Djoko Widyarto JS
Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

URGENSI PEMBENTUKAN KOMITE ETIK DAN HUKUM RUMAH SAKIT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK SECARA NON LITIGASI Hardini Indarwati; Djoko Widyarto JS; Valentinus Suroto
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.201 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.706

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya/cara penyelesaian sengketa medis di RSUD Jombang, dan urgensi dibentuknya Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit dalam rangka penyelesaian sengketa medis secara non litigasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Aspek sosiologis terutama digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mendorong perlu segera dibentuknya Komite Etik dan Hukum di Rumah Sakit. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis ini dilakukan di RSUD Jombang, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan para narasumber yang terkait dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan datanya. Selanjutnya, data sekunder dikumpulkan dengan metode studi kepustakaan/studi dokumen. Dokumen yang diteliti adalah dokumen rekam medis dari enam pasien yang terlibat dalam sengketa medis yang diteliti. Data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif.Hasil penelitian menggambarkan bahwa upaya penyelesaian sengketa medis yang dilakukan di RSUD Jombang selama tahun 2008 sampai dengan awal tahun 2011 masih belum melembaga. Dikatakan demikian, sebab penyelesaian sengketa dilakukan secara segmental, tergantung bagian staf medis fungsional mana yang terlibat sengketa, diselesaikan oleh Bagian Humas RSUD Jombang, ada juga sengketa medis yang diselesaikan dengan membentuk Panitia Kecil secara ad hoc, bahkan ada yang diselesaikan langsung oleh Direktur RSUD Jombang, dan ada pula yang diselesaikan oleh dokter yang bersangkutan atas inisiastif sendiri. Model penyelesaian sengketa yang tidak melembaga dan tidak terstruktur sebagaimana terjadi di RSUD Jombang selama tahun 2008 sampai dengan awal tahun 2011, meskipun dari enam sengketa medis yang terjadi tidak ada satupun yang harus diselesaikan melalui jalur litigasi (pengadilan), namun demikian mengandung kelemahan-kelemahan, antara lain penyelesaiannya merugikan pihak ketiga yang berkepentingan karena dalam proses penyelesaiannya tidak secara penuh melibatkan pihak ketiga tersebut, penyelesaiannya dilakukan oleh organ Rumah Sakit yang kurang memahami hukum kesehatan sehingga persoalannya menjadi semakin rumit. Oleh karena itu pada rumah sakit perlu segera dibentuk komite yang bersifat tetap/melembaga yang bertugas menangani penyelesaian sengketa medis, yaitu dengan membentuk Komite Etik dan Hukum. Pembentukan Komite Etik dan Hukum tersebut sekaligus untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Permenkes RI No 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
KETENTUAN TEKNIS TENTANG UJI DAN PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON ANGGOTA WANITA ANGKATAN UDARA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Krismono Irwanto; Endang Wahyati Y; Djoko Widyarto JS
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (404.934 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.816

Abstract

Menjadi anggota Tentara Nasional Indonesi aktif diperlukan syarat yang harus dipenuhi ialah Uji dan Pemeriksaan Kesehatan yang diatur di dalam Petunjuk Teknis Uji dan Pemeriksaan Kesehatan. Tujuannya adalah untuk memperoleh prajurit matra udara yang memiliki kesehatan yang optimal dan mampu melaksanakan tugasnya. Namun terhadap calon anggota Wanita Angkatan Udara, ternyata memiliki pengaturan yang berbeda. Pada Petunjuk Teknis mengharuskan syarat perawan bagi calon anggota Wanita Angkatan Udara. Padahal ketentuan ini tidak memiliki pengaruh yang berarti bagi status kesehatannya secara keseluruhan. Tetapi syarat ini memiliki implikasi yang tidak sederhana karena berpengaruh pada lulus-tidaknya calon anggota Wanita Angkatan Udara. Selain itu Petunjuk Teknis ini berdampak cukup besar dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak azasi manusia, karena di dalam beberapa pengaturannya diduga terdapat pengabaian hak-hak yang semestinya diterima oleh calon anggota Wanita Angkatan Udara sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat yang sama.Metode penelitian hukum ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, data yang digunakan adalah data sekunder atau studi pustaka. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat antara ketentuan hukum Petunjuk Teknis Uji dan Pemeriksaan Kesehatan calon Wanita Angkatan Udara dengan perlindungan Hak Azasi Manusia.Sebagai hasilnya ditemukan beberapa penyimpangan di dalam ketentuan Petunjuk Teknis yang berkaitan dengan perlindungan Hak Azasi Manusia seperti perlakuan diskriminatif, kurangnya perhatian pada hak-hak calon anggota Wanita Angkatan Udara yang berhubungan dengan organ reproduksinya dan hak untuk mendapatkan informasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketentuan teknis Uji dan Pemeriksaan Kesehatan ini ternyata tidak didasarkan pada perlindungan Hak Azasi Manusia terutama hak sehat seperti yang seharusnya diatur di dalam Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Udang Hak Azasi Manusia, tapi lebih pada konsep kemiliteran yang doktrinal, akibatnya secara yuridis formal banyak terjadi penyimpangan dan kelemahan yang sifatnya berdampak pada tujuan perlindungan hukumnya.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA PERAWAT YANG MELAKUKAN TINDAKAN MEDIK DALAM RANGKA MENJALANKAN TUGAS PEMERINTAH TERUTAMA DIKAITKAN DENGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR. 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERA Edita Diana Tallupadang; Yovita Indrayati; Djoko Widyarto JS
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.215 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i1.806

Abstract

Setiap orang berhak untuk hidup sehat dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Tindakan medik merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang harus dilakukan oleh yang berwenang sesuai yang diatur dalam peraturan dan Undang-Undang. Perawat dalam melakukan praktik keperawatan sekaligus menjalankan tugas pemerintah sering melakukan tindakan medik sehingga membutuhkan perlindungan hokum yang jelas. Perawat dalam melakukan tindakan medis mempunyai tanggungjawab hukum.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian yang bersifat deskriptf analisis ini dilakukan di Puskesmas Birobuli dan Puskesmas Tipo di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Palu. Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dengan narasumber yang terkait dengan permasalah yang diteliti, sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan/studi dokumen. Data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat di Kota Palu yang melakukan praktik perawat sering melakukan tindakan medik yang sebenarnya bukan wewenang perawat seperti yang di atur dalam peraturan dan perundangundangan. Hal ini dapat dilihat dimana perawat yang melakukan tindakan medic tanpa ada pelimpahan secara tertulis dari dokter yaitu sebanyak 50%. Perawat yang melakukan tindakan medik dalam rangka menjalankan tugas pemerintah sangat rawan bersinggungan dengan hukum. Olehnya itu diharapkan agar pemerintah daerah/walikota segera menetapkan daerah-daerah yang tidak memiliki dokter atau daerah yang membutuhkan pelayanan kesehatan yang melebihi ketersediaan tenaga dokter agar perawat dapat mendapatkan perlindungan hukum yang jelas. Dan agar perawat yang melakukan tindakan medik dapat bertanggungjawab secara hukum maka dokter dalam melimpahkan kewenangan kepada perawat diharapkan dalam bentuk tertulis dan disertai dengan SOP yang jelas