Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENGUATAN KONSEP AJARAN TRI HITA KARANA MELALUI SEKE BHATRE DI BANJAR LUMBUNG SARI, DESA PAKRAMAN DENPASAR I Gusti Ketut Widana; I Gde Widya Suksma
JURNAL SEWAKA BHAKTI Vol 1 No 1 (2018): Sewaka Bhakti
Publisher : UNHI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (607.47 KB) | DOI: 10.32795/jsb.v1i1.22

Abstract

Sebagai agama wahyu yang maha sempurna, ajaran Hindu sangat kaya dengan konsep ajaran ideal. Namun, apa yang menurut konsep ajaran itu begitu ideal dan baik serta berguna bagi kemuliaan hidup manusia, seringkali diabaikan. Oleh karena itu, diperlukan terobosan baru untuk mengejawantahkan ajaran ideal Hindu secara konseptual dalam tataran kontekstual. Seperti konsep ajaran Tri Hita Karana yang penguatannya dapat diimplementasikan melalui kegiatan “Seke Bhatre”, dengan cara melakukan Tirthayatra yang dalam pelaksanaannya mensinergikan ajaran bhakti (kehadapan Tuhan), tresna (kepada sesama manusia) dan eling (terhadap alam lingkungan). Kata kunci : penguatan, tri hita karana, seke bhatre
RITUAL HINDU DALAM PERSPEKTIF KONTEMPORER I Gde Widya Suksma; I Gusti Ketut Widana; I Ketut Winantra
WIDYANATYA Vol 2 No 01 (2020): WIDYANATYA
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/widyanatya.v2i01.628

Abstract

Secara konseptual pelaksanaan upacara yadnya yang dilaksanakan umat Hindu itu memang tampak ideal. Namun jika ditinjau secara kontekstual, aktivitasnya terlalu menitikberatkan kepada unsur ritual dibandingkan pemahaman Tattwa (filosofi) dan aktualisasi Susila atau prilaku sesuai kode etik. Realita di atas, antara lain disebabkan oleh pengaruh modernisasi di era globalisasi, yang secara simultan turut mendistorsi segala tatanan mapan yang di waktu lalu sudah berjalan secara ideal-konseptual, namun kini bergerak cepat dan cenderung berkembang ke arah situasional-kontekstual. Kondisi ini akhirnya menampakkan wujudnya, ketika umat Hindu melaksanakan kewajiban beragama (bhakti), tak dapat dihindari telah disusupi pengaruh gaya hidup kontemporer yang lebih mementingkan penampilan fisikal/personal dan sajian material, daripada peningkatan rohani guna mencapai kesadaran spiritual.
DEGRADASI ETIKA BUSANA SEMBAHYANG UMAT HINDU I Gde Widya Suksma; I Gusti Ketut Widana
WIDYANATYA Vol 3 No 1 (2021): Widyanatya: Jurnal Pendidikan Agama dan Seni 
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/widyanatya.v3i1.1679

Abstract

Reflecting on the Balinese civilization in the past, it turns out that it is known, not because of the absence of no rma or past society ethics , which made most Balinese (Hindus) not wear complete clothes (especially without clothes), but simply because of the level of civilization at that time. such is the situation. The situation at that time was much influenced by the difficult economic situation , thus making the conditions of the Balinese people difficult . For example, the problem of food (welfare) is still very concerning. Especially for business clothing (clothes) looks all round economical, especially because of the limitations of k Capacity of . Do not be surprised if later on average apparel/ clothing is worn, both of men and woman. But when progress in various fields, especially the economy is getting better, new problems arise, not located in the completeness of fashion, but rather the occurrence of the phenomenon of ethical degradation of dress, especially when the people carrying out the event praying.
RELASI PSIKOLOGI DAN AKTIVITAS RITUAL DALAM PENGUATAN SRADHA BHAKTI UMAT HINDU I GUSTI KETUT WIDANA; NI WAYAN SADRI; I GDE WIDYA SUKSMA; PUTU DIA ANTARA
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol. 5 No. 2 (2022): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/vw.v5i2.3408

Abstract

Obsesi tertinggi umat Hindu adalah mencapai Moksa, saat mana Sang Atman meninggalkan materi ketubuhan untuk kembali “menyatu” pada Brahman, sumber asal muasal semua ciptaan. Disebut juga mencapai suka tanpawali duka, kebahagiaan kekal-abadi, tidak lagi mengalami reinkarnasi. Dalam ajaran Hindu, upaya ke arah itu hanya bisa dicapai dengan meningkatkan kualitas sradha bhakti hingga mencapai tingkatan samadhi. Jika kemudian ternyata mengalami kelahiran kembali (numadi), sejatinya hal itu dapat disebut sebagai “kejatuhan”, turun kembali ke dunia lantaran Sang Atman gagal melepaskan diri dari belenggu materi. “Kejatuhan” karena kelahiran kembali ke dunia materi inilah yang disebut sebagai samsara. Usaha mengelak dari samsara yang secara sakala identik dengan keadaan sengsara, antara lain dilakukan melalui aktivitas ritual yang secara psikologi dapat mensublimasi umat mencapai atau menikmati rasa suka/senang, tenang, tentram, bahkan bahagia. Artikel ini hendak mengungkap permasalahan tersebut melalui pendekatan psikologi dengan menggunakan kajian kualitatif deskriptif interpretatif.
AKTIVITAS RITUAL SEBAGAI MEDIA MEMBANGUN RELASI SOSIOLOGIS i gusti ketut widana; i ketut winantra; I Putu Diantra; I Gde Widya Suksma; Ni Wayan Sadri
WIDYANATYA Vol 5 No 1 (2023): WIDYANATYA: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA DAN SENI
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Bagi umat Hindu pelaksanaan aktivitas ritual, tidak semata-mata dilandasi oleh konsep teologi, filosofi dan mitologi, tetapi didasari juga oleh dorongan psikologi dan sosiologi. Landasan teologi dan filosofi membuat umat Hindu begitu tunduk dan taat atas kuasa dan ajaran Tuhan. Landasan mitologi menjadikan umat Hindu merasa takut jika melanggar ketentuan Tuhan. Sedangkan landasan psikologi mendorong umat Hindu dapat merasakan ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan. Sementara itu melalui landasan sosiologi mengarahkan umat Hindu agar senantiasa membangun dan menjalin relasi sosial, oleh sebab tidak ada ritual apapun yang dapat dilaksanakan tanpa solidaritas sosial. Artikel ini hendak mengungkap bahwa terdapat hubungan erat antara aktivitas ritual dengan upaya membangun relasi sosial di tengah kehidupan masyarakat Hindu berbasis tradisional yang bersifat komunal dan kolegial. Kata kunci : ritual, media, sosial Abstract For Hindus, the implementation of ritual activities is not solely based on theological, philosophical and mythological concepts, but also based on psychological and sociological motivations. Theological and philosophical foundations make Hindus so submissive and obedient to God's power and teachings. The basis of mythology makes Hindus feel afraid if they violate God's provisions. While the psychological basis encourages Hindus to feel calm, peaceful and happy. Meanwhile, through a sociological basis directing Hindus to always build and establish social relations, because there is no ritual that can be carried out without social solidarity. This article wants to reveal that there is a close relationship between ritual activities and efforts to build social relations in the midst of communal and collegial Hindu community life. Keywords : Ritual, Media, sosial