Sri Mutya Sekarutami
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

SRS Multistaged sebagai Tatalaksana AVM Berukuran Besar Rhandyka Rafli; Soehartati Argadikoesoema Gondhowiardjo; Sri Mutya Sekarutami
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 4, No 1 (2013): Volume 4 No. 1 Januari 2013
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (832.267 KB) | DOI: 10.32532/jori.v4i1.13

Abstract

Seorang pria 38 tahun dengan keluhan sakit kepala dan perdarahan intrakranial. Pada DSA memperlihatkan AVM regio parietal kiri Spletzer martin IV dengan ukuran 16,9 cc. Pasien menjalani Stereotactic RadioSurgery Multistaged. SRS stage 1 dilakukan  pada bagian superior AVM dengan ukuran 10 cc dan diberikan dosis marginal 16 Gy. Evaluasi MRI 3 bulan setelah stage 1 memperlihatkan pengecilan nidus, dan  5 bulan setelah SRS staged 1 dilakukan SRS stage 2 pada seluruh nidus yang berukuran 10 cc dengan dosis marginal 14 Gy. Pasien mengalami satu kali kejang diantara SRS tanpa defisit neurologis.
Tatalaksana Radiasi Pada Kanker Esofagus Annisa Febi Indarti; Sri Mutya Sekarutami
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 4, No 2 (2013): Volume 4 No. 2 Juli 2013
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1110.787 KB) | DOI: 10.32532/jori.v4i2.18

Abstract

Kanker esofagus merupakan keganasan pada saluran cerna dengan insidensi yang rendah, namun memiliki angka mortalitas yang tinggi. Tatalaksan kanker esofagus mulai bergeser dari mengurangi gejala menjadi meningkatkan survival.  Tatalaksana yang ada pada saat ini, baik monomodalitas ataupun multimodalitas belum memberikan hasil yang memuaskan. Radiasi pada kanker esofagus dapat berperan sebagai terpai kuratif dan paliatif. Terapi kuratif kanker esofagus akan memberikan hasil yang terbaik jika menggabungkan modalitas bedah, radiasi dan kemoterapi.
Pengaruh Kadar Malondialdehyde dan Aktivitas Antioksidan Enzimatik Catalase terhadap Toksisitas Akut Radiasi pada Kanker Serviks Stadium Lanjut Lokal Rima Novirianthy; Sri Mutya Sekarutami
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 6, No 2 (2015): Volume 6 No.2 Juli 2015
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (902.311 KB) | DOI: 10.32532/jori.v6i2.37

Abstract

Toksisitas akut radiasi merupakan suatu proses yang diawali dengan kerusakan sel normal. Malondialdehyde (MDA) merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid yang merupakan biomarker stres oksidatif. Catalase (CAT) adalah antioksidan enzimatik yang mengkatalisis H2O2 menjadi air dan oksigen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar MDA dan aktivitas CAT dapat dijadikan prediktor derajat toksisitas akut radiasi pada kanker serviks stadium lanjut lokal. Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif terhadap 30 pasien kanker serviks stadium lanjut lokal yang memenuhi kriteria inklusi di    Departemen Radioterapi RS Cipto Mangunkusumo dari Juli sampai September 2013. Pemeriksaan kadar MDA dan aktivitas CAT dilakukan sebelum radiasi dan fraksi ke-15 dengan menggunakan spektrofotometer. Derajat toksisitas akut radiasi dinilai tiap minggunya selama radiasi eksterna dan diklasifikasikan berdasarkan kriteria RTOG. Didapatkan rerata kadar MDA serum sebesar 7,6 +/- 1,2 nmol/mL, dan median aktivitas CAT sebesar 0,95 (0,80 – 1,36) U/mL. Pasca 15 kali radiasi eksterna didapatkan peningkatan kadar MDA serum menjadi 9,5 +/- 1,9 nmol/mL (p<0,001) dan penurunan aktivitas CAT menjadi 0,82 (0,71 – 0,96) (p<0,001). Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar MDA dan aktivitas CAT awal serta perubahannya terhadap kejadian toksisitas akut radiasi (p>0,05). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa radiasi maupun kemoradiasi terbukti menyebabkan peningkatan kadar MDA dan penurunan aktivitas CAT pada kanker serviks stadium lanjut lokal, akan tetapi kadar MDA dan aktivitas CAT tidak dapat menjadi prediktor terhadap toksisitas akut radiasi.
Standar Pengobatan Glioblastoma Multiforme Isnaniah Hasan; Sri Mutya Sekarutami
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 5, No 2 (2014): Volume 5 No.2 Juli 2014
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1454.135 KB) | DOI: 10.32532/jori.v5i2.24

Abstract

Glioma adalah tumor otak yang berasal dari sel glia dan merupakan tumor otak yang pal-ing sering terjadi yaitu 51 % dibandingkan tumor otak primer yang lain dan Astrositoma adalah tipe tersering dari glioma dengan frekuensi >75%. Glioma terbagi dua menjadi low grade glioma (LGG) dan high grade glioma (HGG). High grade glioma atau disebut pula malignant glioma mengalami pertumbuhan tumor yang cepat walaupun jarang metastasis ke luar SSP. Glioblastoma multiforme (GBM) diklasifikasikan sebagai HGG WHO grade IV, dengan kejadian sekitar 75 % dari HGG. Dan umumnya terjadi pada usia dewasa dan angka harapan hidup glioblastoma hanya 12-15 bulan.
Secondary Malignancy pasca Radioterapi Fathiya Juwita Hanum; Sri Mutya Sekarutami
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 7, No 2 (2016): Volume 7 No.2 Juli 2016
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (841.991 KB) | DOI: 10.32532/jori.v7i2.48

Abstract

Perkembangan teknologi kedokteran dibidang Radioterapi dalam pengobatan kanker telah berdampak terhadap angka harapan hidup pasien kanker yang menjadi lebih tinggi. Hal ini juga diiringi dengan meningkatnya risiko terjadinya secondary malignancy pasca radiasi. Efek bystander radiasi menyebabkan sel yang tidak menjadi target radiasi, tapi posisinya berdekatan dengan sel target pada saat terjadinya paparan radiasi juga terkena dampak radiasi secara biologis. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk memperbaiki rasio terapeutik pada banyak kasus keganasan yang diterapi dengan radiasi. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemungkinan kontrol lokal pada tumor sekaligus mengurangi efek samping terhadap jaringan sehat disekitarnya yang tidak menjadi target radiasi.
Profil Pasien Kanker Rektum yang Menjalani Radiasi di Departemen Radioterapi RSUPN Cipto Mangunkusumo Periode Tahun 2009-2014 Annisa Febi Indarti; Sri Mutya Sekarutami; Sahat Matondang
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 7, No 1 (2016): Volume 7 No.1 Januari 2016
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1073.457 KB) | DOI: 10.32532/jori.v7i1.38

Abstract

Kanker kolorektal masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia.  Beberapa studi terdahulu melaporkan adanya hubungan antara pemanjangan waktu terapi dengan penurunan kontrol lokal, namun studi-studi tersebut dilakukan pada kasus-kasus keganasan di organ lain.  Untuk  mengetahui profil pasien kanker rektum di Departemen Radioterapi RS Cipto Mangunkusumo dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi, maka dilakukan penelitian ini. Penelitian bersifat retrospektif deskriptif analitik, terhadap 144 pasien kanker rektum yang menjalani radiasi di departemen ini sejak Januari 2009-Januari 2014. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik pasien kanker rektum di Departemen Radioterapi RSCM sama dengan hasil dari berbagai studi sebelumnya, kecuali karakteristik usia. Respons radiasi hanya dapat   dievaluasi pada 7 pasien. Tidak ditemukan korelasi antara OTT dan DTT dengan respons  radiasi. Analisis kesintasan 3 dan 5 tahun masing-masing adalah 65% dan 45%,  dengan median kesintasan 59 bulan.
Korelasi Kadar Albumin Praradiasi dan Hipoksia terhadap Respon Radiasi Karsinoma Nasofaring Stadium Lanjut Lokal Prinka D Adyta; Sri Mutya Sekarutami
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 6, No 2 (2015): Volume 6 No.2 Juli 2015
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (864.133 KB) | DOI: 10.32532/jori.v6i2.34

Abstract

Malnutrisi dan hipoksia merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kegagalan terapi kanker. Malnutrisi timbul akibat patofisiologi kanker maupun sebagai efek samping pengobatan kanker tersebut. Hipoksia sel diketahui menyebabkan radioresistensi terhadap radiasi. Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif terhadap 20 pasien kanker nasofaring stadium lanjut lokal yang menjalani radioterapi di Departemen Radioterapi RSUPN Ciptomangunkusumo dari Desember 2012 - Agustus 2013, dengan menggunakan albumin sebagai parameter malnutrisi yang dicatat dari rekam medik pasien  dan HIF1α sebagai parameter hipoksia yang dianalisa secara imunoperoksidase dari blok paraffin jaringan biopsi tumor. Respon radiasi diukur menggunakan kriteria RECIST dengan membandingkan CT scan sebelum dan 1-2 bulan pasca radiasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa hipoalbuminemia dan hipoksia sel berkorelasi secara bermakna dengan penurunan respon radiasi (p=0,001), dan rendahnya serum albumin berkolerasi bermakna dengan tingkat hipoksia sel (p=0,001).
Radioterapi pada Sarkoma Uterus Yoseph Adi Kristian; Sri Mutya Sekarutami
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 9, No 1 (2018): Volume 9 No.1 Januari 2018
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1257.045 KB) | DOI: 10.32532/jori.v9i1.72

Abstract

Sarkoma uterus merupakan keganasan uterus yang langka. Secara umum tumor ini dianggap memiliki karakter yang agresif dan sering dikaitkan dengan prognosis yang buruk. Walaupun penggunaan radioterapi masih diperdebatkan, terdapat penelitian yang menunjukkan  bahwa radioterapi adjuvan dapat memperbaiki local-regional failure free survival (LRFFS) 5 tahun dari 55.3% menjadi 70.8% serta secara signifikan mampu meningkatkan survival rate. 
Tatalaksana Kanker Prostat Annisa Febi Indarti; Sri Mutya Sekarutami
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 6, No 1 (2015): Volume 6 No.1 Januari 2015
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (856.241 KB) | DOI: 10.32532/jori.v6i1.30

Abstract

Kanker prostat menempati peringkat kelima dari seluruh penyakit kanker tersering di dunia. Manajemen kanker prostat terdiri dari beberapa modalitas, yang dilakukan sebagai terapi tunggal maupun kombinasi dari beberapa modalitas. Suatu standar baru dalam tatalaksana kanker prostat saat ini adalah kombinasi radiasi dan terapi hormonal. Berbagai studi tentang kombinasi terapi telah menunjukkan hasil yang baik, dengan parameter objektif berupa angka kontrol lokal, kesintasan, metastasis jauh dan mortalitas. Namun, selain radiasi, terapi hormonal juga menimbulkan toksisitas yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai tatalaksana kanker prostat dengan fokus pada terapi hormonal.
Peran Radiasi dalam Tatalaksana Karsinoma Adenoid Kistik Orbita Faisal Adam; Sri Mutya Sekarutami
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 4, No 1 (2013): Volume 4 No. 1 Januari 2013
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (422.3 KB) | DOI: 10.32532/jori.v4i1.12

Abstract

Radiasi definitif sebagai terapi Karsinoma Adenoid Kistik (ACC) masih kontroversial. Kebanyakan studi melaporkan peran radiasi sebagai terapi ajuvan pascabedah, oleh karenanya radiasi saja tidak direkomendasikan. Namun, belakangan ini terdapat laporan penggunaan radiasi dengan hasil yang baik disebabkan adanya modalitas tambahan seperti kemoradiasi dan kemajuan teknologi yang memungkinkan teknik Radiasi Stereotaktik (SRT), terutama di daerah dengan banyak organ kritis seperti regio orbita. Berikut kami melaporkan kasus ACC orbita dari kelenjar lakrimal pada anak usia 9 tahun yang mendapatkan SRT dengan dosis 40 Gy dalam 10 fraksi. Tiga bulan pascaradiasi, didapatkan hasil yang cukup baik dengan respon tumor yang signifikan