Agni Saraswati
Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Apa Kabarmu Kartun Karikatur Indonesia? Agni Saraswati
Ars: Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 1, No 13: Mei-Agustus 2011
Publisher : Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/ars.v1i13.132

Abstract

Caricature is a kind of picture or a mockery cartoon which containing message or insinuation formed by deformation process to the original figure. Good caricature contained satire, distortion and ethics with usage of word or even without word at all. In real life, caricature become one of media alternative of protesting and criticize situation.Keywords: caricature, mockery cartoon, insinuation, satire
PENGARUH FILM TIM BURTON DALAM LUKISAN agni saraswati S1
Saraswati Jurnal Mahasiswa Seni Murni
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/srs.v0i0.161

Abstract

Tugas akhir ini mengangkat tentang pengaruh fantasi film Tim Burtonterhadap penonton, yang diwujudkan dalam visualisasi karya lukisan. Berangkatdari kegemaran pribadi dalam menikmati film-film Tim Burton membuat penulisterinspirasi untuk mengangkatnya sebagai gagasan berkarya.Tim Burton merupakan seorang sutradara dan animator yangmenghasilkan aliran film tertentu secara kontinyu. Karya-karyanya dipengaruhioleh gaya ekspresionis Jerman, yang sebenarnya memajukan tradisi seni Gothicdengan meneruskannya sebagai sebuah aliran film.Pada film, pemakaian bayangan, kontras yang keras, serta warna hitam danputih, menghasilkan efek Gothic yang mampu membangkitkan perasaan terortanpa benar-benar menunjukkan sesuatu yang mengerikan. Unsur tersebut terlihatjelas pada film Tim yang identik dengan visualisasi karakter dan setting yanggelap, serta tema-tema kematian yang membuat filmnya dianggap kurang sesuaibagi penonton di bawah umur.Film Tim memang kaya efek visual yang menyajikan sebuah tontonanunik sehingga mampu membuat penonton ikut bermain dan berfantasi layaknyaanak kecil. Sehingga setelah melihat filmnya terkadang kita akan takut danberandai-andai bahwa apa yang dilihat adalah sebuah kenyataan. Hal ini pun dapatmengakibatkan perubahan sifat dan tingkah laku penonton, serta sulitnyaberadaptasi dengan realitas yang ada karena terciptanya imajinasi baru yangmengaburkan batasan antara kenyataan dan fantasi.Imajinasi baru yang dirasakan penulis mendorong penciptaan bentukkarakter baru yang bersumber dari dunia nyata atau fantasi, serta penggambaransuasana baru yang bersifat nyata dan fantasi. Ide tersebutlah yang dipakai sebagaikonsep awal bentuknya, sampai akhirnya memunculkan gagasan kritis tentangpengaruh menonton tayangan film secara berlebihan sebagai konsep penciptaan.Berbagai pengaruh tersebut diolah dan dikaitkan dengan pengalamanpribadi penulis. Sehingga karya yang diciptakan bercerita mengenai pengaruhfantasi yang dirasakan setelah melihat film Tim Burton yang divisualisasikandalam bentuk karakter baru yang sesuai dengan interpretasi penulis.Kata kunci: Tim Burton, Seni Gothic, aliran Ekspresionis Jerman, film,penonton, fantasi
Seni Instalasi Karya Heri Dono Sebagai Pertunjukan Agni Saraswati
Journal of Contemporary Indonesian Art Vol 1, No 2 (2015)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jocia.v1i2.1755

Abstract

Seni instalasi mulai berkembang pada tahun 70-an. Seni instalasi merupakan karya seni yang menciptakan kondisi kehadiran bagi penonton untuk mengelilingi, memasuki, dan merasakan objek secara langsung. Seni instalasi menggabungkan berbagai media dan genre seni, sehingga dapat mencakup elemen visual, suara, dan kinetik. Seni instalasi mampu membangkitkan persepsi penonton lebih kuat daripada bentuk seni yang lain. Penelitian mengambil topik Seni Instalasi sebagai Pertunjukan. Studi kasus adalah seni instalasi S.O.S Rescue Me (2015) dan Fermentation of Nose (2011-2015) karya Heri Dono. Penelitian menggunakan pendekatan teori seni sebagai pertunjukan oleh David Davies (2004) dan teori seni instalasi oleh Claire Bishop (2005). Metode yang digunakan adalah metode analisis kualitatif Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman. Penelitian dilakukan untuk mengetahui latar belakang seniman membangun konsep dan mempresentasikan seni instalasi sebagai sebuah pertunjukan. Heri Dono membangun konsep karya instalasinya melalui konsep fermentasi. Kreativitas terlihat melalui adanya manipulasi media yang dilakukan seniman untuk menyampaikan isi karya kepada penonton. Seni instalasi, seperti bentuk seni yang lain, merupakan sebuah pertunjukan. Seni instalasi dibuat untuk memberikan pengalaman melihat yang berbeda bagi penonton. Karya Heri Dono mampu membangkitkan persepsi dan memprovokasi penonton untuk berpikir kembali tentang berbagai isu hari ini.Kata kunci: seni instalasi, persepsi, pertunjukan, proses kreatif, manipulasi media
Desain karakter film animasi Raya and The Last Dragon dalam membangun politik identitas Asia Tenggara Agni Saraswati; Kathryn Widhiyanti; Nindya Galuh Fatmawati
Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 5 No. 2 (2021): Oktober
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/satwika.v5i2.17587

Abstract

Raya and the Last Dragon merupakan salah satu film animasi dari Walt Disney Studio yang dirilis pada awal 2021. Film tersebut menceritakan petualangan tokoh bernama Raya di negeri Kumandra yang mencari naga untuk membasmi musuh dan menyelamatkan dunia. Dalam film tersebut terlihat elemen kuat warna, aset, latar belakang, nilai-nilai kehidupan, kebiasaan, dan adat istiadat yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat di Asia Tenggara. Dilihat dari indikasi tersebut, maka terdapat politik identitas yang mencerminkan bangsa di wilayah Asia Tenggara. Penelitian ini bertujuan meneliti bagaimana politik identitas terbentuk dan mempengaruhi persepsi penonton dalam mengapresiasi kebudayaan Asia Tenggara. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan dianalisis menggunakan teori politik identitas. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa politik identitas yang dibangun melalui penceritaan nilai kehidupan, desain aset, dan desain karakter tokoh film Raya and the Last Dragon telah berhasil membangun persepsi tentang Asia Tenggara, sebagai bangsa yang berkebudayaan dan berkarakter dengan nilai-nilai spiritualitas untuk hidup berdampingan dengan bangsa lain, makhluk hidup, dan alam semesta.  Namun, ketiadaan pengisi suara yang berasal dari Asia Tenggara pada film yang pertama  kali rilis menggunakan bahasa Inggris menyebabkan hilangnya unsur “rasa memiliki” bagi penonton.  Film ini menjadi penanda penting dalam politik dagang Amerika di wilayah Asia, di mana peluncuran film terjadi di saat bersamaan dengan banyaknya tragedi Asian Hate di wilayah Amerika dan Eropa.   Raya and the Last Dragon is one of the Walt Disney Animation Studio films released in early 2021. The film tells the adventures of a character named Raya in the land of Kumandra who is looking for dragons to eradicate enemies and save the world. The film shows strong elements of color, background, assets, attributes, life values, habits, and customs which are very close to the daily lives of people in Southeast Asia. Based on these indications, there is an identity politics that reflects the nation in Southeast Asian region. This study aims to examine how identity politics is formed and influences the audience's perception of appreciating Southeast Asian culture. The research method uses a qualitative approach and analyzed using the theory of identity politics. Results of the study conclude that identity politics built through values of life, asset design, and character design for the film Raya and the Last Dragon has succeeded in building perceptions about Southeast Asia, as a cultured and characterized nation with spiritual values to coexist with other nations, living things, and the universe. However, the absence of an Asian voice actor in the film, which was first released in English, caused the audience to lose the element of a sense of belonging. This film became an important mark in American trade politics in the Southeast Asian region, where the film's release occurred at the same time as the many Asian Hate tragedies in American and Europe. 
Penyuluhan Seni Branding dan Identitas Kelompok Seni “Adhikari Creations” Tegar Andito; Agni Saraswati; Elatulada Catur Tama
Jurnal Pengabdian Seni Vol 1, No 2 (2020): NOVEMBER 2020
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jas.v1i2.4712

Abstract

Adhikari Creations adalah sebuah UMKM kerajinan tangan yang memproduksi produk-produk sablon manual dengan diterapkan pada bantal, wall art, planter, dan bucket dengan visual yang umumnya berupa decorative quotes. Segmentasi pasar dari produk-produk Adhikari Creations adalah penggemar decorative quotes di mana umumnya adalah masyarakat menengah ke atas. Selain melayani pesanan perorangan, sejumlah pelanggan korporat juga menjadi pelanggan tetap dari Adhikari Creaton. Dalam mempromosikan produknya, Adhikari Creations memanfaatkan sosial media Instagram sebagai media utamanya. Walaupun sudah dikenal masyarakat, Adhikari Creations masih belum memiliki logo yang konsisten. Pemosisian diri sebagai white label company dan penitikberatan pada produksi membuat penanganan branding tidak menjadi prioritas. Selain itu, penggunaan logo yang tidak konsisten juga disebabkan oleh ketiadaan dokumen standar sistem identitas untuk menjaga konsistensi identitas. Walaupun memposisikan diri sebagai white label company, namun branding dan identitas tetap diperlukan konsistensinya untuk keperluan-keperluan yang berkaitan dengan perangkat teknis administratif seperti stempel, kop surat, maupun nota. Dari permasalahan tersebut, pengabdian masyarakat ini menawarkan solusi berupa penyuluhan seni mengenai pentingnya branding dan identitas, serta pendampingan dalam redesain logo untuk menghasilkan logo yang dapat digunakan secara konsisten. Adhikari Cretions is a handicraft home industry that produces manual screen print products showing decorative quotes that applied on pillows, wall art, planters, and buckets. Market segmentation of Adhikari Creations are decorative quotes enthusiast, upper middle class, and some corporates. To promote its products, Adhikari Creations shows their products mainly on Instagram. Although it already well known amongst certain groups of people, Adhikari Creations do not have consistent logo. Adhikari Creations positioned itself as white label company, so for it, branding is least priority. Beside those things, the lack of document for branding system standards causes this inconsistency. Although branding and identity can be prioritized less, especially for white label companies, it still important for some administrative purpose e.g. header for letters, stamp, and invoices. From that problems, this community service offers solution in form of art counseling about importance of branding and identity, also accompaniment in logo redesign to make a new logo that will be used consistently.
Penerapan Pola Komunikasi Soft Selling melalui Storytelling dalam Film Iklan “Metamorfodream” Dewi, Nuria Indah Kurnia; Saraswati, Agni; Furqon, Audrey Nafisa Falihah
ANDHARUPA: Jurnal Desain Komunikasi Visual & Multimedia Vol. 8 No. 02 (2022): June 2022
Publisher : Dian Nuswantoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33633/andharupa.v8i02.5270

Abstract

Abstrak Prodi D3 Animasi ISI Yogyakarta (Prodi Animasi) sebagai lembaga pendidikan pencetak pekerja seni dalam bidang animasi perlu melakukan proses diseminasi yang berkesinambungan sebagai upaya untuk meningkatkan animo masyarakat. Terkait tujuan tersebut, Prodi Animasi memerlukan sebuah media diseminasi komunikasi yang relevan dengan perkembangan zaman, sesuai dengan latar belakang target audiens, serta mampu merepresentasikan karakter Prodi Animasi itu sendiri. Berdasarkan kriteria tersebut, maka film iklan animasi berjudul “Metamorfodream” dipilih sebagai sebuah model media diseminasi. Film iklan ini dirancang dengan memadukan unsur storytelling dan periklanan sehingga menghasilkan iklan dengan pola komunikasi soft selling. Landasan teori yang digunakan adalah teori film animasi oleh Jean Ann Wright dan konsep mengenai identitas brand oleh Derrick Chong serta teori penceritaan Struktur Tiga Babak oleh Weels Root. Metode penciptaan yang dipakai adalah proses penciptaan kreatif oleh Graham Wallas. Tujuan penelitian ini difokuskan untuk mengetahui bagaimana penerapan pola komunikasi soft selling melalui storytelling dalam film iklan Metamorfodream, di mana unsur storytelling akan digunakan dalam membangun bahasa komunikasi sehingga iklan yang dihasilkan akan bersifat soft selling sehingga dapat dinikmati sebagai sebuah karya film. Kata Kunci: diseminasi, film iklan animasi, storytelling, soft selling AbstractAs an educational institution that produces art workers, the Animation Program in the Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta needs to carry out a continuous dissemination process to increase public interest. Related to this goal, the Animation Program requires a communicative dissemination medium that is relevant to the times and suitable to the audience's background. It should be able to represent the character of the Animation Study Program itself. Based on these criteria, the animated advertising film entitled “Metamorphodream” was chosen as a media dissemination model. This advertising film is designed by combining storytelling and advertising elements, so as to produce advertisements with soft-selling communication type. The theoretical basis used is the theory of animated films by Jean Ann Wright, the concept of brand identity by Derrick Chong, and the theory of storytelling in Three Acts Structure by Weels Root. The method of creation used is the creative creation process by Graham Wallas. This research aims to know how soft- selling communication patterns can be applied through storytelling in the Metamorphodream advertising film. Storytelling elements will be used in building a communication language so that the resulting advertisements will be soft selling so that they can be enjoyed as a film. Keywords: animated advertising films, concept art, dissemination, storytelling
Religiosity Values: Narrative and Cinematic Analysis in Japanese Slice of Life Film Wood Job! Saraswati, Agni; Fatmawati, Nindya Galuh
Journal of Urban Society's Arts Vol 12, No 1 (2025): April 2025
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v12i1.14944

Abstract

Being religious or “menjadi religius” is a stage above the phase of having a religion, namely “religion”. Faith and obedience to religion can be seen in the manners of daily life not only in rituals. It gives an understanding of goodness, equality, humanity, and justice for others, not only in humans but also in nature. Through its narrative and cinematic aspects, the film can provide answers to problems in life, especially regarding religious knowledge and philosophy of life. The purpose of the study is to find out how Wood Job! (2014) film can provide an immersive experience for the audience. The research methodology involves a multidimensional approach of filmology that includes the narrative (dialogue) and cinematic (mise en scene) languages to see depictions and fragments of daily humanistic life full of religious values. The theoretical approach is David Morgan’s theory of three general modes of embodiment consisting of sacred visual constructions, namely ‘the body before the image, body in the image, and body beyond the image’ in the Religious Studies. The film contains 62 scenes which have 11 scenes depicting religious values in everyday life through its dialogue and mise en scene. This film illustrates religious values in accordance with Shinto beliefs. The result shows ‘the body in the image’ from Yuki’s attitude and ‘the body beyond the image’ from the attitude of the people in Kamusari can be seen in 17,7% from the total scenes. Nilai-Nilai Religiositas: Analisis Naratif dan Sinematik dalam Film Jepang Slice of Life Wood Job! Being religious atau “menjadi religius” merupakan tahap di atas fase having religion, yaitu “beragama”. Beriman dan ketaatan pada agama terlihat dari budi pekerti kehidupan sehari-hari tidak hanya sebatas ritual, namun dapat melahirkan pemahaman kebaikan, kesetaraan, kemanusiaan, dan keadilan kepada sesama makhluk tidak hanya pada manusia namun juga pada alam. Film, baik melalui aspek naratif maupun sinematiknya, mampu memberikan jawaban atas permasalahan hidup, khususnya pengetahuan agama dan filosofi hidup. Tujuan penelitian membedah film Jepang, bergenre drama slice of life, berjudul Wood Job! dianggap mampu memberikan pengalaman mendalam bagi penonton. Metodologi penelitian ini melibatkan pendekatan multidimensi yang mencakup bahasa naratif (dialog) dan sinematik (mise en scene) untuk melihat penggambaran dan penggalan kehidupan sehari-hari yang humanis sarat akan nilai religiusitas. Teori yang digunakan adalah teori religi David Morgan mengenai tiga mode umum perwujudan konstruksi visual sakral, yaitu the body before the image, body in the image, dan body beyond the image dalam Religious Studies. Terdapat total 62 scene yang mencakup 11 scene menggambarkan nilai religiositas dalam keseharian melalui dialog dan mise en scene. Film menampilkan nilai religi yang sesuai dengan kepercayaan Shinto. Hasil penelitian menunjukkan dua mode perwujudan konstruksi visual sakral, the body in the image terlihat dari sikap Yuki dan the body beyond the image terlihat dari sikap masyarakat yang memiliki keyakinan sama di Kamusari yang tercermin dalam 17,7% scene dari keseluruhan total scene.
Penciptaan Produk Eksklusif Melalui Aplikasi Material dan Tekstur Pada Karya Fotograf Irwandi, Irwandi; Saraswati, Agni; Dewi, Erna Kusuma
PANGGUNG Vol 34 No 2 (2024): Estetika, Budaya Material, dan Komodifikasi Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v34i2.3514

Abstract

This research is an effort to synthesize, explore and experiment to formulate photographic products of applied art by combining aspects of photographic art and aspects of painting. Concretely, through this research, digital photo printing will be carried out on paper and canvas media which in the next stage will be applied with painting materials and techniques to get an exclusive impression. The physical consumption of photography is now increasingly focused on meeting domestic and artistic needs. The results of observations show that the texture in the painting has its own visual strength, which is not found in photographic works. The main question of this research is how to select, digitally print photos on certain media, and apply materials and painting techniques to produce unique, exclusive, and characteristic photo works through the application of materials and painting techniques. The innovation resulting from this research is a working model to increase the value of photo prints in society by adding textural elements resulting from the touch of a hand. The creative method for creating works refers to Graham Wallas in The Art of Thoughts which consists of stages: preparation, incubation, illumination and verification. The product will be analyzed by using Otto Ocvirk’s theory in Art Fundamentals Theory and Practice. He discusses that texture gives the illusion of a touch effect so that the surface character looks real. It is found that applying resin to photos printed on paper has a positive impact and corresponds to the illusory effect to be achieved. Keywords: texture, photograph, exclusive product
OPTIMISME MASA DEPAN DAN IDE PENAKLUKAN DALAM KARYA BEEPLE Saraswati, Agni; Fatmawati, Nindya Galuh
Jurnal Senirupa Warna Vol. 12 No. 1 (2024): Menjelajahi batas-batas baru
Publisher : Faculty of Arts and Design, Jakarta Institute of the Arts

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36806/jsrw.v12i1.214

Abstract

Human One merupakan karya seni instalasi berupa patung video kinetik yang terdiri atas 4 layar LED karya seniman Amerika, Beeple. Sejak dipamerkan pada tahun 2021, karya ini sukses menarik perhatian dunia karena karakternya dianggap sebagai orang pertama yang lahir di dalam Metaverse. Penelitian bertujuan untuk menganalisis konsep karya dari segi komentar sosial dan representasi psikologis dari Human One karya Beeple. Studi dilakukan untuk mengeksplorasi visual karakter sosok astronot dan representasi psikologis yang menyembunyikan narasi mengenai pencerahan sekaligus penaklukan alam oleh manusia. Penelitian menguak bagaimana Human One secara kritis menantang ego sekaligus spiritual manusia. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mengkaji objek masalah yang kemudian dianalisis menggunakan pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa astronot merepresentasikan adanya keinginan penaklukan yang dikuasai ego manusia, namun terdapat individuation process yang dilalui manusia untuk memperoleh pencerahan, sesuai dengan teori psikologi analitik Carl Gustav Jung. Terdapat beberapa arketipe yang terlihat dominan dari karya tersebut, antara lain persona, shadow, dan hero.