Articles
KELURUSAN ANOMALI MAGNET BENDA X DI DAERAH Y DARI HASIL REDUKSI KE KUTUB
Ketut Gede Aryawan;
Subarsyah Subarsyah
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 6, No 2 (2008)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (398.3 KB)
|
DOI: 10.32693/jgk.6.2.2008.155
Kita mengalami kesulitan untuk mendeteksi anomali secara langsung dari data medan magnet karena mempunyai polaritas positif dan negatif. Untuk itu diperlukan teknik pemrosesan data magnet untuk memperoleh delineasi pipa yang lebih baik. Pada kasus delineasi pipa gas di laut daerah X, diterapkan teknik reduksi ke kutub (RTP) untuk mengolah data magnet total. Fast Fourier Transform (FFT) diterapkan pada proses transformasi RTP dalam 2-dimensi dan 3-dimensi menggunakan perangkat lunak Matlab dan Magpick. Hasilnya menunjukkan arah dari pipa utara-selatan dan memperlihatkan posisi dari pipa semakin jelas yang diperkirakan tepat berada di bawah puncak kurva anomali. Kata kunci: anomali magnet total, delineasi, reduksi ke kutub, transformasi fourier, klosur. We have the problem to detect anomaly directly from the magnetic field data because it have two polarities, positive and negative. We need a technique of data processing to detect magnetic anomaly better. In the case of gas pipeline delineation in X-area, Reduce to Pole (RTP) technique was applied to process total magnetic data. Fast Fourier Transform (FFT) was applied on RTP transformation process in 2-Dimension and 3-Dimension using Matlab and Magpick softwares. The result indicate that the gas pipeline is north-south direction and the position is under the peak of anomaly curve. Keywords: total magnetic anomaly, delineation, reduce to pole, fast fourier transform, closur.
PENGARUH FREKUENSI GELOMBANG TERHADAP RESOLUSI DAN DELINEASI PERLAPISAN SEDIMEN BAWAH PERMUKAAN DARI DUA INSTRUMEN AKUSTIK YANG BERBEDA DI SUNGAI SAGULIN
Subarsyah Subarsyah;
Muh. Yusuf
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 2, No 2 (2004)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (173.446 KB)
|
DOI: 10.32693/jgk.2.2.2004.114
Implementasi pengukuran kedalaman dasar Sungai Saguling dilakukan dengan menggunakan instrumen akustik dengan keluaran frekuensi yang berbeda. Yang pertama dengan peralatan echosounder Raytheon DE-719 CM berfrekuensi 200 KHz, sedangkan yang kedua dengan menggunakan peralatan StrataboxTM berfrekuensi 10 KHz. Penggunaan kedua instrumen akustik dengan keluaran frekuensi yang berbeda tersebut masing-masing memberikan informasi tersendiri. Peralatan dengan frekuensi tinggi 200 KHz memberikan resolusi dan presisi yang tinggi dalam penentuan kedalaman dasar sungai dengan konsekwensi penetrasi menjadi dangkal, sedangkan peralatan StrataboxTM dengan berfrekuensi 10 KHz memberikan informasi kedalaman, ketebalan sedimen dengan resolusi yang berkurang. Hal ini dipengaruhi faktor lebar beam, seperti munculnya efek difraksi, multiple, dan gelombang yang tidak diinginkan. Bathymetric measurement of Saguling River was using different frequency output of acoustic implemented using acoustic instruments. The first was echosounder Raytheon DE-719 CM with frequency output of 200 KHz, and the second was Stratabox TM with frequency output of 10 KHz. This two acoustic instruments each gives different information. Bathymetric measurement of river with high frequency instrument (200 KHz) improve the resolution and precision of data, but the consequence that penetration become shallow, while measurement using low frequency output (10 KHz) make the penetration become high, but less in resolution, it's influence by width of beam factor, such as the appearance of diffraction, multiple, and others unwanted signal.
INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN ATRIBUT ANOMALI MAGNETIK PERAIRAN WETAR, NUSA TENGGARA TIMUR
Subarsyah Subarsyah;
Lukman Arifin;
Dida Kusnida
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 12, No 1 (2014)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1532.35 KB)
|
DOI: 10.32693/jgk.12.1.2014.242
Struktur geologi yang berkembang di Perairan Wetar berupa Proto-Thrust-Zone, Frontal-Thrust dan Sesar Mendatar. Kelurusan anomali magnetik dikontrol oleh kontras suseptibilitas magnetik dari fenomena geologi. Interpretasi fenomena geologi berdasarkan anomali magnetik memperlihatkan Sesar Naik Wetar yang cukup jelas di bagian selatan, dan berpindah tidak menerus ke bagian timur daerah penelitian akibat Sesar Mendatar. Fenomena geologi lainnya berdasarkan metode horisontal derivatif orde 1 dan analisis sinyal terlihat jelas batas keberadaan tubuh batuan vulkanik. yang teridentifikasi dalam penampang seismik lintasan 5 dan 9. Metode ini cukup baik dalam memetakan struktur bawah permukaan. Di perairan Wetar sebagian anomali magnet tidak bisa diinterpretasikan jika dikorelasikan dengan penampang seismik. Hal ini terkait dengan hipotesis keberadaan paleomagnetik dan kerak Banda bagian selatan yang merupakan lempeng samudera yang terperangkap. Kata Kunci : magnet, horisontal derivatif, anomali, perairan Wetar Geological structures that develop in the Wetar waters are Proto Thrus Zone, Frontal Thrust Zone and Strike Slip Fault. Magnetic lineament controlled by sussceptibility contrast of geological phenomena. Interpretation of geological phenomena based on magnetic anomaly clearly show the strike-slip fault trending in the south, and move discontinuously eastward of the study area due to Strike-Slip Fault. Other geological phenomena clearly identified by horizontal derivative and signal analysis method such as the boundary of volcanic body as seen on seismic section line 5 and 9. These method quite usefull to map subsurface structure. Some part of the magnetic anomaly in the Wetar Waters cannot be interpreted since they are correlated with seismic section. It may be due to the hypothesis of the present of paleomagnetic southern Banda basin assumed as the trapped oceanic crust. Keywords: magnetic, derivative horizontal, anomaly, Wetar waters
PENERAPAN METODA TIE-LINE LEVELLING PADA DATA MAGNET LAPANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI KOREKSI HARIAN
Sahudin Sahudin;
Subarsyah Subarsyah
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 10, No 3 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (606.97 KB)
|
DOI: 10.32693/jgk.10.3.2012.224
Metode Tie-line levelling adalah sebuah teknik yang digunakan untuk menghilangkan perbedaan data karena pengaruh perbedaan waktu pengukuran sehingga lintasan-lintasan survey dengan lintasan-lintasan pengikat (Tie lines) dititik yang sama akan memiliki nilai yang sama ketika berpotongan. Persyaratan utama metode ini yaitu keterdapatan data yang berpotongan yang berfungsi sebagai titik ikat, sehingga dalam setiap survey disarankan selalu melakukan pengambilan data dengan lintasan yang memotong lintasan-lintasan utama. Metode Tie-line leveling cukup efektif diterapkan sebagai alternatif pengganti koreksi variasi harian dalam pengolahan data magnit apabila pengukuran variasi harian tidak dapat dilakukan karena area survey yang terlalu jauh dari lokasi base station. Kata kunci : Anomali magnet total, metode tie-line leveling, koreksi. Tie-line leveling method is a technique used to adjust the data along each survey line so that survey lines and tie lines will have the same values where they intersect. The main method is that have intersection data that used as tie line, so that in each survey data suggested always have taking crossline that cuts survey lines. Tie-line leveling method is effective applied as the alternatif for substitute correction of daily variations in magnetic processing data when daily variation measurements cannot be done because survey area is too large from the base station. Keywords : Total field anomaly, tie-line leveling, correction
PENERAPAN METODE F-K DEMULTIPLE DALAM KASUS ATENUASI WATER-BOTTOM MULTIPLE
Subarsyah Subarsyah;
Sahudin Sahudin
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 11, No 1 (2013)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1951.252 KB)
|
DOI: 10.32693/jgk.11.1.2013.229
Keberadaan water-bottom multiple merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam akuisisi data seismik laut, tentu saja hal ini akan menurunkan tingkat perbandingan sinyal dan noise. Beberapa metode atenuasi telah dikembangkan dalam menekan noise ini. Metode atenuasi multiple diklasifikasikan dalam tiga kelompok meliputi metode dekonvolusi yang mengidentifikasi multiple berdasarkan periodisitasnya, metode filtering yang memisahkan refleksi primer dan multiple dalam domain tertentu (F-K,Tau-P dan Radon domain) serta metode prediksi medan gelombang. Penerapan metode F-K demultiple yang masuk kategori kedua akan diterapkan terhadap data seismik PPPGL tahun 2010 di perairan Teluk Tomini. Atenuasi terhadap water-bottom multiple berhasil dilakukan akan tetapi pada beberapa bagian multiple masih terlihat dengan amplitude relatif lebih kecil. F-K demultiple tidak efektif dalam mereduksi multiple pada offset yang pendek dan multiple pada zona ini yang memberikan kontribusi terhadap keberadaan multiple pada penampang akhir. Kata kunci : F-K demultiple, multiple, atenuasi The presence of water-bottom multiple is unavoidable in marine seismic acquisition, of course, this will reduce signal to noise ratio. Several attenuation methods have been developed to suppress this noise. Multiple attenuation methods are classified into three groups first deconvolution method based on periodicity, second filtering method that separates the primary and multiple reflections in certain domains (FK, Tau-P and the Radon domain) ang the third method based on wavefield prediction. Application of F-K demultiple incoming second category will be applied to the seismic data in 2010 PPPGL at Tomini Gulf waters. Attenuation of the water-bottom multiple successful in reduce multiple but in some parts of seismic section multiple still visible with relatively smaller amplitude. FK demultiple not effective in reducing multiple at near offset and multiple in this zone contribute to the existence of multiple in final section. Key words : F-K demultiple, multiple, attenuation
PEMODELAN 3-D SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT PERAIRAN LANGSA, SELAT MALAKA-SUMATERA UTARA
Budi Nhirwana;
Subarsyah Subarsyah
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 7, No 3 (2009)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1333.252 KB)
|
DOI: 10.32693/jgk.7.3.2009.179
Penyelidikan geomagnet laut di perairan Langsa, Selat Malaka-Sumatera Utara memberikan informasi tentang anomali magnetik akibat distribusi suseptibilitas magnetik di bawahnya. Distribusi suseptibilitas magnetik dapat diperoleh dengan menggunakan teknik pemodelan magnetik 3 dimensi (3-D). Penerapan metode ini pada data anomali magnetik residual perairan Selat Malaka manghasilkan model 3-D suseptibilitas magnetik dengan kisaran nilai -0.15 SI hingga 0.15 SI pada kedalaman 0 hingga 3000 m. Model suseptibilitas magnetik memperlihatkan adanya kelurusan struktur berarah relatif baratdaya-timurlaut yang membagi 2 sumber anomaly yang berada di bawah daerah selidikan. Diperkirakan adanya batuan diamagnetik dan batuan intrusif yang menjadi sumber anomali bawah permukaan daerah selidikan yang secara geografis terletak pada daerah cekungan busur belakang Sumatera Utara. Kata kunci : anomali magnetik, suseptibilitas magnetik, model inversi, Selat Malaka. Marine geomagnetic survey in Langsa Waters, Malaka Strait-North Sumatra provides information on the magnetic anomaly caused by magnetic susceptibility distribution underneath. Magnetic susceptibility model can be derived using 3-D geomagnetic inversion technique. The application of this method for residual magnetic anomaly data obtained from North Sumatra waters resulting 3-D of magnetic susceptibility model ranging from -0.15 – 0.15 SI at depth between 0 - 3000 m. Magnetic susceptibility model shows the present of structure lineation directing relatively southwest-northeast dividing two anomaly sources beneath investigated area. It is suggested that there are diamagnetic substance and intrusive rocks as anomaly source beneath the surveyed area where geographically located at fore arc basin area of North Sumatra. Keywords: magnetic anomaly, magnetic susceptibility, inverse modeling, Malaka Strait
PERBAIKAN CITRA PENAMPANG SEISMIK MENGGUNAKAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE : APLIKASI TERHADAP DATA SEISMIK PERAIRAN WAIGEO
Subarsyah Subarsyah;
Yulinar Firdaus
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 13, No 2 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (3879.467 KB)
|
DOI: 10.32693/jgk.13.2.2015.267
Kenampakan struktur geologi dan kontinuitas reflektor pada penampang seismik seringkali tidak teridentifikasi ketika data seismik di stack menggunakan metode stacking konvensional, terutama untuk data dengan jumlah fold coverage yang kecil. Data seismik Puslitbang Geologi Kelautan yang diperoleh pada Mei 2015, di Perairan Timur Pulau Waigeo, memiliki fold coverage yang relatif rendah sekitar 20. Untuk meningkatkan kualitas penampang seismik pada data ini perlu diterapkan metode Common Reflection Surface(CRS) sehingga interpretasi struktur geologi lebih mudah dan kontinuitas reflektor lebih baik. Metode ini diaplikasikan terhadap data seismik lintasan 6 dan 37. Penerapan metode CRS memberikan perbaikan pada citra penampang seismik terutama pada bagian basement akustik dan kontinuitas reflektor. Metode ini memberikan citra penampang seismik yang relatif lebih baik dibandingkan metode stacking konvensional karena metode CRS melibatkan trace seismik dari CDP di sekitarnya sesuai dengan besar parameter aperturnya. Kata kunci CRS Stack, CRS Attribut dan Paraxial Geological structure and reflector continuity on seismic section are often not clearly identified when the seismic data stacked use conventional stacking, especially seismic data with small fold coverage. Seismics data of Puslitbang Geologi Kelautan, that have been acquired on Mei 2015,in eastern part of Waigeo Island, have small number of fold coverage about 20. To enhance quality of seismic section on this data, it is necessary to apply Common Reflection Surface (CRS) method, in order to make geological structure interpretation easier dan better reflector continuity. This method applied to seismic data line 6 and 37. This application gives enhancement to seismic section especially at acoustic basement and reflector continuity. CRS method gives better seismic section than conventional stacking due to stacking process that involve seismic trace around the CDP along its aperture size. Keywords: CRS Stack, CRS Attribut and Paraxial
PENGGUNAAN METODE ANALISIS SINYAL DALAM INTERPRETASI DATA MAGNET DI PERAIRAN SELAT SUNDA UNTUK MENENTUKAN ARAH DAN POSISI PIPA BAWAH LAUT
Subarsyah Subarsyah;
Budi Nhirwana
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 9, No 1 (2011)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1256.84 KB)
|
DOI: 10.32693/jgk.9.1.2011.199
Penentuan arah dan posisi pipa bawah laut dengan menggunakan data magnetik seringkali mengalami kesulitan dikarenakan data yang didapat tidak selalu ideal seperti yang diharapkan. Oleh karenanya diperlukan metoda yang dapat memberikan informasi posisi dan arah pipa. Analisis sinyal merupakan metoda yang akan diterapkan untuk membantu penentuan posisi dan arah pipa bawah laut. Informasi yang digunakan dalam metoda ini adalah horizontal dan vertical derivative yang erat kaitannya dengan nilai gradien anomali magnetik, sehingga data yang memiliki nilai anomali magnetik akan terlihat lebih jelas dibandingkan dengan area sekitarnya. Kata kunci : analisis sinyal, derivative. Determination of direction and position of the underwater pipeline by using magnetic data often have difficulty because the data obtained are not always ideal as expected. Therefore it is needed a method that can provide the position and also direction of underwater pipeline. Signal analysis is the method to be applied to determine the position and direction of the underwater pipeline. Information used in this methods are horizontal and vertical derivatives that closely related to the gradient of the magnetic anomalies, so that the data has a value of magnetic anomalies will be seen more clearly expose than the surrounding area. Keywords : signal analysis, derivative.
IDENTIFIKASI SUB-CEKUNGAN DI CEKUNGAN TOMINI BAGIAN SELATAN, BERDASARKAN PENAMPANG SEISMIK 2D DAN ANOMALI GAYA BERAT
Subarsyah Subarsyah;
Sahudin Sahudin
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 8, No 2 (2010)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (4255.494 KB)
|
DOI: 10.32693/jgk.8.2.2010.190
Sub-cekungan di Cekungan Tomini dapat diidentifikasi dari penampang seismik di lintasan 28, 30, 32 dan data anomali gayaberat. Dengan mengkorelasikan kedua data tersebut maka dapat diperlihatkan batas sub cekungan. Batas tepian cekungan berada pada anomali gaya berat antara 80 sampai -80 mgal. Berdasarkan data seismik ketebalan sedimen di sub cekungan ini relatif menebal ke arah barat, begitu juga dengan luas dari sub cekungan ini yang meluas ke arah barat. Secara umum ketebalan sedimen di sub- cekungan ini lebih tebal dibanding sub cekungan di bagian utara. Kata Kunci : Sub-cekungan, penampang seismik, anomali gaya berat, Tomini. Sub-basin in the Basin Tomini can be identified from the seismic section in track 28, 30, 32 and gravity anomaly data. By correlating the data, it can be shown sub-basin boundary. Limits marginal basin located on the gravity anomaly between 80 to -80 mgal. Based on seismic data in the sub-basin sediment thickness is relatively thick to the west, as well as the extent of this sub-basin that extends to the west. In general, the thickness of sediment in the sub basin is thicker than the sub-basins in the northern part. Keywords: sub-basin, seismic section, gravity anomaly, Tomini.
ATENUASI WATER-BOTTOM MULTIPLE DENGAN METODE TRANSFORMASI PARABOLIC RADON
Subarsyah Subarsyah;
Tumpal Benhard Nainggolan
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 12, No 3 (2014)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1088.164 KB)
|
DOI: 10.32693/jgk.12.3.2014.254
Interferensi water-bottom multipel terhadap reflektor primer menimbulkan efek bersifat destruktif yang menyebabkan penampang seismik menjadi tidak tepat akibat kehadiran reflektor semu. Teknik demultiple perlu diaplikasikan untuk mengatenuasi multipel. Transformasi parabolic radon merupakan teknik atenuasi multipel dengan metode pemisahan dalam domain radon. Multipel sering teridentifikasi pada penampang seismik. Untuk memperbaiki penampang seismik akan dilakukan dengan metode transformasi parabolic radon. Penerapan metode ini mengakibatkan reflektor multipel melemah dan tereduksi setelah dilakukan muting dalam domain radon terhadap zona multipel. Beberapa reflektor primer juga ikut melemah akibat pemisahan dalam domain radon yang kurang optimal, pemisahan akan optimal membutuhkan distribusi offset yang lebar. Kata kunci: Parabolic radon, multipel, atenuasi Water-bottom mutiple interference often destructively interfere with primary reflection that led to incorrect seismic section due to presence apparent reflector. Demultiple techniques need to be applied to attenuate the multiple. Parabolic Radon transform is demultiple attenuation technique that separate multiple and primary in radon domain. Water-bottom mutiple ussualy appear and easly identified on seismic data, parabolic radon transform applied to improve the seismic section. Application of this method to data showing multiple reflectors weakened and reduced after muting multiple zones in the radon domain. Some of the primary reflector also weakened due to bad separation in radon domain, optimal separation will require a wide distribution of offsets. Keywords: Parabolic radon, multiple, attenuation