Muhammad Rosyid Ridho
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

CHILDFREE PERSPEKTIF HAK REPRODUKSI PEREMPUAN DALAM ISLAM Uswatul Khasanah; Muhammad Rosyid Ridho
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v3i2.3454

Abstract

Keputusan untuk childfree memunculkan stigma negatif dari masyarakat. Childfree dapat didefinisikan sebagai sebuah pandangan suami istri yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak. Childfree bukanlah istilah baru, banyak pasangan suami istri di negara-negara besar yang memilih keputusan tersebut. Keputusan dalam memilih childfree dalam kehidupan rumah tangga tidak lepas dari peran suami istri. Hal ini karena menyangkut hak-hak reproduksi mereka. Hak reproduksi antara suami istri ini telah dibahas dalam Islam. Berangkat dari fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis fenomena childfree dengan perspektif hak-hak reproduksi perempuan dalam Islam. penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepustakaan (library research) dengan pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi serta dilakukan analisis dengan metode deskriptif dan isi (content analysis). Memutuskan untuk childfree haruslah dibarengi dengan pemikiran yang matang dan penuh kesadaran. Keputusan memilih childfree merupakan salah satu pengaplikasian dari hak reproduksi yaitu hak menolak kehamilan. Untuk mewujudkan hak tersebut, konsep relasi mitra antara suami dan istri haruslah diterapkan dalam sebuah rumah tangga. Keputusan dalam memilih untuk childfree harus dibarengi dengan diskusi antara suami istri. Dalam diskusi tersebut kedua pihak harus terbuka terutama pihak perempuan tentang alasan keputusan childfree itu dilakukan. Dalam memberikan alasan tersebut juga harus disertai alasan dasar yang kuat sehingga tidak merugikan kedua pihak.
PEMANFAATAN PERTANIAN RUMAH TANGGA DENGAN TEKNIK VERTIGAN DAMBO (VERTIKULTUR ORGANIK DALAM BOTOL) Muhammad Rosyid Ridho
InEJ: Indonesian Engagement Journal Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/inej.v2i2.3292

Abstract

Kegiatan masyarakat ini bertujuan untuk memanfaatkan pekarangan rumah warga Kelurahan Sanga Sanga Muara, Kecamatan Sanga Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai optimalisasi fungsi lahan dan pengurangan sampah botol plastik. Dengan teknik budidaya tanaman sayuran secara vertikultur dalam botol. Kurang terpenuhinya kebutuhan sayuran dan melimpahnya sampah botol plastik menjadi permasalahan yang ada di Kelurahan Sanga Sanga Muara. Dari permasalahan itu, pertanian dengan metode vertikultur dalam botol (vertigan dambo) menjadi solusi bagi masyarakat. Metode pelaksanaan kegiatan ini yaitu melalui tiga tahap yakni tahap pesiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Hasil dari pelaksanaan kegiatan ini yaitu adanya perubahan positif terhadap sikap warga tentang kesadaran mereka dalam menanam sayuran ditengah kesibukan mereka sebagai nelayan dan pekerja tambang.Kata Kunci: Pekarangan Rumah, Teknik Budidaya Tanaman, Vertikultur
SERAGAM OLAHRAGA PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN TEORI SEKSISME Muhammad Rosyid Ridho; Uswatul Khasanah; Martha Eri Safira
IJouGS: Indonesian Journal of Gender Studies Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/ijougs.v2i2.3279

Abstract

Women's participation in sports matches has increased every year, not least in the Tokyo 2020 Olympic Games. In the worldof sports, it does not escape some of the controversies that surroundit. Kontroversion is meant here is in terms of the uniforms that athletes wear in competing. One of them was a gymnastics athlete from Germany as well as a Norwegian handball team who were subject to penalties. The case shows that there is discrimination against women through regulations in the use of uniforms.. Looking at this, the authors were interested in researching and analyzing how women's sportswear is viewed from Islamic law and sexism theory, how it impacts and the solution of both theories. The results of this study can be concluded that if it is reviewed from the point of view of hifz al-'ird, the awarding of fines to the athlete is considered unable to meet the protection of honor, especially in the care of dignity and dignity of women As for the actions of female athletes who refuse to wear sports uniforms have been in harmony with the concept of hifz al-'ird. In the view of hifz al-'ird, the uniform worn by athletes must be a uniform that can protect the honor of the athletes while when viewed from the glasses of sexism, it is very clear that there are uniform rules that make women more objects of sexuality in sports.. Supposedly, auniform of a female athlete should be based on the comfort of the athlete who will wear it at sporting events. Keyword: Uniform; hifz al-'ird; sexism
Lembaga Independen Negara dalam Ketatanegaraan Indonesia Irma Mangar; Muhammad Rosyid Ridho
Definisi: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora Vol 1, No 2 (2022): Definisi: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1557/djash.v1i2.18040

Abstract

Artikel ini mengkaji tentang lembaga independen negara dalam ketatanegaraan di Indonesia. Dalam artikel ini membahas tentang konsep lembaga independen negara, kedudukan lembaga independen negara dalam ketatanegaraan Indonesia, serta kewenangan efektivitas lembaga negara dalam menjalankan fungsi tugas dan wewenang. Tujuan penulisan artikel ini yaitu agar mengenal maksud dari adanya kelembagaan independen di indonesia sudah efektif dan efisien dalam menjalankan wewenangnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis merupakan metode dalam penelitian ini dan pendekatanya menggunakan pendekatan yuridis normatif. Kesimpulan dari artikel ini yaitu banyaknya lembaga independen negara tersebut berakibat pada tumpang tindih sehingga hubungan antar lembaga negara serta konflik yang tidak dapat dihindarkan. penguatan lembaga-lembaga tersebut lewat peraturan perundangan untuk mempunyai jaminan hukum yang kuat serta dapat menjalankan fungsi check and balances, Meminimalisir kewenangan DPR dalam memilih pempinan lembaga independen, Pemberian Kewenangan Yang bersifat mandiri, Penegasan Ketentuan non partisan. Solusi tersebut dimaksudkan agar lembaga independen negara dapat berjalan sesuai dengan prinsip independen.
Diskriminasi Laki-Laki Sebagai Korban Kekerasan Seksual Perspektif Kesetaraan Gender Muhammad Rosyid Ridho; Moh. Riza Taufiqul Hakim; Uswatul Khasanah
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 16, No 1 (2022): ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/adliya.v16i1.18021

Abstract

AbstractThe study aims to determine the forms of discrimination experienced by men when they become victims of sexual violence and to determine the discriminatory treatment of men victims of sexual violence from a gender equality perspective. The study uses a literature method with a gender approach, namely the theory of gender equality. The results of this study, namely, the forms of discriminatory treatment experienced by men as victims of sexual violence are 1) Handling of victims of sexual violence by law enforcers who tend to ignore and slow down and prioritize women. 2) Laws that are more inclined towards women as victims of sexual violence. 3) The lack of social institutions that focus on providing assistance to male victims of sexual violence, both in terms of education and victim recovery. 4) Negative response from society towards male victims of sexual violence. In terms of gender equality, male victims of sexual violence do not have the same access to justice as women, both in terms of handling rights as victims of sexual violence and in legal instruments and law enforcement.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk diskriminasi yang dialami oleh laki-laki ketika menjadi korban kekerasan seksual serta untuk mengetahui perlakuan diskriminatif terhadap laki-laki korban kekerasan seksual perspektif kesetaraan gender. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dengan pendekatan gender yakni teori kesetaraan gender. Hasil dari penelitian ini yakni, bentuk perlakuan diskriminasi yang dialami laki-laki sebagai korban kekerasan seksual adalah: 1) Penanganan korban kekerasan seksual oleh penegak hukum yang cenderung mengabaikan dan lambat dan lebih memprioritaskan perempuan. 2) Perangkat aturan hukum yang lebih condong kepada perempuan sebagai korban kekerasan seksual. 3) Minimnya lembaga sosial yang fokus terhadap pemberian bantuan kepada laki-laki korban kekerasan seksual baik dalam hal edukasi maupun pemulihan korban. 4) Respon negatif dari masyarakat terhadap laki-laki korban kekerasan seksual. Dari segi kesetaraan gender, laki-laki korban kekerasan seksual tidak memiliki access to justice yang sama dengan perempuan baik dalam hak-hak penanganan sebagaimana korban kekerasan seksual maupun dalam instrumen hukum dan penegakan hukum.