Bahrun Azmi
Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Lancang Kuning

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

IMPLEMENTASI LARANGAN PARKIR BAGI PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR DI FLYOVER KOTA PEKANBARU BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Jhon Hendri; Sudi Fahmi; Bahrun Azmi
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 2 (2020): Oktober
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jmk.v11i2.3161

Abstract

But in reality, in the observations of the authors of the vehicles that we encountered, both four-wheeled and two-wheeled, almost every evening until evening, vehicles were found parked on the Flyover on the Sudirman street, Tuanku Tambusai, Sukarno Hatta and HR Subrantas. While the government has clearly provided a symbol of prohibition to stop on the bridge and in the traffic law it clearly states that everyone driving a motorized vehicle on the road is obliged to comply with the stopping and parking requirements. This is dangerous because the flyover is built only for passing vehicles and the vehicle is prohibited from parking or stopping along the body of the flyover because the flyover is not prepared not for stopping vehicles. This type of research is research conducted by identifying the law on how the effectiveness of the law applies in society. The conclusion is that the implementation of the prohibition on parking for motorized vehicle riders in Pekanbaru City flyovers based on Law Number 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation which results in disruption of road functions based on Law Number 22 of 2009 is less effective and maximal. This is because there are still many people who do not know about these regulations, Lack of Socialization of Law Number 22 Year 2009 from Law Enforcement Officials, Lack of firm law enforcement officials in implementing criminal sanctions, and Lack of Legal Awareness of the Community itself. Obstacles Faced in the Implementation of the Parking Prohibition for Motorized Vehicle Riders on Flyover in Pekanbaru City Based on Law Number 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation are the Legal Substance, Legal Structure, Legal Culture and Facilities or Facilities and the limited facilities and infrastructure. Efforts made to overcome obstacles in the Implementation of the Parking Prohibition for Motorized Vehicle Riders at Pekanbaru City Flyovers Based on Law Number 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation are that peace and traffic order is by fostering mutual assistance and assistance among the enforcement officers and the public, the public workers' office of transportation without neglecting their respective interests in the framework of increasing obedience and compliance, thus the Government's hope of improving services in traffic order in a peaceful and orderly condition in the regions can be realized. Apart from that, the implementation of traffic control, tranquility and orderliness can also be carried out by utilizing public facilities and facilities, increasing legal awareness, increasing the number of police personnel in the traffic sphere and repressive actions. Keywords: Implementation, No Parking, Flyover  Namun pada kenyataannya dalam pengamatan penulis kendaraan yang kami jumpai baik roda empat maupun roda dua, hampir setiap sore hingga malam hari ditemukan kendaraan yang parkir di Flyover yang ada dijalan Sudirman, Tuanku Tambusai, Sukarno Hatta dan HR Subrantas. Sementara pemerintah sudah dengan jelas memberikan simbol larangan untuk berhenti dijembatan tersebut serta didalam undang-undang lalu lintas tersebut dengan tegas mengatakan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan berhenti dan parkir akan diberikan sanksi. Hal ini berbahaya karena Flyover tersebut dibangun hanya untuk kendaraan yang melintas dan kendaraan dilarang parkir atau berhenti di sepanjang badan jalan Flyover karena Flyover itu tidak disiapkan bukan untuk kendaraan yang berhenti. Jenis penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan identifikasi hukum bagaimana efektivitas hukum itu berlaku dalam masyarakat. Kesimpulan adalah Implementasi Larangan Parkir Bagi Pengendara Kendaraan Bermotor Di Flyover Kota Pekanbaru Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 kurang efektif dan maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui peraturan tersebut, Kurangnya Sosialisasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dari Aparat Penegak Hukum, Kurang tegasnya Aparat penegak Hukum dalam menerapkan Sanksi Pidana, Serta Kurangnya Kesadaran Hukum Masyarakat itu sendiri. Hambatan Yang Dihadapi Dalam Implementasi Larangan Parkir Bagi Pengendara Kendaraan Bermotor Di Flyover Kota Pekanbaru Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan adalah Substansi Hukum, Struktur Hukum, Budaya Hukum dan Sarana atau Fasilitas dan masih terbatasnya sarana dan prasarana. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam Implementasi Larangan Parkir Bagi Pengendara Kendaraan Bermotor Di Flyover Kota Pekanbaru Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan adalah bahwa ketentraman dan ketertiban lalu lintas adalah dengan membina saling membantu dan menolong diantara aparat penertiban dan masyarakat, dinas perhubungan dinas pekerja umum tanpa mengabaikan kepentingan masing-masing dalam rangka peningkatan ketaatan dan kepatuhan, dengan demikian harapan Pemerintah untuk meningkatkan pelayanan dalam ketertiban lalu lintas dalam keadaan tenteram dan tertib di daerah dapat terwujud. Selain itu pelaksanaan penertiban, ketentraman dan ketertiban lalu lintas juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan sarana dan fasilitas umum, meningkatkan kesadaran hukum, Menambah Jumlah Personil Kepolisian di lingkup lalu lintas serta Tindakan represif.
Implementasi Pelayanan Kesehatan Warga Binaan Pemasyarakatan yang Terpapar Covid-19 di Lapas Kelas IIA Bangkinang Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Layanan Kesehatan di UPT Pemasyarakatan dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 Moch Subhan Zakaria; Eddy Asnawi; Bahrun Azmi
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 6 No. 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.611 KB) | DOI: 10.31004/jptam.v6i2.4730

Abstract

Pelayanan kesehatan di Lapas merupakan bagian integral kesehatan masyarakat, oleh karena sebagian besar narapidana baik laki-laki maupun perempuan, pernah menjadi dan akan tetap menjadi bagian dari masyarakat di luar Lapas. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan di Lapas akan berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Namun yang terjadi berdasarkan hasil pengamatan yang dihadapi pada Lapas Kelas IIA Bangkinang terkait bagi BWP bahwa petugas rutan/lapas maupun WBP belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah dalam program vaksinasi penanggulangan COVID-19. Pada tahapan pemberian vaksin kedua yang ditujukan kepada petugas pelayanan publik, seharusnya juga memprioritaskan petugas dalam setting tertutup seperti petugas dalam rutan dan lapas, terutama karena buruknya kondisi overcrowding lapas dan rutan. Petugas pemasyarakatan harus masuk dalam prioritas kedua ini. Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah sosiologis yang mengkaji tentang implementasi pelayanan kesehatan warga binaan pemasyarakatan yang terpapar covid-19 di Lapas Kelas IIA Bangkinang berdasarkan pedoman pelaksanaan layanan kesehatan di UPT Pemasyarakatan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan covid-19. Teknik analisa data dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu data yang penulis analisis menjelaskan dengan secara deskriptif. Kesimpulan harus segera diberi masker dan diisolasi dan memberikan penanganan, memberikan masker N95 disarankan, jika tidak tersedia, masker medis biasa harus digunakan. Namun dalam pelaksanaannya ada beberapa hambatan yang dihadapi. Sarannya agar diperlukan sinergitas secara terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian terkait, serta masyarakat secara simultan untuk mengadvokasikan dan mendukung pelayanan kesehatan warga binaan pemasyarakatan yang terpapar covid-19 bagi WBP.
Efektivitas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan pada Lapas Kelas IIA Bengkalis Guna Mencegah Terjadinya Residivis Asimilasi di Era Pandemi Covid-19 Vendra Hermawan; Eddy Asnawi; Bahrun Azmi
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 6 No. 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.373 KB) | DOI: 10.31004/jptam.v6i2.4731

Abstract

Pasca dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM (PERMENKUMHAM) Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19 banyak muncul pro dan kontra di tengah masyarakat Asimilasi itu sendiri menurut Pasal 1 angka 3 PERMENKUMHAM Nomor 10 Tahun 2020 adalah: “Proses pembinaan Narapidana dan Anak yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dan Anak dalam kehidupan bermasyarakat”. Asimilasi itu sebagai jalan untuk menjalankan sistem pemasyarakatan di Indonesia yang bukan hanya mempermudah reintegrasi narapidana dan anak ke dalam masyarakat tetapi menjadi warga masyarakat yang bisa mendukung keterbatasan dan kebaikan dalam masyarakat. Dengan uraian yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam Tesis ini adalah sebagai berikut bagaimana efektivitas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan pada Lapas Kelas IIA Bengkalis guna mencegah terjadinya residivis asimilasi di Era Pandemi Covid-19, apa faktor penghambanya dan bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam efektivitas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan pada Lapas Kelas IIA Bengkalis guna mencegah terjadinya residivis asimilasi di Era Pandemi Covid-19.Metode penelitiannya adalah hukum sosiologis dengan lokasi penelitian yang dilakukan adalah pada Lapas Kelas IIa Bengkalis. Dan kesimpulan yang diambil adalah kebijakan dimana tidaklah semua Warga Binaan Pemasyarakatan yang mendapatkan kebijakan asimilasi, melainkan hanya Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah menjalani 2/3 masa tahanannya dan ½ bagi anak sehingga dapat mengurangi suatu over kapasitas di Lapas Kelas IIa Bengkalis. Dan Asimilasi Di Era Pandemi Covid-19 merupakan sebuah kebijakan yang dianggap darurat dikarenakan dikeluarkan pada saat adanya virus covid-19, setiap keputusan yang darurat tentulah mempunyai sebuah dampak yang positif dan juga negatif.