Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

INOVASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU PADA SEKOLAH LUAR BIASA (SLB/C) DI TABANAN MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 I Ketut Winantra; I Nengah Artawan
WIDYANATYA Vol 2 No 02 (2020): Widyanatya: Jurnal Pendidikan Agama dan Seni
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/widyanatya.v2i02.1044

Abstract

Di era Revolusi Industri 4.0., proses belajar-mengajar Pendidikan Agama Hindu harus mengalami inovasi dan pengembangan metode pembelajaran. Tujuannya adalah memberikan siswa kemudaan dalam memahami berbagai materi dalam lingkup praktik-praktik keagamaan Hindu yang sesuai dengan tuntutan teknologi informasi, terutama bagi siswa Sekolah Luar Biasa (SLB/C) bagi para Tuna Grahita dalam pembelajaran jarak jauh atau daring. Inovasi dalam pengembangan metode pembelajaran pendidikan Agama Hindu di SLB/C ini bertujuan agar sesuai dengan IQ yang dimiliki masing-masing siswa yang sudah didasarkan pada ketentuan yang ada. Pembelajaran Pendidikan Agama Hindu dibagi menjadi tiga jenis yaitu: pembelajaran kelas, praktik pendidikan, serta pendidikan luar kelas. Hal ini tidaklah mudah, karena untuk SLB /C membutuhkan penanganan yang luar biasa terutama para dewan guru harus memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, inovasi dan pengembangan metode pembelajaran dilaksanakan melalui media informasi berupa rekaman audio dan visual dengan komputer, laptop atau android. Hali ini memudahkan para guru dan orang tua siswa dalam memberikan materi pembelajaran, sehingga terjadi perbaikan dalam metode pembelajaran pendidikan Agama Hindu pada Sekolah Luar Biasa (SLB/C) yang khusus untuk Tuna Grahita.
KLATKAT SEBAGAI SARANA UPAKARA/ UPACARA YADNYA Ida Ayu Putu Sari; I Nengah Artawan
WIDYANATYA Vol 3 No 1 (2021): Widyanatya: Jurnal Pendidikan Agama dan Seni 
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/widyanatya.v3i1.1685

Abstract

Hinduism is known as a religion that has many ceremonies. The existence of ceremonies in Bali cannot be separated from the means of ceremony, and one of them is the Klakat. Klakat in Balinese Hindu teachings can also be philosophized as 3 frameworks of Balinese Hinduism where if we can combine these things, harmony in life will be able to feel good for ourselves and also our families and the vibrations will extend to the entire universe. frameworks in Balinese Hinduism include:Tatwa: In short, tatwa is the way we carry out religious teachings by deepening religious knowledge and philosophy.Moral: is the way for us to be religious by controlling our daily thoughts, words and actions so that they are in accordance with religious principles. Ceremony: is a religious activity in the form of the Yadnya ritual, which is known as the PancaYadnya: Dewa, Rsi, Pitra, Manusa, and Bhuta Yadnya. The ceremonial activities are seen to be carried out more by Hindus in Bali, while the aspects of Tattwa and Susila are not given much attention, whereas according to Weda Sruti, the way of religion in each "yuga" is different. Yuga is a cycle of times whose time in each era is uncertain. The era of the existence of the universe is divided into four yuga, namely Kerta Yuga, Tritya Yuga, Dwipara Yuga, and Kali Yuga. Each period (yuga) is associated with the main elements. The balance of population (humans) with nature (kamadhuk). The influence of the times on human nature. Available natural sources.The Kerta period is said to be the most stable era, namely the small population, good / positive human characteristics, and the availability of abundant natural resources. This stability was further reduced so that in the age of Kali things were much different, especially regarding the diminishing natural resources and human behavior that was further away from dharma. Therefore Hyang Widhi through the Supreme Rsi reminded mankind that the implementation of religious teachings is not the same in every era.
PEMANFAATAN FL STUDIO SEBAGAI PROSES KREATIVITAS SENI KARAWITAN (BALEGANJUR) DIMASA PANDEMI PADA KOMUNITAS SENI JARI SHIDI DIPURA PANTI PASEK GEL GEL BR. PEMBUNGAN SESETAN I Kadek Yoga Dwi Saputra; I Wayan Sudiarsa; I Nengah Artawan
WIDYANATYA Vol 4 No 1 (2022): Widyanatya: Jurnal Pendidikan Agama dan Seni 
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

FL Studio is a digital station application that is used to record, convert and create audio, FL Studio was developed by a company called Image-Line in 2014, this research focuses on the use of FL Studio as a medium in the creative process of Karawitan Art (Baleganjur) which is expected to help the creative process of Karawitan Art (Baleganjur) during the Pandemic become more effective and efficient, Based on this, the problems studied in this study include (1) How is the concept of utilizing FL Studio as a creative process of musical art in the finger shidi art community. (2) What is the process of making percussion through the use of FL Studio as a creative process of musical art in the finger shidi art community. (3) What are the obstacles faced in using FL Studio as a creative process of musical art in the finger shidi art community. The results of the analysis show: (1) How is the concept of using FL Studio as a creative process of musical art in the finger art community, the use of Fl Studio is expected to help the Baleganjur percussion learning process become more effective considering the pandemic situation like this (2) How is the process of making percussion through the use of FL The studio as a creative process of musical art in the finger shidi art community consists of several processes, namely first the trainer will make an mp3 in the FL Studio application and after that it will be poured directly to the musicians. ABSTRAK FL Studio adalah aplikasi stasiun digital yang dipergunakan untuk merekam, mengubah dan membuat audio, FL Studio dikembangkan oleh perusahaan yang bernama Image-Line pada tahun 2014, penelitian ini berfokus pada pemanfaatan FL Studio sebagai media dalam proses kreativitas Seni Karawitan (Baleganjur) yang diharapkan dapat membantu proses kreativitas Seni Karawitan (Baleganjur) dimasa Pandemi menajdi lebih efektif dan efisien, Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi (1) Bagaimana konsep pemanfaatkan FL Studio sebagai proses kreativitas seni karawitan di komunitas seni jari shidi. (2) Bagaimana proses pembuatan tabuh melalui pemanfaatan FL Studio sebagai proses kreativitas seni karawitan di komunitas seni jari shidi (3) Apakah kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan FL Studio sebagai proses kreativitas seni karawitan di komunitas seni jari shidi. Hasil analisis menunjukan: (1) Bagaimana konsep pemanfaatan FL Studio sebagai proses kreativitas seni karawitan di komunitas seni jari shidi pemanfaatan FL Studio diharapkan dapat membantu proses pembelajaran tabuh baleganjur menjadi lebih efektif memingat situasi pandemi seperti ini (2) Bagaimana proses pembuatan tabuh melalui pemanfaatan FL Studio sebagai proses kreativitas seni karawitan di komunitas seni jari shidi terdiri dari beberapa proses yaitu pertama pelatih akan membuat mp3 di aplikasi FL Studio dan setelah itu akan di tuangkan kepada penabuh secara langsung
TRANSFORMASI NILAI ETIKA DALAM UPACARA MENDEM SAWA PADA MASYARAKAT BALI AGA DI DESA TRUNYAN KABUPATEN BANGLI I Nengah Artawan; Ni Made Surawati
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 3 No 2 (2020): Vidya Wertta, Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/vw.v3i2.1069

Abstract

Tradisi di Desa Trunyan kebanyakan terefleksi dalam kegiatan yadnya. Yadnya ini akan dilandasi dengan keikhlasan tanpa pemrih. Tradisi yang ada di Desa Trunyan banyak memiliki perbedaan dengan desa lainnya. Tentu perbedaan semacam ini bukanlah terletak pada konsepsinya, melainkan hanya menyangkut dengan Desa, Kala, Patra. Salah satu yang akan dikaji dalam artikel ini yakni tradisi mendem sawa. Mendem sawa ada tiga cara yaitu pertama mendem sawa dengan cara tidak dikubur ini khusunya bagi orang Trunyan yang mati wajar, maka di pendem di sema wayah, kedua orang tersebut meninggal belum ketus gigi ini bisa dikatakan masih statusnya anak-anak, maka orang tersebut sawanya di kubur di sema nguda, ketiga ketika orang itu mati karena ulah pati, atau salah pati, baru orang tersebut sawanya dikubur di sema Bantas. Tradisi mendem sawa pada masyarakat Bali Aga inilah yang ada di Desa Terunyan mengalami transformasi nilai etika. Melihat perkembangan semakin maju dan didukung oleh pariwisata, tentu masyarakat trunyan biasa melakukat aktivitas ke kuburan Terunyan, sekaligus menjadi pemandu wisata.
MODEL PLURALISME HUKUM DALAM PEMANFAATAN TANAH PELABA PURA DI KOTA DENPASAR Ida Bagus Yoga Maheswara; I Nengah Artawan
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 4 No 2 (2021): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Eksistensi desa adat di Bali tidak dapat dilepaskan dari keberadaan khayangan tiga yang ada di wilayah desa adat yang juga disebut pura khayangan desa. Masing-masing pura khayangan desa pada umumnya memiliki tanah pelaba pura yang berfungsi sebagai tempat palemahan pura dan sebagai fungsi pendukung keberadaan pura dari sisi pemenuhan kegiatan upacara dari hasil perkebunan, pertanian bahkan dari sisi ekonomi lainnya serta dapat digunakan dalam pembangunan pura itu sendiri. Seiring berjalannya waktu model pengelolaan tanah pelaba pura juga beragam di masing-masing desa adat. Sehingga untuk melindunginya terdapat aturan hukum yang mengatur. Khususnya di Kota Denpasar yang memiliki 35 Desa Adat, ternyata tidak hanya satu jenis hukum saja yang mengatur keberadaan tanah pelaba pura khususnya, terdapat sistem hukum negara dan sistem hukum adat terkait pemanfaatan tanah pelaba pura tersebut. Terdapat simbiosis antara sistem hukum negara dan sistem hukum adat dalam pengelolaan tanah pelaba pura. Adanya sistem hukum negara dan sistem hukum adat terkait pemanfaatan tanah pelaba pura disebut sebagai pluralisme hukum. Terdapat beberapa tujuan penelitian yang akan dicapai. Adapun tujuan penelitian ini antara lain: Pertama, untuk menganalisis dan mengkaji prinsip-prinsip pluralisme hukum dalam pemanfaatan tanah pelaba pura di Kota Denpasar. Kedua, untuk menganalisis dan mengkaji model pluralisme hukum dalam pemanfaatan tanah pelaba pura di Kota Denpasar. Teori yang digunakan untuk menganalisis dan mengkaji adalah teori pluralisme hukum. Menggunakan metode penelitian pendekatan sosio-legal. Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data primer dari hasil observasi dan wawancara narasumber terkait, sedangkan data sekunder didapatkan dari peraturan perundang-undangan dan literatur hukum terkait selanjutnya di analisis dan disajikan dengan teknik naratif deskriptif kemudian terakhir dilakukan penyimpulan dan pemberian rekomendasi penelitian.
TRADISI UPACARA PERKAWINAN MASSAL DI DESA PENGOTAN, KABUPATEN BANGLI (PERSEPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU) Ni Made Surawati; I Nengah Artawan; A.A Ketut Raka
WIDYANATYA Vol 4 No 2 (2022): Widyanatya: Jurnal Pendidikan Agama dan Seni 
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT Mass marriage in Pengotan Village is a sacred tradition that is always carried out when one of the bride and groom comes from the village. This article is focused on discussing the tradition of mass marriage in Pengotan Village from the perspective of Hindu religious education. The approach used is a qualitative method. The tradition of mass marriage in Pengotan Village is guided by three basic frameworks in religious teachings, namely tattwa (Philosophy), susila (Ethics) and acara (Ritual). ABSTRACT Perkawinan massal di Desa Pengotan merupakan tradisi sakral yang selalu dijalankan apabila salah satu dari mempelai berasal dari desa tersebut. Artikel ini difokuskan membahas tradisi perkawinan massal di Desa Pengotan dari perspektif pendidikan agama Hindu. Pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif. Tradisi perkawinan massal di Desa Pengotan berpedoman pada tiga kerangka dasar dalam ajaran agama, yaitu tattwa (Filsafat), Susila (Etika) dan acara (Ritual).
Upacara Ngubeng Di Kota Denpasar (Strategi Adaptif Pelaksanaan Upacara Agama Hindu Dalam Mencegah Penyebaran Virus Covid 19 Cluster Religi) Ida Ayu Putu Sari; Ida Bagus Purwa Sidemen; Ni Made Surawati; I Nengah Artawan
WIDYANATYA Vol 5 No 1 (2023): WIDYANATYA: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA DAN SENI
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Penyebaran virus covid 19 saat ini memberikan pengruh kepada semua sector. Demikian juga pada sector kehiduan beragama (Religi) Salah satunya adalah diamana dengan pembatasan jumlah peserta persembahyangan. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi masayarakat beragama Hindu yang mayoritas di Provinsi Bali. Kebersamaan dalam Hindu sudah meruakan akar dalam kegiatan keberagamaan hal ini merupakan implikasi dari bentuk social kemasyarakatan dan juga tradisi yang telah lahir dari bangsa Indonesia. Oleh sebab itu maka pemerintah daerah provinsi Bali bersama jajarannya memberikan himbauan pelaksanaan upacara melalui ngubeng yaitu elaksanaan upacara di tempat. Hal inilah yang diterapkan oleh masyarakat di Kota Denpasar. Hampir semua kegiatan yang berifat ceremony dilaksanakan dengan upacara ngubeng sehingga menunjukan hal positif dalam mencegah penyebaran virus corona. Namun demikian nampaknya apa yang dilaksanakan di Kota Denpasar masih belum bisa diikuti oleh wilayah lain di Provinsi Bali. Sehingga hal ini penting menjadi kajian dengan harapan daat menjadikan pegangan bagi masyarakat beragama Hindu untuk dapat melaksanakan Upacara Ngubeng. Kata Kunci : Upacara ngubeng, strategi adatif. Abstract The spread of the Covid 19 virus is currently affecting all sectors. Likewise in the sector of religious life (Religion), one of which is where the number of prayer participants is limited. This is certainly a challenge for the majority Hindu community in the Province of Bali. Togetherness in Hinduism has roots in religious activities, this is an implication of social forms and also traditions that have been born from the Indonesian people. Therefore, the regional government of the province of Bali and its staff gave an appeal for the implementation of the ceremony through ngubeng, namely the implementation of the ceremony on the spot. This is what is applied by the people in the city of Denpasar. Almost all ceremonial activities are carried out with the ngubeng ceremony so that it shows positive things in preventing the spread of the corona virus. However, it seems that what has been implemented in the city of Denpasar cannot be followed by other regions in the Province of Bali. So this is important to be studied in the hope that it can become a guide for Hindu religious communities to be able to carry out the Ngubeng Ceremony. Keywords: Ngubeng ceremony, adaptive strategy.
WACANA YOGA DALAM TEKS TUTUR/TATTVA ABAD XX W.A. Sindhu Gitananda; I Gde Agus Darma Putra; I Gusti Agung Paramita; I Nengah Artawan; I.B. Gede Prastawa; Putu Durga Laksmi Devi
Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan Vol. 23 No. 1 (2023): Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan
Publisher : Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/ds.v23i1.4108

Abstract

Wacana yoga selalu mengalami perkembangan seiring tren wacana otoritatif yang dimungkinkan oleh sifat inklusif ajaran Hindu-Siwaistik di Bali. Artikel ini bertujuan mengelaborasi perkembangan wacana yoga tersebut dalam teks Tutur/Tattva abad XX: Siw?gama, Aji Sangkya, dan Rsi Yadnya Sankya dan Yoga. Dalam rangka itu, pendekatan kualitatif dengan penekanan pada stilistika dan hermeneutika dengan perspektif bandingan dalam memahami teks diterapkan untuk tujuan deskripsi dan interpretasi. Berdasarkan elaborasi, dapat dipahami bahwa ketiga teks menunjukkan masing-masing versi wacana yoga yang dipahami sesuai dengan bacaan (intertekstualitas) yang digunakan dalam rangka penyusunannya. Hal tersebut selain mempertegas dasar pandangan tren wacana, juga menyiratkan bahwa intensionalitas penulis dengan horizon bacaannya masing-masing sangat mempengaruhi konstruksi teks Tutur/Tattva yang disusun secara eclectik, yang dalam hal ini untuk mempertegas posisi keberagamaan Hindu-Siwaistik Bali.
PELATIHAN YOGA ASANAS DAN PENDALAMAN AJARAN AGAMA HINDU DI SMKN 2 KINTAMANI DESA SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KAB. BANGLI Komang Agus Triadi Kiswara; I Nengah Artawan; Made Novia Indriani; I Gusti Ketut Widana; I Gede Widya Suksma; Kadek Wulan Puspita Dewi; I Gede Badra Buana Putra
JURNAL SEWAKA BHAKTI Vol 9 No 2 (2023): Sewaka Bhakti
Publisher : UNHI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/jsb.v9i2.4181

Abstract

Lakes are a source of life for the community. As we all know, there are various important functions of lakes in human life, such as irrigating rice fields, fishing, agriculture, and also as a tourist attraction. Likewise, Lake Batur, located in Kintamani District, Bangli Regency, is the largest lake on the island of Bali. Currently, the development of the new lake area focuses on developing the tourism sector, even though on the other hand the lake still needs to be developed in the areas of religion, culture, and tradition, especially for the people who support Lake Batur (Wingkang Ranu). The results of observations made, one form of religious activity that needs to be improved is yoga training as a medium for character education and deepening Hindu religious teachings for school children. The locus for this service activity is SMKN 2 Kintamani which is located in Songan Village, Kintamani District, Bangli Regency. This activity was carried out for two days using the lecture, demonstration, discussion, training, and evaluation methods.