Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

VALIDASI LUAS PERIODIK DAN PENENTUAN LUAS POTENSI TAMBAK DI KABUPATEN LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Mudian Paena; Akhmad Mustafa; Hasnawi Hasnawi; Rachmansyah Rachmansyah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (461.051 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.1.2008.137-146

Abstract

Wilayah pesisir merupakan daerah yang menerima beban terberat dalam pembangunan regional, sebagai konsekuensinya maka pengaturan pemanfaatan ruang pesisir harus berorientasi pada potensi dan daya dukung lahan yang berbasis Intergrated Coastal Zone Management (ICZM) yaitu suatu kesatuan sistem yang terintegrasi yang memiliki hubungan terhadap tujuan lokal, regional, nasional, dan internasional. Kedepan sangat diharapkan Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan dalam mengembangkan wilayah pesisirnya juga merujuk pada konsep pengelolaan terpadu dan terintegrasi sehingga tercipta pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan tanpa konflik sektoral. Oleh karena itu, dilakukan kajian untuk mendapatkan data aktual dari berbagai sektor termasuk perikanan dan kelautan, antara lain adalah validasi data luas periodik dan potensi lahan tambak. Kajian ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. Citra satelit yang digunakan adalah Landsat-7 ETM+ akuisisi 2002 dan 2005. Hasil kajian menunjukkan bahwa luas tambak di Kabupaten Luwu Utara tahun 2002 dan 2005 masing-masing 4.938,84 ha dan 7.838,94 ha; sedangkan potensi lahan tambak sebesar 15.444,15 ha.Coastal zone is dumping area in regional development, it need regulation of utilization of coastal zone that oriented on the potential and carrying capacity based on Integrated Coastal Zone Management (ICZM). ICZM is an integration of unity system have relation to local goals, regional and international. In the future, North Luwu Regency, South Sulawesi Province will develop its coastal zone based on concept of ICZM to find sustainability management of coastal zone without sector conflict. Hence, it conduct a study to find actual data of some sectors including fisheries and marine, i.e. data of temporal area and potential area of brackish water ponds. Remote sensing technology and geographical information system were used in this study. Image satellite was used are Landsat-7 ETM+ acquisition 2002 and 2005. The result of study show that area of brackish water ponds in North Luwu Regency in 2002 and 2005 are 4,938.84 ha and 7,838.94 ha, respectively with potential area is 15,444.15 ha.
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA TAMBAK DI KABUPATEN PINRANG PROVINSI SULAWESI SELATAN Akhmad Mustafa; Hasnawi Hasnawi; Mudian Paena; Rachmansyah Rachmansyah; Jesmond Sammut
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2021.76 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.2.2008.241-261

Abstract

Kabupaten Pinrang memiliki tambak terluas di Provinsi Sulawesi Selatan, tetapi produktivitas tambaknya masih relatif rendah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk menentukan kesesuaian lahan, faktor pembatas, dan rekomendasi pengelolaan budidaya tambak sebagai salah satu upaya peningkatan produktivitas tambak di Kabupaten Pinrang. Faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan kesesuaian lahan budidaya tambak, meliputi: faktor-faktor hidrologi dan topografi lahan, kondisi tanah, kualitas air, dan iklim. Kualitas air diamati pada musim hujan dan musim kemarau. Analisis spasial dalam Sistem Informasi Geografis digunakan dalam penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya tambak di Kabupaten Pinrang. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari luas total tambak di Kabupaten Pinrang, 15.026,2 ha ternyata 7.389,4 ha tergolong sangat sesuai (kelas S1); 1.235,1 ha tambak tergolong cukup sesuai (kelas S2); 3.229,0 ha tambak tergolong sesuai marjinal (kelas S3); dan 3.102,7 ha tergolong tidak sesuai (kelas N) pada musim hujan dan 7.119,8 ha tergolong kelas S1; 4.908,6 ha tergolong kelas S2; 1.606,9 ha tergolong kelas S3; dan 1.390,9 ha tergolong kelas N pada musim kemarau. Sebagai faktor pembatas utama kesesuaian tambak di Kabupaten Pinrang pada musim hujan adalah banjir di sekitar muara Sungai Saddang, sedangkan salinitas menjadi faktor pembatas utama pada musim kemarau. Faktor pembatas lain secara umum adalah jarak sumber air yang jauh, kesuburan tanah yang relatif rendah, pH tanah yang rendah pada tempat tertentu, serta tekstur tanah yang tergolong kasar pada tempat tertentu pula.Pinrang Regency has the largest brackishwater aquaculture pond area in South Sulawesi Province, but it’s productivity is consistently low. A land evaluation program was implemented to determine land suitability and limiting factors for brackishwater pond production as an effort to elevate productivity and to propose appropriate management practices. The study assessed land suitability for brackishwater ponds based on the local hydrology and topography, soil conditions, water quality, and climate. Water quality was measured in rainy and dry seasons. Field data were analyzed using Geographical Information Systems to determine land suitability for brackishwater ponds. The results showed that of the total of 15,026.2 ha of farmed land; 7,389.4 ha were classified as highly suitable; 1,235.7 ha were moderately suitable. 3,229.0 ha were marginally suitable; and 3,102.7 ha fall into the unsuitable category in the rainy season. In the dry season; 7,119.8 ha were highly suitable; 4,908.6 ha were moderately suitable; 1,606.9 ha were marginally suitable and 1,390.9 ha were considered unsuitable. The differences in the area for each suitability class between seasons were attributed to the flooding problems close to the mouth of the Saddang River in the rainy season and increasing pond salinity in some areas during
KARAKTERISTIK, KESESUAIAN, DAN PENGELOLAAN LAHAN TAMBAK DI KOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH Rachmansyah Rachmansyah; Akhmad Mustafa; Mudian Paena
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.909 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.3.2010.505-521

Abstract

Kota Pekalongan memiliki lahan tambak yang produktivitas tambaknya masih tergolong relatif rendah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik lahan dalam upaya menentukan kesesuaian dan pengelolaan lahan untuk budidaya tambak demi peningkatan produktivitas tambak di Kota Pekalongan. Faktor yang dipertimbangkan dalam mengetahui karakteristik lahan adalah: tanah, topografi, hidrologi, vegetasi, dan iklim. Analisis spasial dalam Sistem Informasi Geografis digunakan dalam penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya tambak. Pengelolaan lahan ditentukan berdasarkan karakteristik lahan yang disesuaikan dengan teknologi dan komoditas yang dapat diaplikasikan di tambak. Tanah tambak di Kota Pekalongan tergolong tanah aluvial non-sulfat masam yang tidak memiliki potensi kemasaman tanah yang tinggi dan sebagian kecil tanah sulfat masam. Sumber air laut untuk tambak tergolong agak keruh dan salinitas air tambak cukup bervariasi sebagai akibat adanya sumber air tawar yang berasal dari Sungai Pekalongan dan sodetan. Vegetasi bakau adalah jenis vegetasi yang dominan di kawasan tambak sebab adanya Program GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) di Kota Pekalongan. Curah hujan di Kota Pekalongan sebesar 2.300 mm/tahun di mana curah hujan yang rendah dijumpai pada bulan Juli sampai Oktober. Di kawasan pesisir Kota Pekalongan dijumpai tambak, sawah, sawah terintrusi, dan pemukiman yang luasnya masing-masing 332,29; 372,53; 183,83; dan 619,73 ha. Dari luas tambak yang ada di Kota Pekalongan, yaitu 331,292 ha ternyata tidak ada tambak yang tergolong sangat sesuai (kelas S1), 191,856 ha tergolong cukup sesuai (kelas S2) dan 140,436 ha tergolong kurang sesuai (kelas S3). Pada areal yang mengandung unsur atau senyawa penyebab kemasaman yang tinggi disarankan untuk melakukan upaya perbaikan tanah terlebih dahulu berupa remediasi, pemberian pupuk yang mengandung nitrogen pada areal yang memiliki rasio C:N tanah yang tinggi serta pemberian pupuk kandang pada tanah yang mengandung liat lebih besar 60% dan bahan organik kurang dari 8%.Pekalongan City has brackishwater ponds with low productivity. Hence, a survey was conducted to know land characteristics as an effort to determine land suitability and land management to increase the productivity of brackishwater ponds in Pekalongan City, Central Java Province. Factors considered to determine the characteristics of land were soil, topography, hydrology, vegetation, and climate. Spatial analysis in Geographical Information System was used to determine land suitability for brackishwater ponds. Land management was determined based on the characteristics of land conditioned to the types of technology and commodity applied in the brackishwater ponds. Soil of brackishwater ponds in Pekalongan City was dominated by alluvial non-acid sulfate soil in large areas and acid sulfate soil in small areas. Source of sea water for brackishwater ponds has high turbidity and high variation of salinity due to presence of freshwater supply from Pekalongan River and man made canals. Mangrove vegetation is dominant in the coastal area of Pekalongan City, because the presence of GERHAN (National Action for Forest and Land Rehabilitation) Program. The average of rainfall in Pekalongan City is 2,230 mm/year, where low of rainfall occurrs in July until October. The result revealed that the coastal area of Pekalongan City had brackishwater ponds, paddy field, paddy field intruded saline water and settlement of 332.29 ha; 372.53 ha; 183.83ha; and 619.73 ha, respectively. From the total brackishwater ponds in Pekalongan City i.e. 331.292 ha, there were no brackishwater ponds classified as highly suitable (S1 class), but it was found moderately suitable or S2 class (191.856 ha) and marginally suitable or S3 class (140,436 ha). It is suggested to conduct improving soil quality first, including remediation of the areas that contain elements or compounds causing the high acidity of soil, fertilizing with fertilizer containing nitrogen in the areas that have high C:N ratio and applying manure in the soils that contain clay more than 60% and organic matter less than 8%. 
STUDI PENGGUNAAN PRODUK KIMIA DAN BIOLOGI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG Akhmad Mustafa; Irmawati Sapo; Mudian Paena
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 1 (2010): (April 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.533 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.1.2010.115-133

Abstract

Kemerosotan kualitas lingkungan menyebabkan terjadinya serangan penyakit udang vaname (Litopenaeus vannamei), sehingga penggunaan produk kimia dan biologi  menjadi penting sebagai konsekuensi dalam mempertahankan produksi di tambak. Oleh karena itu, studi ini dilakukan untuk mengetahui produk kimia dan biologi yang digunakan di tambak udang vaname Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung sebagai upaya awal untuk mengantisipasi dampaknya terhadap lingkungan. Produk kimia dan biologi serta karakteristik budidaya tambak diketahui melalui pengajuan kuisioner secara terstruktur kepada responden di 29 usaha budidaya tambak di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran. Pengukuran dan pengambilan contoh air dilakukan pada siklus hujan dan kemarau. Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran umum data penggunaan produk kimia dan biologi serta kualitas air. Uji-T digunakan untuk mengetahui perbedaan karakteristik budidaya tambak intensif dan super-intensif. Hasil studi menunjukkan bahwa ada 48 jenis produk kimia dan biologi yang digunakan di tambak dan dapat dibagi atas 5 kelompok yaitu: disinfektan, pestisida, pupuk, perbaikan tanah, dan air serta tambahan pakan yang masing-masing dibagi lagi menjadi beberapa sub-kelompok. Pestisida organik dan kapur adalah sub-kelompok produk yang banyak digunakan dan sebaliknya pestisida anorganik adalah sub-kelompok produk yang paling sedikit digunakan di tambak udang vaname. Produk kimia dan biologi yang bersifat sangat beracun, sulit terurai, dapat terakumulasi dalam tubuh organisme dan berbahaya bagi keselamatan makanan ternyata tidak digunakan dalam budidaya tambak udang vaname. Dengan berdasar pada produksi dan luasan tambak udang vaname intensif dan super-intensif maka dihasilkan beban limbah sebesar 21.349-35.582 kg N dan 3.050-6.100 kg P pada setiap siklus budidaya yang memiliki potensi sebagai pencemar untuk budidaya udang vaname itu sendiri di Kabupaten Pesawaran
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR KONDISI LINGKUNGAN DAN PRODUKTIVITAS TAMBAK UNTUK PENAJAMAN KRITERIA KESESUAIAN LAHAN: 2. KUALITAS TANAH Akhmad Mustafa; Mudian Paena; Tarunamulia Tarunamulia; Jesmond Sammut
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (463.807 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.1.2008.105-121

Abstract

Selain kualitas air, faktor lingkungan lain yang dipertimbangkan dalam evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya tambak adalah kualitas tanah. Namun kriteria kualitas tanah yang digunakan masih bersifat umum untuk semua komoditas perikanan budidaya tambak. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara produktivitas tambak dari berbagai komoditas dengan berbagai peubah kualitas tanah untuk penajaman kriteria kesesuaian lahan untuk budidaya tambak. Penelitian dilaksanakan di kawasan pertambakan yang ada di Kabupaten Pinrang, Sinjai, Luwu, dan Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung. Metode penelitian yang diaplikasikan adalah metode survai, termasuk untuk mendapatkan data primer dari produksi yang dilakukan melalui pengajuan kuisioner dan perekaman pada saat wawancara kepada responden. Pengukuran langsung terhadap peubah kualitas tanah tertentu dilakukan di lapangan dan pengambilan contoh tanah untuk dianalisis di laboratorium dilakukan terhadap peubah kualitas tanah lainnya. Pemilihan model regresi “terbaik” didasarkan pada metode kuadrat terkecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pHH2O tanah dari 6,34 menjadi 8,10 dan peningkatan kandungan pasir tanah lebih besar 21,8% dapat meningkatkan produksi dan sebaliknya peningkatan kandungan liat tanah lebih besar 30,0% dapat menurunkan produksi udang vannamei. Produksi rumput laut  yang lebih tinggi didapatkan pada tanah dengan pHF lebih besar 6,5; pHFOX lebih besar 4,0; pHF-pHFOX lebih kecil 2,5; dan SPOS lebih kecil 1,00%. Kandungan Fe tanah yang lebih besar 5.000 mg/L dan Al lebih besar 490 mg/L menyebabkan penurunan produksi rumput laut. Peningkatan pHF dan pHFOX tanah masing-masing lebih besar 7,5 dan 7,0 sampai nilai tertentu dapat meningkatkan produksi dan sebaliknya peningkatan kandungan Fe dan Al dapat menurunkan produksi udang windu dan ikan bandeng, terutama melalui pengaruh toksisitas dan dampaknya terhadap ketersediaan fosfor.Soil quality is an important environmental factor to consider in land capability assessment for brackish water aquaculture ponds. However, soil quality criteria are often generalized for all commodities produced in brackish water ponds. This study aims to evaluate the relationship between brackish water pond productivity for common commodities and soil quality factors to improve the underlying criteria for land capability assessment. The research was conducted in the brackish water ponds of Pinrang, Sinjai, Luwu, and North Luwu Regencies South Sulawesi Province and South Lampung Regency Lampung Province. The study involved the collection and analysis of farm management and production data and physicochemical properties of soils. A regression model based on the least quadratic method showed that the pHH2O of soil in the range of 6.34 to 8.10 and a sand content of more than 21.8% was associated with high pond production provided soils had sufficient clay content. The model also showed that heavy clays (30% clay content) decreased production of the whiteleg shrimp. High seaweed production occurred in ponds with a soil pHF of more than 6.5, pHFOX more than 4.0, pHF-pHFOX less than 2.5, and SPOS less than 1.00%. Fe concentration in soil more than  5,000 mg/L and Al more than 490 mg/L decreased the productivity of seaweed ponds. The optimal pHF and pHFOX of soil for tiger prawn and milkfish production was more than 7.5 and 7.0, respectively under polyculture. Elevated concentrations of Fe and Al were found to reduce shrimp and fish production in ponds, principally through their toxic effects and impacts on available phosphorus.
VALIDASI LUAS LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN PINRANG, PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Mudian Paena; Akhmad Mustafa; Hasnawi Hasnawi; Rachmansyah Rachmansyah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (464.656 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.3.2007.329-340

Abstract

Keberhasilan budi daya tambak udang windu pada awal tahun 1990-an menyebabkan terjadinya pertambahan luas tambak yang cukup besar di Sulawesi Selatan termasuk di Kabupaten Pinrang. Untuk mendapatkan data perubahan luas dan luas tambak terkini di kabupaten tersebut maka dilakukan validasi luas tambak melalui pemanfaatan citra satelit. Citra satelit yang digunakan adalah Landsat-7 ETM+ akuisisi 2002 dan 2005 yang selanjutnya dilakukan klasifikasi. Sedangkan untuk data sebelumnya yaitu tahun 1991 digunakan peta rupabumi Indonesia yang didigitasi dan dilakukan analisis spasial dengan menggunakan SIG. Hasil analisis menunjukkan bahwa luas tambak di Kabupaten Pinrang pada tahun 1991 adalah 7.490,805 ha dan meningkat pada tahun 2002 dan 2005 menjadi berturut-turut 13.366,086 ha dan 14.569,180 ha. Penambahan luas tambak di Kabupaten Pinrang sebagian besar berasal dari konversi sawah dan sebagian lagi berasal dari konversi penggunaan lahan lainnya yang ada di kawasan pesisir.The successful of tiger prawn culture in the brackish water pond in the early of 1990s to cause expansion of brackish water pond area in fairly large in South Sulawesi including Pinrang Regency. To find data of area changing and updating data of brackish water pond area in this regency, was conducted the validation brackish water pond area with satellite image. Satellite image which used was Landsat-7 ETM+ acquisition 2002 and 2005. Satellite image was classified, while the early data, in 1991, was used maps of rupabumi Indonesia that was digitized and conducted spatial analysis with GIS. The results of analysis show that brackish water pond area in Pinrang regency in 1991 was 7,490.805 ha and increased up to 13,366.086 ha and 14,569.180 ha in 2002—2005, respectively. The addition of brackish water ponds area in Pinrang Regency was mainly came from conversion of paddy field and it remaining was from the other land uses type of coastal zone.
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT Hasnawi Hasnawi; Akhmad Mustafa; Mudian Paena
Jurnal Riset Akuakultur Vol 6, No 1 (2011): (April 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (431.017 KB) | DOI: 10.15578/jra.6.1.2011.157-167

Abstract

Perairan pesisir Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat merupakan perairan yang potensial untuk budidaya laut. Namun demikian belum ada data dan informasi kesesuaian lahan untuk budidaya laut termasuk budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) di perairan tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan kesesuaian lahan di perairan pesisir Kabupaten Mamuju untuk budidaya ikan dalam KJA yang diharapkan juga dapat menjadi acuan dalam penentuan tata ruang wilayah pesisir. Metode survai diaplikasi pada wilayah pesisir Kabupaten Mamuju, mulai dari perbatasan Kabupaten Majene di bagian selatan sampai perbatasan Kabupaten Mamuju Utara di utara. Kualitas air perairan yang diukur adalah: pH, salinitas, kecepatan arus, arah arus, kecerahan, kedalaman, nitrat, fosfat, dan besi. Data lainnya diperoleh dari hasil ekstrak citra ALOS AVNIR-2 akuisisi 28 Juli 2009. Analisis spasial dalam Sistem Informasi Geografis digunakan dalam penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya ikan dalam KJA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi yang sesuai untuk budidaya ikan dalam KJA di Kabupaten Mamuju tersebar di Pulau Karampuang, Perairan Kalukku, Pulau Bakengkeng, Perairan Papalang, Pulau Kambunong, dan Tanjung Dapurang. Untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan dalam KJA yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, hanya sekitar 10% dari potensi perairan pesisir yang secara efektif dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya ikan dalam KJA di perairan Kabupaten Mamuju yaitu 698,18 ha yang terdiri atas sangat sesuai seluas 133,18 ha; cukup sesuai 512,41 ha dan kurang sesuai 52,59 ha
PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MEMANTAU PERUBAHAN PROFIL PANTAI AKIBAT SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI SADDANG KABUPATEN PINRANG, SULAWESI SELATAN Mudian Paena
Media Akuakultur Vol 3, No 2 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4514.671 KB) | DOI: 10.15578/ma.3.2.2008.175-180

Abstract

Pemantauan perubahan profil pantai akibat pengendapan selama ini sangat sulit dilakukan, selain proses perubahannya sangat lambat juga secara spasial sulit digambarkan. Namun demikian, dengan semakin populernya pemanfaatan satelit penginderaan jauh untuk sumberdaya yang dikombinasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) menjadikan pemantauan perubahan profil pantai dengan mudah dapat dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju perubahan profil pantai akibat pengendapan di sekitar muara Sungai Saddang Kabupaten Pinrang. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra Landsat-7 ETM+ tahun 2002 dan 2005 dan Rupa Bumi Indonesia (RBI) lembar Pinrang skala 1:50.000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi proses sedimentasi yang menyebabkan perubahan profil pantai di sekitar muara Sungai Saddang, perubahan tersebut dikategorikan sangat cepat, mengingat dalam kurun waktu 14 tahun (1991--2005) saja terjadi penambahan daratan seluas 147,04 ha atau rata-rata penambahan daratan sebesar 10,50 ha/tahun; di mana seluas 119,86 ha di bagian selatan dan 27,18 ha di bagian Utara muara Sungai Saddang. Peningkatan endapan ini dapat meningkatkan frekuensi banjir yang mempunyai dampak terhadap penurunan produksi tambak sebesar 60%--80%.
KERAGAAN BUDIDAYA TAMBAK DI SULAWESI SELATAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SENSUS Akhmad Mustafa; Irmawati Sapo; Mudian Paena
Media Akuakultur Vol 5, No 2 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1726.134 KB) | DOI: 10.15578/ma.5.2.2010.153-161

Abstract

Data sensus yang runut waktu dari perikanan budidaya tambak telah tersedia yang diharapkan dapat digunakan semaksimal mungkin agar dapat memberikan informasi yang maksimal pula. Oleh karena itu, dilakukan suatu kegiatan yang memanfaatkan data runut waktu dari perikanan budidaya tambak di Sulawesi Selatan untuk menginformasikan keragaan budidaya tambak termasuk daya dukung ekonomis tambak. Data yang digunakan adalah data yang berasal dari Laporan Statistik Perikanan Sulawesi Selatan dari tahun 1985 sampai 2004. Keragaan budidaya tambak yang diinformasikan meliputi: perubahan luas, produksi dan produktivitas tambak pada tiga pantai yang berbeda di Sulawesi Selatan serta produksi berdasarkan kelompok komoditas. Analisis daya dukung ekonomis tambak ditentukan dengan metode analisis regresi polinomial. Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa luas tambak di Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat) meningkat dari 64.741 ha pada tahun 1985 menjadi 111.425 ha pada tahun 2004. Produksi total tambak tertinggi pada tahun 1985 didapatkan di pantai barat yang mencapai 26.323,9 ton yang didominasi oleh ikan dan pada tahun 2004 didapatkan di pantai timur yang mencapai 66.294,1 ton yang didominasi oleh rumput laut. Produktivitas tambak tertinggi pada tahun 1985 didapatkan di pantai barat yaitu 772,2 kg/ha/tahun dan pada tahun 2004 didapatkan di pantai timur yaitu 7.127,6 kg/ha/tahun. Lahan Kabupaten Pinrang yang merupakan sentra produksi tambak di Sulawesi Selatan, hanya bisa mendukung luas total tambak sekitar 13.136 ha dan daya dukung ekonomis tambak hanya bisa memproduksi udang dan ikan sekitar 1.286 kg/ha/tahun.