Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Uterine Malignant Mixed Mullerian Tumor (MMMT) RASJIDI, IMAM; ANDRIANA, KUSUMA; MULIARTHA, IKG
Indonesian Journal of Cancer Vol 4, No 2 (2010): Apr - Jun 2010
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

It was reported, a case of Uterine Malignant Mixed Mullerian Tumor (MMMT) in 54 years old woman who has not reached menopause with nulliparity. The patient was wrongfully diagnosed with cervical cancer earlier and on the second visit, diagnosed with geburt myoma and perform extirpation. Anatomic pathological result from extirpation was MMMT. The patient was then performed TAH-BSO, pelvic and periaortic limphadenectomy, and peritoneal washing cytology. After performing surgical pathological staging, this patient was diagnosed with uterine MMMT IC grade 3. Adjuvant chemotherapy of choice given was Doxorubicin-Etoposide-Platamin (DEP) for six series. However, drug eruption happened before the completion of the first series. It was decided, to replace DEP with paclitaxel for 5 series weekly.
Pengaruh Model Interdisiplin Pasien Kanker Serviks Stadium Lanjut Dengan Gangguan Fungsi Ginjal terhadap Efektivitas dan Biaya Perawatan Rasjidi, Imam
Indonesian Journal of Cancer Vol 3, No 4 (2009): Oct - Dec 2009
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.006 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan membuktikan pengaruh model interdisiplin pasien kanker serviks dengan gangguan fungsi ginjal terhadap efektivitas dan biaya perawatan. Efektivitas diukur dengan lama masa rawat, status fungsional, dan kualitas hidup penderita. Analisis biaya efektivitas dilakukan untuk menilai apakah biaya yang dibutuhkan pada pendekatan interdisiplin lebih efektif.Penelitian dilakukan menggunakan desain randomized clinical trial terhadap 40 pasien kanker serviks stadium lanjut dengan gangguan fungsi ginjal/KSSLGFG dari Komite Etik Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Januari 2007 hingga Januari 2008. Kriteria inklusi adalah semua pasien KSSLGFG menurut FIGO, disertai dengan gangguan fungsi ginjal, yaitu LFG < 60 mL/menit/1,73m2; kreatinin > 2 mg%; dan ureum > 50 mg%. Sampel diambil secara random alokasi dengan sampel random dilakukan pencatatan dan pemeriksaan identitas, tanggal masuk, skor ICF, skor ADL, skor Karnofsky, skor EQ-5D, dan QLQ-C30. Setelah fase akut teratasi dan dapat dinyatakan boleh pulang maka dicatat tanggal kepulangan, biaya perawatan, skor karnofsky, skor ADL, skor ICF, skor EQ-5D, atau QLQ-C30. Penelitian cost effectiveness dilakukan dengan menggunakan perangkat Treeage Pro 2008.Hasilnya, lama rawat kelompok interdisiplin (14,2 [+1,87] hari) lebih singkat jika dibandingkan dengan kelompok konvensional (23,59 [+3,61]hari), p: 0,0280. Kualitas hidup terkait kesehatan pasien KSSLGFG yang diukur dengan instrumen QLQ-C30 menunjukkan bahwa skor pada kelompok interdisiplin lebih baik dari konvensional (8,44 [0,49] vs 6,32[0,33]; p = 0,0013). Sementara itu, untuk penilaian status fungsional dengan Barthel Indeks pada kelompok interdisiplin lebih baik dari konvensional (11,05 [1,16] vs 8,09 [0,68]; p= 0,036). Rerata total biaya selama perawatan pada kelompok konvensional lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok interdisiplin (Rp 6.726.100,00 vs Rp 3.632.700,00).Analisis cost effectiveness total biaya menunjukkan pendekatan interdisiplin lebih baik daripada pendekatan konvensional. Pada kelompok interdisiplin, setiap pasien mengeluarkan biaya rata-rata Rp 3.625.378,00 dan mendapatkan 4.23 QALY. Sementara, pada kelompok konvensional setiap pasien harus mengeluarkan biaya rata-rata sebesar Rp 6.703.557,00 dan hanya mendapatkan 3.16 QALY.Kesimpulannya, pengelolaan pasien KSSLGFG dengan model interdisipliner memiliki efektivitas biaya yang lebih baik jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Pada kelompok interdisiplin, masa rawat lebih singkat, status fungsional lebih baik, dan kualitas hidup lebih baik.Kata kunci: interdisipliner, kanker serviks, status fungsional, kualitas hidup, cost effectiveness 
Epidemiologi Kanker Serviks Rasjidi, Imam
Indonesian Journal of Cancer Vol 3, No 3 (2009): Jul - Sep 2009
Publisher : "Dharmais" Cancer Center Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.519 KB)

Abstract

Sampai saat ini, kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi. Setiap tahun, di dunia terdapat 500.000 kasus baru kanker serviks dan lebih dari 250.000 kematian. Di Indonesia yang berpenduduk sekitar 220 juta jiwa, terdapat sekitar 52 juta perempuan yang terancam kanker serviks. Penyebab utama dari kanker serviks adalah infeksi HPV (Human Papilloma Virus). Proses terjadinya karsinoma serviks sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia. Perubahan biasanya terjadi pada daerah sambungan skuamous kolumnar (SSK) atau daerah transformasi. Prognosis kanker serviks dibedakan berdasarkan kriteria morfometrik, penyebaran, serta usia.Kata kunci: epidemiologi deskriptif, riwayat alami, faktor prognostik, kanker serviks
Ganoderma lucidum Polysaccharide Peptide (GLPP) for the Cancer Treatment Rasjidi, Imam; Susanto, Christine
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 4, No 2 (2015)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (777.827 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2015.4.2.120

Abstract

Ganoderma lucidum mushroom (also known as Ling Zhi in China, Mannetake /Reishi in Japan) has been widely used for thousands of years to prevent and treat various diseases, such as heart disease, diabetes mellitus, viral infection, and cancer. Polysaccharides from Ganoderma lucidum has been extensively investigated for free radical scavenging activity. Both in vivo and in vitro studies suggest that G. lucidum have anti-tumor effects, which mediated by its immunomodulatory, anti-angiogenesis, and cytotoxiceffects. Ganoderma lucidum polysaccharide peptide (GLPP) which extracted from Ganoderma lucidum mycelium tissue culture, give the best quality of β-D-Glucans bioactive compounds. These biologically active glucans interact with receptors on the surface of immune cells such as macrophage and natural killer cell (NK cell) to induce immunomodulatory and tumoricidal effects. However, many studies still need to answer those mechanisms.Key words: Anti-tumor effects, β-Glucan, Ganoderma lucidum, GLPP, immunomodulatory activityGanoderma lucidum Polysaccharide Peptide (GLPP)untuk Terapi KankerJamur Ganoderma lucidum (dikenal juga dengan nama Ling Zhi di China, atau disebut sebagai Mannetake/Reishi di Jepang) telah dimanfaatkan secara luas selama ribuan tahun untuk mencegah dan mengobati beragam penyakit, seperti penyakit jantung, diabetes melitus, infeksi virus, bahkan kanker. Polisakarida dari Ganoderma lucidum telah banyak diteliti untuk aktivitas radikal bebasnya. Baik studi in vivo maupun in vitro menyatakan G. lucidum memiliki efek anti tumor, yang dimediasi oleh aktivitas imunomodulator, anti-angiogenesi, dan sitotoksik. Ganoderma lucidum polysaccharide peptide (GLPP) yang diekstrak dari kultur jaringan miselium Ganoderma lucidum memberikan kualitas terbaik dari senyawa bioaktif β-D-glucans. Senyawa bioaktif glukans ini yang berinteraksi dengan reseptor di permukaan sel-sel imun, seperti makrofag dan NK cell yang dipercaya memberikan efek imunomodulator dan tumorisidal. Meskipun masih diperlukan banyak studi lanjutan untuk menjawab mekanisme dari GLPP.Kata kunci: Anti-tumor, β-Glucan, GLPP, Ganoderma lucidum, imunomodulator
Epidemiologi Kanker Serviks Imam Rasjidi
Indonesian Journal of Cancer Vol 3, No 3 (2009): Jul - Sep 2009
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.519 KB) | DOI: 10.33371/ijoc.v3i3.123

Abstract

Sampai saat ini, kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi. Setiap tahun, di dunia terdapat 500.000 kasus baru kanker serviks dan lebih dari 250.000 kematian. Di Indonesia yang berpenduduk sekitar 220 juta jiwa, terdapat sekitar 52 juta perempuan yang terancam kanker serviks. Penyebab utama dari kanker serviks adalah infeksi HPV (Human Papilloma Virus). Proses terjadinya karsinoma serviks sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia. Perubahan biasanya terjadi pada daerah sambungan skuamous kolumnar (SSK) atau daerah transformasi. Prognosis kanker serviks dibedakan berdasarkan kriteria morfometrik, penyebaran, serta usia.Kata kunci: epidemiologi deskriptif, riwayat alami, faktor prognostik, kanker serviks
Pengaruh Model Interdisiplin Pasien Kanker Serviks Stadium Lanjut Dengan Gangguan Fungsi Ginjal terhadap Efektivitas dan Biaya Perawatan Imam Rasjidi
Indonesian Journal of Cancer Vol 3, No 4 (2009): Oct - Dec 2009
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.006 KB) | DOI: 10.33371/ijoc.v3i4.133

Abstract

Penelitian ini bertujuan membuktikan pengaruh model interdisiplin pasien kanker serviks dengan gangguan fungsi ginjal terhadap efektivitas dan biaya perawatan. Efektivitas diukur dengan lama masa rawat, status fungsional, dan kualitas hidup penderita. Analisis biaya efektivitas dilakukan untuk menilai apakah biaya yang dibutuhkan pada pendekatan interdisiplin lebih efektif.Penelitian dilakukan menggunakan desain randomized clinical trial terhadap 40 pasien kanker serviks stadium lanjut dengan gangguan fungsi ginjal/KSSLGFG dari Komite Etik Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Januari 2007 hingga Januari 2008. Kriteria inklusi adalah semua pasien KSSLGFG menurut FIGO, disertai dengan gangguan fungsi ginjal, yaitu LFG < 60 mL/menit/1,73m2; kreatinin > 2 mg%; dan ureum > 50 mg%. Sampel diambil secara random alokasi dengan sampel random dilakukan pencatatan dan pemeriksaan identitas, tanggal masuk, skor ICF, skor ADL, skor Karnofsky, skor EQ-5D, dan QLQ-C30. Setelah fase akut teratasi dan dapat dinyatakan boleh pulang maka dicatat tanggal kepulangan, biaya perawatan, skor karnofsky, skor ADL, skor ICF, skor EQ-5D, atau QLQ-C30. Penelitian cost effectiveness dilakukan dengan menggunakan perangkat Treeage Pro 2008.Hasilnya, lama rawat kelompok interdisiplin (14,2 [+1,87] hari) lebih singkat jika dibandingkan dengan kelompok konvensional (23,59 [+3,61]hari), p: 0,0280. Kualitas hidup terkait kesehatan pasien KSSLGFG yang diukur dengan instrumen QLQ-C30 menunjukkan bahwa skor pada kelompok interdisiplin lebih baik dari konvensional (8,44 [0,49] vs 6,32[0,33]; p = 0,0013). Sementara itu, untuk penilaian status fungsional dengan Barthel Indeks pada kelompok interdisiplin lebih baik dari konvensional (11,05 [1,16] vs 8,09 [0,68]; p= 0,036). Rerata total biaya selama perawatan pada kelompok konvensional lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok interdisiplin (Rp 6.726.100,00 vs Rp 3.632.700,00).Analisis cost effectiveness total biaya menunjukkan pendekatan interdisiplin lebih baik daripada pendekatan konvensional. Pada kelompok interdisiplin, setiap pasien mengeluarkan biaya rata-rata Rp 3.625.378,00 dan mendapatkan 4.23 QALY. Sementara, pada kelompok konvensional setiap pasien harus mengeluarkan biaya rata-rata sebesar Rp 6.703.557,00 dan hanya mendapatkan 3.16 QALY.Kesimpulannya, pengelolaan pasien KSSLGFG dengan model interdisipliner memiliki efektivitas biaya yang lebih baik jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Pada kelompok interdisiplin, masa rawat lebih singkat, status fungsional lebih baik, dan kualitas hidup lebih baik.Kata kunci: interdisipliner, kanker serviks, status fungsional, kualitas hidup, cost effectiveness