Muhammad Arif Sahlepi
Universitas Islam Sumatera Utara

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Reformasi Hukum Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Sub Sistem Peradilan Pidana Muhammad Arif Sahlepi
Jurnal Hukum Kaidah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat Vol 17, No 2 (2018): EDISI JANUARI 2018
Publisher : Universitas Islam Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/jhk.v17i2.355

Abstract

The purpose of correctional is to return the assisted citizens to good ones and to prevent them from repeating the deeds. The legal reform package launched by the Indonesian President, Joko Widodo, begins to run as the reforms in the economic sector. People have great hopes for this reform of law. In the package of legal reform, one of them is strengthening the fostering of prison (LP).                The main problem is the over capacity of the assisted citizens in almost all the prisons (LP)  or correctional institution (Rutan) in Indonesia and the problem of guidance systems for the assisted citizens and for the officers in the prison as well. We all know that the capacity of the prisoners in Indonesia has exceeded, and this becomes the problem; therefore, it is no longer a public secret if a prisoner has a lot of money, he becomes like a king in the prison.                With the inclusion of this issue as part of legal reform package, it is expected that there is a significant improvement. Within the set of criminal justice systems, LP as a sub-system has an equally important role with other sub-systems. The LP can no longer be viewed as a Disposal institution. It has been long enough that LP received less serious attention than other sub-systems; so at the time when news about circulation of drugs controlled from within the LP was spreading over, it gets more serious attention portion.                The high demand for criminal offenses on criminal acts such as narcotics, terrorism, morality, corruption, besides murder, will directly affect the rise of the number of prisoners. Moreover, in recent years the booming arrest of narcotics has led to a dramatic increase in the inhabitants of LP. The inhabitants of LP in Indonesia are mostly filled by narcotics actors, both distributors and users and other criminals.
PERBUATAN MENJANJIKAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN OLEH OKNUM POLRI DALAM PENANGANAN SUATU PERKARA DALAM PERPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan Pengadilan Nomor 01/Pid. Sus/2017PN. Mdn) Hasiholan Simamora; Nelvita Purba; Muhammad Arif Sahlepi
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 3 No. 2 (2021): Edisi Bulan Mei 2021
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The crime of corruption is an extraordinary crime because it is systemic, endemic with a very wide impact which not only harms the state's finances, but also violates the social rights and economic rights of the wider community so that its action needs special efforts. The formulation of the problem in this thesis is how to regulate corruption offenses in Law Number 20 of 2001 concerning the Eradication of Criminal Acts of Corruption, how to qualify offenses and sanctions related to the act of promising to stop case investigations by police officers in the decision Number 01/Pid. Sus/2017/PN. Mdn, what is the basis for the judge's consideration in making a decision against the defendant in the decision Number 01/Pid. Sus/2017/PN. Mdn. The research method used is descriptive analysis that leads to normative juridical legal research, namely research conducted by referring to legal norms, namely researching library materials or secondary materials. Secondary data by processing data from primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The results of the study indicate that the provisions governing the crime of Corruption Crimes in Indonesia are regulated in Law Number 20 of 2001 concerning the Eradication of Corruption Crimes in conjunction with Law Number 31 of 1999 concerning the Eradication of Corruption Crimes. Qualification of offenses and sanctions related to the act of promising to stop the investigation of cases by police officers in decision Number 01/Pid Sus/2017/PN. Mdn is a defendant who has been legally and convincingly proven to have committed a criminal act of corruption. The basis for the judge's consideration in making a decision against the defendant is in the decision Number 01/Pid. Sus/PN. Mdn is based on legal considerations, the element of receiving a gift or promise has been proven and fulfilled convincingly guilty of committing a criminal act of corruption.
PERTANGGUNGJAWABAN PENGEMUDI AKIBAT PERDAMAIAN DALAM TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (Studi Putusan Nomor 28/Pid.Sus/2019/PN Bna) Hanifah Anas; Marzuki; Muhammad Arif Sahlepi
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 2 (2022): Edisi Bulan Mei 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Terjadinya kecelakaan lalu lintas banyak menimbulkan korban, meninggal dunia maka bagi pelaku bisa dijerat dengan pembunuhan karena kealpaan atau kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor. Penerapan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Rumusan masalah adalah bagaimana pengaturan hukum tindak pidana akibat kelalaian pengemudi yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas mengakibatkan orang meninggal, bagaimana menentukan kelalaian atas kesengajaan dalam tindak pidana dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas, bagaimana pertanggungjawaban pidana akibat kelalaian pengemudi yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas mengakibatkan orang meninggal menurut Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 28/Pid.Sus/2019/PN Bna.Metode penelitian yang digunakan adalah deskriftif analisis yang mengarah pada penelitian hukum yuridis normatif yakni penelitian yang dilakukan dengan cara mengacu pada norma-norma hukum yaitu meneliti terhadap bahan pustaka atau bahan sekunder. Data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendara yang lalai dalam mengemudi hingga menyebabkan kecelakaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda. Menentukan kelalaian atas kesengajaan dalam tindak pidana dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian terhadap unsur kesengajaan yaitu dengan sengaja mengendarai kendaraan bermotor dengan cara berbahaya dan mengancam keselamatan pengguna jalan. Pertanggungjawaban pidana akibat kelalaian pengemudi yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas mengakibatkan orang meninggal menurut Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 28/Pid.Sus/2019/PN.Bna adalah menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 11 (sebelas) hari. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia adalah perbuatan terdakwa menyebabkan orang meninggal dunia, sedangkan hal-hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mengakui secara terus terang perbuatannya di persidangan dan menyesali perbuatannya tersebut. Selain itu terdakwa dengan keluarga korban sudah ada perdamaian.
ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG LINTAS NEGARA (Studi Putusan Nomor 807/Pid.Sus/2019/ PN.Jkt.Tim) Alpino Apriyanto Siahaan; muhammad Yamin Lubis; Muhammad Arif Sahlepi
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 3 (2022): Edisi Bulan September 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Penulisan ini menggunakan metode telaah pustaka (library research) untuk mentelaah data-data sekunder dengan melakukan analisis kasus putusan Nomor 807/Pid.Sus/2019/ PN.Jkt.Tim. Jenis data penelitian ini adalah data sekunder. Bahan hukum primer dan sekunder disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan dari pembahasan adalah pertimbangan hukum hakim terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang lintas negara dalam Putusan Nomor 807/Pid.Sus/2019/ PN.Jkt.Tim bahwa perbuatan Terdakwa telah memenuhi seluruh unsur Pasal 4 jo Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang RI nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terbukti sehingga terdakwa secara cah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan perdagangan orang.
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUI PENDEKATAN RESTORATIF JASTICE TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN (Studi Putusan Nomor : 3/Pid.Sus.Anak/2017/PN Slw) Hendra Agustinus; Muhammad Yamin Lubis; Muhammad Arif Sahlepi
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 3 (2022): Edisi Bulan September 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sistim peradilan anak mempunyai kekhususan, dimana terhadap anak sebagai suatu kajian hukum yang khusus, membutuhkan aparat-aparat yang secara khusus diberi wewenang untuk menyelenggarakan proses peradilan pidana terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, dimana bahan atau data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum restoratif justice terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hakim tidak memberikan restorative justice dengan melaksanakan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana kekerasan terlihat dalam putusan hakim dimana hakim hanya mengacu pada pasal-pasal pelaksanaan diversi dalam UU Nomor 11 Tahun 2012, PERMA Nomor 4 Tahun 2014 dan KUHP.
ANALISIS YURIDIS PERANAN TIM JATANRAS ELANG SAKTI SAT RESKRIM POLRES TEBING TINGGI DALAM MEMBERANTAS PEREDARAN UANG PALSU DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG RUPIAH Siswandi Perwira Negara Siregar; Muhammad Yamin Lubis; Muhammad Arif Sahlepi
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 3 (2022): Edisi Bulan September 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana pemalsuan uang sangat berdampak dengan ketidakpercayaan masyarakat dalam sistem pembayaran membuat masyarakat umum ragu dalam menerima uang tunai dalam transanksi. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (library research). Analisis data yang digunakan adalah data kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pertanggungjawaban pidana tindak pidana pemalsuan uang sesuai Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Tentang Mata Uang dan Pasal 244 KUHP. Hambatan pemberantasan peredaran uang palsu adalah masyarakat kurang konstruksif dalam merespon uang palsu, kurangnya kerja sama masyrakat terhadap aparat penegak hukum, kurangnya kerja sama masyrakat terhadap aparat penegak hukum, korban dari tindak pidana tidak melaporkan adanya penemuan uang palsu, faktor perekonomian faktor lingkungan
ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA MINIMUM OLEH HAKIM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 762 K/Pid.Sus/2020) Wibi Eka Prabowo; Muhammad Yamin Lubis; Muhammad Arif Sahlepi
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 3 (2022): Edisi Bulan September 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penjatuhan pidana dibawah sanksi pidana minimum khusus dalam Undang-Undang Nomor 31 juncto Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dimana penjatuhan pidana dibawah sanksi pidana minimum khusus dalam tindak pidana korupsi pada dasarnya tidak dapat dibenarkan berdasarkan keadilan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriftif analisis yang mengarah pada penelitian hukum yuridis normatif yakni penelitian yang dilakukan dengan cara mengacu pada norma-norma hukum yaitu meneliti terhadap bahan pustaka atau bahan sekunder. Data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaturan penjatuhan pidana minimum/maksimum terhadap pelaku tindak pidana korupsi penjatuhan pidana dibawah batas sanksi pidana minimum khusus dari ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dijatuhkan oleh Hakim, pada dasarnya tidak dibenarkan berdasarkan asas keadilan hukum (legal juctice),
ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH RESIDIVIS (Studi Putusan Nomor 1352/Pid.B/2022/PN Mdn) Juni Hendrianto; Mustamam Mustamam; Muhammad Arif Sahlepi
Jurnal Meta Hukum Vol. 2 No. 2 (2023): Edisi Juli 2023
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47652/jmh.v2i2.428

Abstract

Tindak pidana pencurian sampai saat ini masih dilematis dan menjadi masalah yang cukup serius serta memerlukan pemecahan. Pengaturan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh residivis adalah ditambah sepertiga dari ancaman pidana maksimal atas perbuatan pidana yang dilakukan. Residivis merupakan seseorang yang kembali melakukan kejahatan sejenis atau oleh undang-undang dianggap sejenis yang tidak lewat dari waktu lima tahun. Upaya dalam penanggulangan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh residivis adalah upaya pre-emtif, upaya represif, dan upaya preventif. Upaya pre-emtif merupakan upaya pencegahan kejahatan untuk pertama kali. Upaya represif merupakan upaya yang penanganan kejahatannya sudah terjadi dan upaya preventif yaitu upaya penanggulangan kejahatan dengan hanya memberi sanksi pidana,hanyalah bersifat sementara. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan Nomor 1352/Pid.B/2022/ PN Mdn adalah seluruh unsur Pasal 363 ayat (2) Jo Pasal 64 KUHP telah terpenuhi serta tidak ada alasan pembenar dan pemaaf, sehingga dinyatakan bersalah, serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang meringankan terdakwa berterus terang dan bersikap sopan dalam persidangan, terdakwa menunjukkan sikap menyesali perbuatannya. Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat serta Terdakwa sudah pernah dihukum pada tahun 2014 dalam kasus pencurian dan pada tahun 2017 dalam kasus narkotika.