy of Marine Fisheries in “Minapolitan” Areas Minapolitan known as one of the marine and fisheries development program in order to stimulate the economic growth in the fisheries areas. In the marine fisheries, the fishing port were chozen as the main location to the implementation of minapolitan program. The aims are to revitalisation and to optimize the infrastructure in fisheries fishing ports. This research was used the data from 67 fishing port in all part of Indonesia. Indept studies were conducted in 9 (nine) fishing ports. The main findings of the research revealed the readiness of fishing port to implementing the minapolitan program classified into for categories; 5 (five) fishing port classified as self developed, 20 fishing port classified as developped, 22 fishing ports remain developing and 8 (eight) fishing ports classified as under developing. Based on SWOT analysis, recommendation for the implementation of minapolitan program should be focused on the fishing ports which were classified as self developed and developed. The development strategy to carry out the minapolitan program in the fishing port under self developed categories was ST (Strengths-Threats) strategy. Main while, the strategies to implement minapolitan program in the fishing ports under developed category was SO (Strengths-Opportunities) strategy. This research also recommended that implementation of minapolitan program among fishing ports should be conduct under cluster policy to avoid the unfair competition among fishing ports.