Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENGARUH TARIF, CITRA MEREK, DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN TIKET MASKAPAI PENERBANGAN CITILINK Satrio Pamungkas; Wahyu Hidayat
Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.404 KB) | DOI: 10.14710/jiab.2017.14559

Abstract

Transportation is the most necessary thing in fast-paced era, particularly air transportation. Therefore, the airlines should be able to increase sales in order to survive in this airlines business. PT. Citilink Indonesia District Sales Semarang in selling ticket gain sales increased, but did not achieve sales targets. The purpose of this study is determined the extent of the effect of fare, brand image, and service quality on ticket purchasing decisions Citilink airlines. Type of this research is explanatory research with 100 respondents drawn using purposive sampling technique. The technique of collecting data used questionnaires and interviews. The analytical method in this research used regression analysis with SPSS version 20.0. The results showed that the rate has an effect on purchasing decisions with a correlation coefficient of determination coefficient of 0.667 and 19.6%, brand image has an effect on purchasing decisions with a correlation coefficient of 0.493 and a coefficient of determination of 24.3%, service quality has an effect on purchasing decisions with coefficients 0.609 correlation coefficient of determination and 37.1%. Fare, brand image, and service quality together have an effect on purchasing decisions by the equation Y = 0,464 + 0,275 X1 + 0,054 X2 + 0,144 X3. This means that the effect of fare, brand image, and service quality will improve purchasing decisions. Advices for the company based on this research are needed to provide clearer information about discounting, providing promotional rates in order to attract customers, can display the image distinct and different from the others, so it will further strengthen its brand image, and service on time performance (OTP) must be addressed and corrected, so there’s not delay on the flight schedule.
Peran Orang Gila Sebagai Representasi Kritik Sosial Studi Kasus Tiga Film Warkop DKI: Bisa Naik Bisa Turun (1991), Bagi-Bagi Dong (1992), dan Pencet Sana Pencet Sini (1993) Pamungkas, Satrio
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 1, No.1: April 2017
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v1i1.15

Abstract

Film is a form of popular culture which is analysed its stucture and meaning to understand the information or the political indication from its filmaker. Film as a text has been processing of encoding-decoding that including the audience to make meaning. In the case of Warkop DKI comedy film, which was made in 90’s era or late period of New Order before collapsed, they were Bisa Naik Bisa Turun, Bagi-Bagi Dong, dan Pencet Sana Pencet Sini, in satire represented of socio-political critics. Warkop DKI was using ‘madman’ as a representamen of their criticism to against government’s power, because ‘madman’ was thought as a neutral person that could send the critics. Those films presented the figure of government product such as military leader, doctor, and police, which were act by ‘madman’. Madness and humor were wise form to cover the criticism for the government who’s authoritarian.Film merupakan bentuk kebudayaan populer yang dianalisis struktur dan makna di dalamnya untuk memahami muatan pesan atau indikasi politis pembuatnya. Film sebagai teks mengalami proses encoding-decoding yang melibatkan penonton untuk bereaksi penuh dan aktif dalam ruang tertentu. Pada kasus film komedi Warkop DKI yang dibuat pada era tahun 90-an atau pada masa sebelum runtuhnya Orde Baru, yaitu Bisa Naik Bisa Turun, Bagi-Bagi Dong, dan Pencet Sana Pencet Sini, secara satir dan implisit menyampaikan bentuk kritik terhadap wacana yang sedang berlangsung. Dengan cerdasnya, Warkop DKI menggunakan peran orang gila sebagai representamennya, karena mereka dianggap netral (baca: aman) sebagai penyampai kritik. Ketiga film tersebut menghadirkan tokoh tentara, dokter, dan juga polisi dengan citra yang tidak wajar atau gila dalam pandangan umum. Dengan mengambil wujud demikian, kegilaan dan komedi membalut muatan yang sangat politis, bahkan cenderung tidak nampak sama sekali, namun sekaligus menjadi penyelamat dari pemerintah yang reaksioner terhadap kritik.
Pembelajaran Kooperatif sebagai Metode untuk Meningkatkan Kolaborasi Siswa Dalam Pembelajaran Yarmayani, Ayu; Afrilia, Diliza; Syaputra ZE, Deki; Pamungkas, Satrio
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Sosial Humaniora Vol 5 No 1 (2025): Juni 2025
Publisher : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37859/abdimasekodiksosiora.v5i1.9420

Abstract

Model kooperatif tipe group investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Siswa dilibatkan sejak perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model kooperatif tipe group investigation menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model pembelajaran ini juga dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri, penalaran dan keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Berdasarkan hasil survei terlihat bahwa 52% atau 17 orang siswa sangat setuju dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation pada materi mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dan menghitung luas serta keliling bangun datar. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kolaborasi siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat bertukar ide, saling belajar, dan mengembangkan solusi kreatif untuk masalah. Selain itu, kolaborasi juga meningkatkan rasa tanggung jawab dan kerjasama dalam kelompok.
Peran UNICEF: Bahasa Indonesia P Isir, Marisa Meryam; Atho, Muhammad Abdul; Mambraku, Putri L; Pamungkas, Satrio; Solossa, Sofi Sofia
Casuarina: Jurnal Teknik Lingkungan Vol 3 No 1 (2025): CEEJ OCT 2025
Publisher : LRI Universitas Muhammadiyah Sorong

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33506/ceej.v3i1.4417

Abstract

UNICEF secara alamiah membuat referensi pada situasi masalah udara dan sanitasi yang mengganggu dan menjadikan aman masyarakat di India sebagai organisasi yang membantu membangun perlindungan bagi masyarakat dan juga memandang hal ini sebagai suatu keharusan. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk berkontribusi UNICEF dalam upaya program WASH (Water, Sanitation, and Hygiene) untuk mengatasi masalah udara dan sanitasi di India. Dengan menggunakan penelitian kepustakaan, metodologi penelitian kualitatif deskriptif diterapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UNICEF telah melakukan berbagai upaya luas untuk memastikan pelaksanaannya program WASH secara optimal, termasuk dukungannya terhadap sektor pendidikan. Selain itu, UNICEF berperan penting sebagai wadah kolaborasi, komunikasi, dan pengembangan perencanaan serta pelaksanaan program bersama. Diskusi yang diselenggarakan oleh UNICEF bersama LIXIL, UNILEVER, dan Xylem menghasilkan beberapa solusi untuk mengatasi kekurangan dalam pelaksanaan program MENCUCI. Selain itu, UNICEF juga bertindak sebagai aktor independen yang mengembangkan program dan kemitraan untuk menangani isu sanitasi dan udara di India. Terlihat jelas bahwa berbagai konsep kebijakan didasarkan pada kerangka kerja yang dibuat oleh UNICEF sendiri tanpa tekanan dari pihak lain. Dalam praktiknya, UNICEF berhasil menghalangi kebijakan para anggotanya agar fokus pada kelangsungan hidup anak-anak, khususnya terkait akses terhadap air bersih dan sanitasi.
Resistensi Orde Baru: Foto Soeharto Tersenyum dan Teks “Pie Kabare? Enak Jamanku To?” Pamungkas, Satrio
IMAJI Vol. 10 No. 1 (2018): Teknologi dan Storytelling dalam Medium Audio-Visual
Publisher : Fakultas Film dan Televisi - Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bukan persoalan benar dan salah, atau juga yang berkuasa dan yang tidak, namun rangkaian persoalan-persoalan sosial seperti menjahit dengan benang-benang yang penuh warna untuk merangkai suatu budaya. Kebudayaan pada suatu negara memang berbeda-beda, tapi memang itulah yang disebut budaya; patah, lalu menyambung; punah, lalu tumbuh; hancur, lalu terbangun; kosong, lalu mengisi; tiada, lalu ada, dan seterusnya, ataupun sebaliknya. Melihat kondisi sosial Indonesia, yang sulit lepas dari kisah-kisah Orde Baru yang kali ini menjadi subordinat, lalu bergerak kembali mencoba resistensi, seperti melihat benang-benang yang putus ingin mencoba terjahit kembali ke dalam rajut-rajut politik Indonesia. Senyum Soeharto dan teks “Pie Kabare? Enak Jamanku To?” hadir dan mengisi ruang-ruang keresahan sosial untuk mencoba berbaur dan menyapa kembali, seolah yang terbuang ini adalah masa dan kondisi yang terbaik.
Persona Jordan Belfort: Leonardo DiCaprio dalam Film The Wolf of Wall Street Pamungkas, Satrio
IMAJI Vol. 10 No. 2 (2018): Karakter dan Konsep-Konsep Psikoanalisis dalam Film
Publisher : Fakultas Film dan Televisi - Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Representasi merupakan suatu penyajian kembali, namun makna yang sama tidak terulang kembali dalam teks yang terartikulasi. Psikoanalisis dapat digunakan dalam mengamati teks film. Arketip persona, sebagai konsep kritis psikoanalisis, mampu membuka suatu pikiran yang baik dan tidak baik, tergantung dari konstruksi sosial yang direpresentasikan dalam teks film. Bahkan, ia bisa membantu setiap individu melihat individu lain dengan tanda dan kode yang ditampilkan. Pemaknaan tentang kode dan tanda dapat dibongkar secara intertekstual, sehingga bukan hanya memandang satu kondisi, namun dapat memunculkan lebih dari satu kondisi yang menghasilkan produksi makna secara konkrit dengan latar belakang pemikiran kritis dan teoretis. Pengamatan soal persona tokoh yang diperankan oleh seorang aktor dapat menghasilkan makna baru yang mengisi atau mengganti makna yang sebelumnya ada pada tokoh tersebut.
Televisi di Indonesia dan Mitos Rating-Share Pamungkas, Satrio
IMAJI Vol. 9 No. 1 (2017): Mitos dalam Film dan Televisi
Publisher : Fakultas Film dan Televisi - Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Televisi merupakan kebudayaan populer yang merepresentasikan teks, yang di dalamnya banyak makna baru yang berjuang mengisi dan juga hilang dari makna yang sebelumnya. Sebagai bentuk budaya populer, televisi sangat berpengaruh terhadap setiap makna yang disampaikan (encode) dan juga harus mengevaluasi bagaimana makna itu bisa diterima (decode) oleh penontonnya. Sebagian besar yang terjadi, televisi sangat terpengaruh oleh hasil riset kuantitatif yang didapat. Hasil riset itu (rating-share) begitu kuat dalam mengkonstruksi produksi tayangan yang ada pada setiap televisi. Persoalannya adalah data hasil riset tersebut. Data itu menjadi pertanyaan besar, bersumber dari mana, dan teknis pengumpulannya seperti apa. Namun data tersebut begitu dipercaya, layaknya berhala yang memiliki kekuatan yang mempengaruhi segala macam proses produksi tayangan. Rating-share menjadi mitos yang sudah melekat di benak televisi yang ada di Indonesia.
Di Balik Retorika Sang Raja Ke Sebelas Britania Raya: Dari Representasi Dan Teks Film The King's Speech Pamungkas, Satrio
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 4 No. 4 (2018): Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 4 No. 4
Publisher : Riset, inovasi dan PKM - Institut Kesenian Jakarta, DKI Jakarta.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (865.032 KB) | DOI: 10.52969/jsnc.v4i4.65

Abstract

Representasi kuasa menggerakan kode dan maknanya melalui retorika, dengan begitu terjadi proses konstruksi yang bisa menjadi wacana dominan. Film sebagai teks audio dan visual, memiliki kemampuan merepresentasikan segala macam makna yang secara teks dan intertekstualitas, mungkin saja pada kenyataannya makna itu tidak banyak yang tahu. Teks dan intertekstulitas dapat juga direpresentasikan bersamaan dalam film, sehingga makna dari naratif bisa direnungi dengan jelas dan dapat membuka wacana berfikir baru dari makna yang didapat. Retorika akan semakin kuat jika saja kuasa mendukung atau berjalan bersamaan dalam setiap representasinya, Karena kuasa yang memenangi kesadaran seluruh lapisan termasuk yang subordinat. Penguasa dan rakyat sebagai pemberi dan penerima makna, harus sadar betul retorika yang diberikan dan diterima dari siapa dan oleh siapa, dengan melihat teks dan interteksnya yang berpidato dan juga yang menerima makna pidato itu.