p-Index From 2020 - 2025
0.408
P-Index
This Author published in this journals
All Journal JPS
Rustam Awat
Universitas Dayanu Ikhsanuddin

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Ritual Sangal dalam Proses Sakai pada Masyarakat Bajo Sampela Desa Samabahari Kecamatan Kaledupa Kabupaten Wakatobi Rustam Awat; Risno Risno
Jurnal Pendidikan Sejarah Volume V, Nomor 2, November 2019
Publisher : Jurnal Pendidikan Sejarah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah dalam penelitian ini adalah; 1) bagaimana latar belakang munculnya ritual sangal pada masyarakat Bajo Sampela; 2) bagaimana tata cara pelaksanaan ritual sangal pada masyarakat Bajo Sampela. Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui latar belakang munculnya ritual sangal pada masyarakat Bajo Sampela; 2) untuk mengetahui tata cara pelaksanaan ritual sangal. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriftif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa; 1) Latar belakang munculnya ritual sangal berawal dari masyarakat Bajo yang hidup di soppe dimana mereka hidup nomaden/berpindahpindah tempat. Tempat yang mereka kunjungi harus melaksanakan ritual sangal agar mereka diberikan keselamatan saat mendiami tempat tersebut dan diberikan rizki yang berlimpah kemudian karena adanya kepercayaan mbo madilaut (nenek moyang di laut) sehingga dimanapun tempat mereka berada mereka harus meminta izin agar diberikan keselamatan saat mendiami tempat tersebut; 2) Tata cara pelaksanaan ritual sangal yang pertama tahap persiapan yaitu pembacaan doa, proses pemotongan bambu, penganyaman bambu sebagai wadah penyimpanan sesajen persiapan sesajen yang berupa nasi 4 kepal, gambir, daun sirih, tembakau, pinang, Tahap pelaksanaan yaitu penyimpanan sesajen ke dalam bambu, proses penurunan bambu ke dalam bodi, proses penancapan bambu di laut tahap penutup pembacaan doa dan makan bersama.
Eksistensi Pomanduno pada Masyarakat Lipu-Katobengke Rustam Awat; Devi Agustin
Jurnal Pendidikan Sejarah Volume VI, Nomor 1, Mei 2020
Publisher : Jurnal Pendidikan Sejarah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah penelitian ini: 1) bagaimana latar belakang munculnya pomanduno pada masyarakat Lipu-Katobengke; 2) bagaimana eksistensi pomanduno pada masyarakat LipuKatobengke;dan 3) apa saja faktor yang mempengaruhi berkurangnya pomanduno padamasyarakat Lipu-Katobengke. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) latar belakang munculnya pomanduno pada masyarakat Lipu-Katobengke; 2) eksistensi pomanduno pada masyarakat Lipu-Katobengke; 3). faktor-faktor yang mempengaruhi berkurangnya pomanduno pada masyarakat Lipu-Katobengke. Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan sosial budaya. Sumber data penelitian ini yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Instrumen penelitian yaitu pedoman wawancara, alat tulis, alat perekam, dan kamera digital. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1) latar belakang munculnya pomanduno bermula dari didatangkannya pembuat gerabah oleh Sultan Murhum dari daratan Muna untuk membuat kebutuhan kesultanan yang ditempatkan di Kakota-kota, dimana merupakan tempat yang dilalui leluhur masyarakat Lipu-Katobengke untuk mencari kerang-kerangan di sekitar pantai. Kemudian aktitivas pembuat gerabah dilihat oleh leluhur masyarakat Lipu-Katobengke dan dari situlah mereka mulai belajar membuat gerabah. Versi lain menyatakan bahwa pomanduno memang sudah berasal dari leluhur orang-orang Lipu-Katobengke. 2). Eksistensi pomanduno di Lipu-Katobengke pada zaman dulu hampir setiap rumah terdapat pomanduno. Selain berkebun, masyarakat juga membuat gerabah (pomandu), bahkan anak-anak juga melibatkan diri. Dari sinilah muncul bibit-bibit baru seorang pomanduno. Seiring berjalannya waktu pomanduno semakin hari semakin berkurang, dan kini dapat dikatakan sebagai generasi terakhir. 3). Faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya pomanduno ada dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri atas usia, alih profesi, tidak berjalannya proses pewarisan dan pendidikan, sedangkan faktor eksternal terdiri atas bahan baku, permintaan pasar yang menurun, dan penggunaan perabot dapur berbahan plastik dan logam.
Keba dalam Pembuatan Rumah (Studi pada Masyarakat Cia-Cia Laporo di Kelurahan Bugi, Kota Baubau) Mirawati Munja Marlina; Rustam Awat
Jurnal Pendidikan Sejarah Volume VI, Nomor 2, November 2020
Publisher : Jurnal Pendidikan Sejarah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah penelitian ini: 1) Bagaimana cara mengetahui rumah masyarakat yang memiliki keba, dan 2) Apakah dampak negatif yang akan dialami oleh masyarakat jika rumahnya terdapat keba. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui rumah yang memiliki keba pada masyarakat Cia-Cia Laporo di Kelurahan Bugi Kecamatan Sorawolio, Kota Baubau dan dampak negatif yang dialami masyarakat jika rumahnya terdapat keba. Jenis penelitian ini adalah penelitian budaya dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah parabela (ketua adat), moji, pande (tukang dalam pembuatan rumah), kaboghi (orang yang mensarati rumah yang memiliki keba), bhisano kampo (dukun kampung), pande kilala (peramal) dan masyarakat di Kelurahan Bugi yang mengetahui tentang keba. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian sosial budaya yaitu observasi (pengamatan), wawancara, dan studi kepustakaan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah panduan wawancara dan telepon seluler untuk merekam. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1)Cara mengetahui rumah yang memiliki keba ditandai dengan masyarakat yang mengalami penyakit. Biasanya masyarakat akan langsung ke pande kilala (peramal) untuk melihat penyakit yang dialami oleh anggota keluarganya apakah disebabkan oleh keba yang ada pada rumahnya. Selanjutnya, masyarakat akan meminta tolong ke pande keba (orang yang mengetahui tentang keba) untuk melihat rumah tersebut, apakah terdapat kesalahan-kesalahan ketika dibangun, misalnya posisi kayu terbalik, membagi kayu pada satu pohon kepada saudara dan orang tua kandung, air hujan di atap rumah jatuh di atap/halaman rumah tetangga (pocigipi kakeno hato), pembuatan dinding dan rangka atas tidak memiliki arah yang sama, cucumbu (tiang raja) yang mengenai kamar atau pintu, dan posisi kayu badan rumah yang tidak memiliki arah yang sama. Selain itu, rumah yang dibangun lebih kecil dari pada rumah sebelumnya, lahan yang digunakan untuk membangun telah melewati batas, dan dapur lebih tinggi dari badan rumah. Jika ada keba maka rumah tersebut akan diperbaiki Kembali; 2) Selain keba pada rumah kayu, keba juga terdapat pada rumah batu misalnya pipa pembuangan melewati kamar, pohon yang masih tertanam di dalam pondasi. Dampak negatif yang dialami oleh masyarakat jika rumahnya terdapat keba yaitu pemilik rumah akan terkena penyakit di antaranya muntah darah (polonaiaso gea), mati badan (kugu pale), batuk darah (kukudaaso gea), ambeyen (ulu buli-buli), dan kabalasia (serasa ditusuk-tusuk benda tajam).