Rachmansyah Rachmansyah
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros

Published : 23 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

PENGGUNAAN TEPUNG SILASE USUS AYAM DALAM PAKAN PEMBESARAN IKAN KERAPU MACAN, Epinephelus fuscoguttatus Rachmansyah Rachmansyah; Usman Usman; Naftali Kabangnga; Makmur Makmur
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 1 (2006): (April 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (798.243 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.1.2006.87-96

Abstract

Substitusi tepung ikan dengan tepung silase usus ayam dalam pakan telah dilakukan untuk mengevaluasi respon pakan terhadap keragaan biologi ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus. Ikan uji diberi pakan yang mengandung tepung silase usus ayam pada level 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% sebagai pengganti tepung ikan dan dibuat dalam bentuk pelet basah. Pakan diberikan secara at satiation dua kali sehari selama masa pemeliharaan 20 minggu di keramba jaring apung berukuran 1 x 1 x 2 m. Penggantian tepung ikan dengan tepung silase usus ayam sampai 20% atau setara dengan 39% protein tepung ikan tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol terhadap keragaan biologi ikan kerapu. Diduga tepung silase usus ayam cukup memadai sebagai pengganti tepung ikan dengan kadar lebih dari 20% dalam pakan pembesaran ikan kerapu macan jika asam amino methionine dan lysine ditambahkan ke dalam pakan.Feeding experiment was conducted to evaluate the effects of replacing fishmeal with poultry offal silage meal (POSM) in diet on biological performance of tiger grouper. Dietary inclusion level of PSOM at 5%, 10%, 15%, and 20% substitution of fish meal were compared with the fish meal based control diet (0% PSOM). Fish were fed diets (moist pellet) at satiation two times daily for 20 weeks rearing at a floating net cage of 1 x 1 x 2 m. The result showed that replacement of fish meal with POSM up to 20% or equivalent to 39% fish meal protein were not significantly different (P>0.05) compared with control diet on all of the biological performance of tiger grouper. From the result, we expected that POSM is suitable as a partial replacement of fish meal more then 20% in tiger grouper diet if methionine and lysine are added.
VALIDASI LUAS PERIODIK DAN PENENTUAN LUAS POTENSI TAMBAK DI KABUPATEN LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Mudian Paena; Akhmad Mustafa; Hasnawi Hasnawi; Rachmansyah Rachmansyah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (461.051 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.1.2008.137-146

Abstract

Wilayah pesisir merupakan daerah yang menerima beban terberat dalam pembangunan regional, sebagai konsekuensinya maka pengaturan pemanfaatan ruang pesisir harus berorientasi pada potensi dan daya dukung lahan yang berbasis Intergrated Coastal Zone Management (ICZM) yaitu suatu kesatuan sistem yang terintegrasi yang memiliki hubungan terhadap tujuan lokal, regional, nasional, dan internasional. Kedepan sangat diharapkan Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan dalam mengembangkan wilayah pesisirnya juga merujuk pada konsep pengelolaan terpadu dan terintegrasi sehingga tercipta pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan tanpa konflik sektoral. Oleh karena itu, dilakukan kajian untuk mendapatkan data aktual dari berbagai sektor termasuk perikanan dan kelautan, antara lain adalah validasi data luas periodik dan potensi lahan tambak. Kajian ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. Citra satelit yang digunakan adalah Landsat-7 ETM+ akuisisi 2002 dan 2005. Hasil kajian menunjukkan bahwa luas tambak di Kabupaten Luwu Utara tahun 2002 dan 2005 masing-masing 4.938,84 ha dan 7.838,94 ha; sedangkan potensi lahan tambak sebesar 15.444,15 ha.Coastal zone is dumping area in regional development, it need regulation of utilization of coastal zone that oriented on the potential and carrying capacity based on Integrated Coastal Zone Management (ICZM). ICZM is an integration of unity system have relation to local goals, regional and international. In the future, North Luwu Regency, South Sulawesi Province will develop its coastal zone based on concept of ICZM to find sustainability management of coastal zone without sector conflict. Hence, it conduct a study to find actual data of some sectors including fisheries and marine, i.e. data of temporal area and potential area of brackish water ponds. Remote sensing technology and geographical information system were used in this study. Image satellite was used are Landsat-7 ETM+ acquisition 2002 and 2005. The result of study show that area of brackish water ponds in North Luwu Regency in 2002 and 2005 are 4,938.84 ha and 7,838.94 ha, respectively with potential area is 15,444.15 ha.
PENILAIAN KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG BERDASARKAN MODEL SPASIAL PROPAGASI OMBAK MENDEKATI PANTAI Tarunamulia Tarunamulia; Jesmond Sammut; Rachmansyah Rachmansyah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.864 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.2.2009.291-306

Abstract

Keberhasilan dan keberlanjutan usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) tidak terlepas dari tingkat keterlindungan lokasi dari aksi fisik peubah oseanografi fisik. Peubah oseanografi fisik yang paling utama menentukan tingkat keterlindungan lokasi adalah besar dan arah ombak yang datang ke pantai, karena selain berhubungan dengan tingkat kesesuaian lahan pada saat awal penyeleksian lokasi, juga dapat mempengaruhi aspek pengelolaan lebih lanjut setelah pelaksanaan dan pengembangan kegiatan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan bentuk hubungan spasial antara perubahan iklim dengan kondisi oseanografi fisik khususnya peubah ombak dalam penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya ikan dalam KJA. Penelitian ini menitikberatkan pada analisis spasial ombak untuk berbagai perubahan arah dan kecepatan angin yang mungkin terjadi pada lokasi penelitian. Model spasial tersebut dianalisis dengan memadukan metode analisis spasial dalam SIG dan metode penyelesaian mild-slope untuk model ombak permukaan di perairan pantai (CGWAVE). Evaluasi tingkat kesesuaian lahan dilakukan dengan melihat pengaruh ombak terhadap kondisi perairan yang sedang dan kemungkinan akan diperuntukkan untuk kegiatan budidaya ikan dalam KJA di wilayah pesisir Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Model spasial ombak yang dikembangkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan iklim yang mempengaruhi kondisi ombak akan secara signifikan langsung maupun tidak langsung mempengaruhi status tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya ikan dalam KJA di lokasi penelitian. Dari 9.939,0 ha total luas perairan yang layak menurut kriteria kedalaman di Kabupaten Barru, hanya tersisa sekitar 2,9% (296,8 ha) yang layak setelah aspek keterlindungan berdasarkan ketinggian ombak diintegrasikan dalam analisis. Hasil penelitian ini pada akhirnya menyarankan perlunya pemahaman yang mendalam mengenai perubahan pola propagasi spasial ombak yang datang ke pantai akibat perubahan iklim dalam mengevaluasi metode pengelolaan budidaya ikan dan KJA yang ada serta mengembangkan metode pengelolaan yang tepat untuk masa yang akan datang.The level of exposure of sites used for sea cage aquaculture to physical oceanographic variables is one of the key factors determining the sustainability and continual success of coastal industry. Information on wave height and direction are the most reliable and critical oceanographic variables used for the assessment as the wave information will not only describe the level of suitability during site selection process but also relates to management strategies during and future development or expansion of the sea-based aquaculture. The objective of this research was to develop a spatial model of wave propagation approaching nearshore zone as a key criterion for the assessment of water suitability for coastal aquaculture. This study focused mainly on spatial modeling of coastal waves as a direct result from the variability of wind speed and direction at the study site. The spatial data, such as topographic and bathymetric maps of Barru coastal areas, were prepared using GIS softwares and further wave analysis was done using “coastal surface water wave model of the mild slope solution” (CGWAVE) software. The evaluation of water suitability was assessed by understanding the effect of wave propagation on the coastal areas used for present-day and potential development of sea-based aquaculture. In this study, the developed spatial model for coastal waves shows that climate change will influence wave condition and will limit water suitability at the study site. Of 9,939.0 ha total pre-identified suitable area for sea-cage aquaculture, factoring water depth criterion alone, the total area declined by 71% to just about 296.8 ha after the integration of the wave variables. This research emphasises the necessity of understanding the difference in spatial patterns of wave propagation due to climate change in the evaluation of existing coastal aquaculture and to plan for future development.
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA TAMBAK DI KABUPATEN PINRANG PROVINSI SULAWESI SELATAN Akhmad Mustafa; Hasnawi Hasnawi; Mudian Paena; Rachmansyah Rachmansyah; Jesmond Sammut
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2021.76 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.2.2008.241-261

Abstract

Kabupaten Pinrang memiliki tambak terluas di Provinsi Sulawesi Selatan, tetapi produktivitas tambaknya masih relatif rendah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk menentukan kesesuaian lahan, faktor pembatas, dan rekomendasi pengelolaan budidaya tambak sebagai salah satu upaya peningkatan produktivitas tambak di Kabupaten Pinrang. Faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan kesesuaian lahan budidaya tambak, meliputi: faktor-faktor hidrologi dan topografi lahan, kondisi tanah, kualitas air, dan iklim. Kualitas air diamati pada musim hujan dan musim kemarau. Analisis spasial dalam Sistem Informasi Geografis digunakan dalam penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya tambak di Kabupaten Pinrang. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari luas total tambak di Kabupaten Pinrang, 15.026,2 ha ternyata 7.389,4 ha tergolong sangat sesuai (kelas S1); 1.235,1 ha tambak tergolong cukup sesuai (kelas S2); 3.229,0 ha tambak tergolong sesuai marjinal (kelas S3); dan 3.102,7 ha tergolong tidak sesuai (kelas N) pada musim hujan dan 7.119,8 ha tergolong kelas S1; 4.908,6 ha tergolong kelas S2; 1.606,9 ha tergolong kelas S3; dan 1.390,9 ha tergolong kelas N pada musim kemarau. Sebagai faktor pembatas utama kesesuaian tambak di Kabupaten Pinrang pada musim hujan adalah banjir di sekitar muara Sungai Saddang, sedangkan salinitas menjadi faktor pembatas utama pada musim kemarau. Faktor pembatas lain secara umum adalah jarak sumber air yang jauh, kesuburan tanah yang relatif rendah, pH tanah yang rendah pada tempat tertentu, serta tekstur tanah yang tergolong kasar pada tempat tertentu pula.Pinrang Regency has the largest brackishwater aquaculture pond area in South Sulawesi Province, but it’s productivity is consistently low. A land evaluation program was implemented to determine land suitability and limiting factors for brackishwater pond production as an effort to elevate productivity and to propose appropriate management practices. The study assessed land suitability for brackishwater ponds based on the local hydrology and topography, soil conditions, water quality, and climate. Water quality was measured in rainy and dry seasons. Field data were analyzed using Geographical Information Systems to determine land suitability for brackishwater ponds. The results showed that of the total of 15,026.2 ha of farmed land; 7,389.4 ha were classified as highly suitable; 1,235.7 ha were moderately suitable. 3,229.0 ha were marginally suitable; and 3,102.7 ha fall into the unsuitable category in the rainy season. In the dry season; 7,119.8 ha were highly suitable; 4,908.6 ha were moderately suitable; 1,606.9 ha were marginally suitable and 1,390.9 ha were considered unsuitable. The differences in the area for each suitability class between seasons were attributed to the flooding problems close to the mouth of the Saddang River in the rainy season and increasing pond salinity in some areas during
PENENTUAN LOKASI PENGEMBANGAN BUDIDAYA TAMBAK BERKELANJUTAN DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Utojo Utojo; Akhmad Mustafa; Rachmansyah Rachmansyah; Hasnawi Hasnawi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1001.571 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.3.2009.407-423

Abstract

Penelitian ini memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk menentukan lokasi yang layak bagi pengembangan budidaya tambak di Kabupaten Lampung Selatan. Data sekunder yang diperoleh berupa data iklim, peta Rupa Bumi Indonesia kawasan Lampung Selatan skala 1:50.000, citra digital landsat-7 ETM+ dan peta batimetri skala 1:200.000. Data primer diperoleh dengan metode survai di lokasi penelitian yaitu kondisi kualitas perairan, kualitas air, dan pasang surut. Penentuan stasiun pengamatan dilakukan secara acak dan sistematik. Setiap lokasi pengambilan contoh ditentukan posisi koordinatnya dengan alat Global Positioning System (GPS). Data lapangan (fisika-kimia perairan), data sekunder, dan data citra satelit (Landsat ETM+) digital, dianalisis secara spasial dengan metode PATTERN menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). Berdasarkan hasil survai dan evaluasi kelayakan budidaya tambak udang di wilayah pesisir Lampung Selatan seluas 4.052,3 ha. Pada umumnya yang memiliki tingkat kelayakan tinggi (1.223,1 ha), sedang (2.065,4 ha), dan rendah (763,8 ha) tersebar di wilayah pesisir Kecamatan Sragi, Ketapang, dan Panengahan, sedangkan sebagian kecil terdapat di Kecamatan Kalianda, Sidomulyo, dan Katibung, serta lokasi yang tidak layak berupa perbukitan, masing-masing dituangkan dalam peta prospektif skala 1:50.000.This research used GIS technique to find location suitable to develop sustainable brackishwater pond culture in South Lampung Regency. Secondary data such as weather data, Indonesia earth surface map of South Lampung area scale of 1:50,000, landsat-7ETM digital imagery, and navigation map scaled 1:200,000. Primary data (water quality) and tide were collected using survey method. Simple systematic random sampling was used to allocate sampling points. Digital Remote sensing (Landsat ETM+) data, secondary data, and field data (water quality) were analyzed using PATTERN method and Geographic Information System (GIS). Tematic map of area suitability as the main expected output of the study was created through spatial analysis and GIS as suggested by reference. The potential areas which are suitable for shrimp brackishwater pond culture development in South Lampung Regency are 4,052.3 ha, consisting of high suitability area (1,223.1 ha), moderate (2,065.4 ha), and low (763.8 ha) and are distributed in the coastline areas of Subdistrict of Sragi, This research used GIS technique to find location suitable to develop sustainable brackishwater pond culture in South Lampung Regency. Secondary data such as weather data, Indonesia earth surface map of South Lampung area scale of 1:50,000, landsat-7ETM digital imagery, and navigation map scaled 1:200,000. Primary data (water quality) and tide were collected using survey method. Simple systematic random sampling was used to allocate sampling points. Digital Remote sensing (Landsat ETM+) data, secondary data, and field data (water quality) were analyzed using PATTERN method and Geographic Information System (GIS). Tematic map of area suitability as the main expected output of the study was created through spatial analysis and GIS as suggested by reference. The potential areas which are suitable for shrimp brackishwater pond culture development in South Lampung Regency are 4,052.3 ha, consisting of high suitability area (1,223.1 ha), moderate (2,065.4 ha), and low (763.8 ha) and are distributed in the coastline areas of Subdistrict of Sragi, 
PERAN IKAN LIAR YANG BERASOSIASI DENGAN KERAMBA JARING APUNG DALAM MEREDUKSI BUANGAN NUTRIEN PAKAN Muhammad Chaidir Undu; Rachmansyah Rachmansyah; Makmur Makmur
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.582 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.3.2009.327-332

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ikan liar yang hidup di sekitar keramba jaring apung dalam meminimalisir buangan nutrien yang berasal dari kegiatan budidaya melalui pendekatan kecernaan ikan. Ikan sersan mayor Abudefduf vaigiensis dan capungan Sphaeramia orbicular yang dominan di keramba jaring apung ditangkap dan dipelihara selama dua bulan dan diberi pakan ikan kerapu komersial. Apparent Digestibility Coefficient (ADC) kemudian dihitung menggunakan metode tidak langsung dengan cara mencampurkan indikator khromium oksida (Cr2O3) ke dalam pakan. ADC ikan sersan mayor untuk N, P dan bahan kering berturut-turut sebesar 12,88%; 15,47%; dan 66,67%. Selanjutnya jumlah N dan P yang tersimpan dalam karkas ikan sebesar 19,90% dan 12,76%. Ikan sersan mayor dengan FCR 3,0 melepaskan N dan P ke perairan sebanyak 104,78 dan 42,66 gram setiap penambahan 1 kg bobot badan. Ikan capungan, dengan ADC terhadap N, P dan bahan kering pakan sebesar 12,52%; 59,07%; dan 62,15% menahan 16,76% N dan 11,71% P dalam karkasnya. Dengan FCR 5,0, ikan capungan mengeksresikan N sebanyak 181,46 gram dan 71,96 gram P ke perairan ketika terjadi peningkatan biomassa 1 kg. Ikan liar yang hidup di sekitar keramba jaring apung di Teluk Awerange dapat meminimalisir buangan limbah dari keramba jaring apung sebesar 10% – 20%.   The study was aimed to point out the role of wild fishes associated with floating net cage in minimizing nutrient loading from fish farming through digestibility approach. Abudefduf vaigiensis and Sphaeramia orbicular as the dominant species around sea cage were caught and fed ad satiation with commercial grouper food for 2 months period. Apparent Digestibility Coefficient (ADC) was then calculated using indirect method by mixing indicator chromium oxide (Cr2O3) with fish food. ADC of A. vaigiensis for nitrogen (N), phosphate (P) and dry matter were 12.88%, 51.47%, and 66.67 % respectively. Moreover, N and P retained from fish carcass were 19.90% and 12.76%. Furthermore, these fishes with FCR of 3.0 release N and P to sea water as much as 104.78 gram and 42.66 g respectively when biomass increase to 1 kg. For Sphaeramia orbicularis, ADC for N, P and dry matter were 12.52%, 59.07%, and 62.15% respectively and retained 16.76% N and 11.71% P in their carcass. Moreover, with FCR of 5.0, these fishes excreted 181.46 gram of N and 71.96 gram of P into the environment when the biomass increases to 1 kg. Wild fishes associated with sea cage in Awarange bay have the potential of minimize released nutrient between 10%–20%.
HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR TEKNIS DENGAN PRODUKTIVITAS TAMBAK INTENSIF DI LAMPUNG SELATAN Mudian Paena; Irmawati Sapo; Akhmad Mustafa; Rachmansyah Rachmansyah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (125.059 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.2.2009.267-275

Abstract

Sub sektor perikanan budidaya menjadi salah satu penyokong produksi perikanan nasional. Terkait dengan semakin meningkatnya permintaan pasar internasional dan domestik maka program revitalisasi perikanan budidaya khususnya udang yang dicanangkan sejak tahun 2005 telah direspon baik oleh semua pemerhati perikanan budidaya. Produksi udang nasional tersebut dihasilkan oleh tambak dari berbagai tingkat teknologi mulai dari tambak tradisional sampai pada tambak intensif. Pengembangan tambak intensif di Indonesia masih didominasi oleh para pengusaha atau perorangan yang memiliki modal besar, mengingat dalam pengoperasian tambak intensif membutuhkan biaya produksi yang sangat tinggi dan bervariasi antara tambak satu dengan tambak yang lainnya. Namun demikian pengelolaan tambak intensif secara teknik tidak sama antara satu pengelola tambak dengan pengelola tambak lainnya. Hal tersebut berdasarkan kemampuan dan pengalaman para teknisi dan tenaga ahli pendamping serta kondisi spesifik setiap tambak. Berdasarkan hal tersebut maka  telah dilakukan penelitian tentang hubungan antara beberapa faktor teknis dengan produktivitas udang di tambak intensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor teknis mana yang sangat berpengaruh terhadap produksi udang di tambak intensif. Penelitian ini dilakukan di kawasan tambak intensif Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung pada tahun 2007. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode survai untuk mendapatkan data primer dari proses produksi yang dilakukan melalui pengajuan kuisioner dan perekaman pada saat wawancara kepada responden secara terstruktur. Analisis data dilakukan untuk menentukan koefisien korelasi untuk mengetahui tingkat hubungan atau keeratan hubungan antara produktivitas tambak dengan faktor teknik pengelolaan tambak. Seluruh data dianalisis menggunakan Program Statistial Product and Service Solution (SPSS) 15,0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengapuran dolomit awal, pengapuran kaptan awal, padat penebaran dan waktu penebaran mempengaruhi produktivitas tambak intensif di Kabupaten Lampung Selatan.Aquaculture sector has been one of the backbones of national fisheries production. Increasing demand from international and domestic markets has made the revitalization of aquaculture, particularly in prawn culture which has been proclaimed since 2005, getting positive response from fisheries stakeholders. National prawn production mainly comes from pond culture applying different technology levels from traditional to intensive systems. Development of intensive pond in Indonesia is dominated by entrepreneurs who have massive capital resources. Intensive ponds require a very high production costs and vary from one pond to the others. Furthermore, intensive pond is managed differently between one manager and the others. It depends on the skill and experience of technicians, aquaculture extensions and specific conditions of the pond. This research was aimed to find out technical factors which influence prawn culture in intensive pond. The research was done in intensive pond area in South Lampung in 2007. A field survey was conducted using questionaire and structured interview to gather primary data of production processess. Data analysis was done to determine the coefficient correlation or the closeness of correlation between pond productivity and pond technical factors. All data were analyzed using Statistical Product and Service Solution (SPSS) 15.0 program. The result showed that the initial dolomite plastering, captan application, stocking density, and time of stocking influence the productivity of intensive ponds in South Lampung, province of Lampung.
IDENTIFIKASI KELAYAKAN LOKASI LAHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma sp) DI PERAIRAN TELUK TAMIANG, KABUPATEN KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN Utojo Utojo; Rachmansyah Rachmansyah; Abdul Mansyur; Andi Marsambuana Pirzan; Hasnawi Hasnawi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1408.014 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.3.2006.397-409

Abstract

Kalimantan selatan memiliki sumber daya lahan perikanan pesisir yang cukup potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut, namun demikian belum diperoleh data rinci kelayakanannya
KARAKTERISTIK, KESESUAIAN, DAN PENGELOLAAN LAHAN TAMBAK DI KOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH Rachmansyah Rachmansyah; Akhmad Mustafa; Mudian Paena
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.909 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.3.2010.505-521

Abstract

Kota Pekalongan memiliki lahan tambak yang produktivitas tambaknya masih tergolong relatif rendah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik lahan dalam upaya menentukan kesesuaian dan pengelolaan lahan untuk budidaya tambak demi peningkatan produktivitas tambak di Kota Pekalongan. Faktor yang dipertimbangkan dalam mengetahui karakteristik lahan adalah: tanah, topografi, hidrologi, vegetasi, dan iklim. Analisis spasial dalam Sistem Informasi Geografis digunakan dalam penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya tambak. Pengelolaan lahan ditentukan berdasarkan karakteristik lahan yang disesuaikan dengan teknologi dan komoditas yang dapat diaplikasikan di tambak. Tanah tambak di Kota Pekalongan tergolong tanah aluvial non-sulfat masam yang tidak memiliki potensi kemasaman tanah yang tinggi dan sebagian kecil tanah sulfat masam. Sumber air laut untuk tambak tergolong agak keruh dan salinitas air tambak cukup bervariasi sebagai akibat adanya sumber air tawar yang berasal dari Sungai Pekalongan dan sodetan. Vegetasi bakau adalah jenis vegetasi yang dominan di kawasan tambak sebab adanya Program GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) di Kota Pekalongan. Curah hujan di Kota Pekalongan sebesar 2.300 mm/tahun di mana curah hujan yang rendah dijumpai pada bulan Juli sampai Oktober. Di kawasan pesisir Kota Pekalongan dijumpai tambak, sawah, sawah terintrusi, dan pemukiman yang luasnya masing-masing 332,29; 372,53; 183,83; dan 619,73 ha. Dari luas tambak yang ada di Kota Pekalongan, yaitu 331,292 ha ternyata tidak ada tambak yang tergolong sangat sesuai (kelas S1), 191,856 ha tergolong cukup sesuai (kelas S2) dan 140,436 ha tergolong kurang sesuai (kelas S3). Pada areal yang mengandung unsur atau senyawa penyebab kemasaman yang tinggi disarankan untuk melakukan upaya perbaikan tanah terlebih dahulu berupa remediasi, pemberian pupuk yang mengandung nitrogen pada areal yang memiliki rasio C:N tanah yang tinggi serta pemberian pupuk kandang pada tanah yang mengandung liat lebih besar 60% dan bahan organik kurang dari 8%.Pekalongan City has brackishwater ponds with low productivity. Hence, a survey was conducted to know land characteristics as an effort to determine land suitability and land management to increase the productivity of brackishwater ponds in Pekalongan City, Central Java Province. Factors considered to determine the characteristics of land were soil, topography, hydrology, vegetation, and climate. Spatial analysis in Geographical Information System was used to determine land suitability for brackishwater ponds. Land management was determined based on the characteristics of land conditioned to the types of technology and commodity applied in the brackishwater ponds. Soil of brackishwater ponds in Pekalongan City was dominated by alluvial non-acid sulfate soil in large areas and acid sulfate soil in small areas. Source of sea water for brackishwater ponds has high turbidity and high variation of salinity due to presence of freshwater supply from Pekalongan River and man made canals. Mangrove vegetation is dominant in the coastal area of Pekalongan City, because the presence of GERHAN (National Action for Forest and Land Rehabilitation) Program. The average of rainfall in Pekalongan City is 2,230 mm/year, where low of rainfall occurrs in July until October. The result revealed that the coastal area of Pekalongan City had brackishwater ponds, paddy field, paddy field intruded saline water and settlement of 332.29 ha; 372.53 ha; 183.83ha; and 619.73 ha, respectively. From the total brackishwater ponds in Pekalongan City i.e. 331.292 ha, there were no brackishwater ponds classified as highly suitable (S1 class), but it was found moderately suitable or S2 class (191.856 ha) and marginally suitable or S3 class (140,436 ha). It is suggested to conduct improving soil quality first, including remediation of the areas that contain elements or compounds causing the high acidity of soil, fertilizing with fertilizer containing nitrogen in the areas that have high C:N ratio and applying manure in the soils that contain clay more than 60% and organic matter less than 8%. 
PENDUGAAN NUTRIENT BUDGET TAMBAK INTENSIF UDANG, Litopenaeus vannamei Rachmansyah Rachmansyah; Hidayat Suryanto Suwoyo; Muh. Chaidir Undu; Makmur Makmur
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2359.081 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.2.2006.181-202

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nutrient budget tambak intensif udang Litopenaeus vannamei sebagai acuan alokasi input produksi pada tingkat kapasitas asimilasi lingkungan perairan. Pendugaan nutrient budget tambak udang intensif menggunakan pendekatan mass balance, dihitung berdasarkan input nutrien nitrogen - N dan fosfor – P yang berasal dari pakan, benih, pupuk, media probiotik, inflow, dan output nutrien yang ada pada produksi udang, outflow, dan endapan lumpur di dasar tambak. Sampel air, tanah, sedimen, plankton diambil sebelum penebaran dan setiap dua minggu selama pemeliharaan dari tiga petak tambak, masing-masing 5 titik sampel per petak tambak contoh. Analisis nitrogen dan fosfor dilakukan untuk sampel pakan, karkas udang awal dan akhir. Data managemen budi daya meliputi padat penebaran benur 50 ekor m-2, produksi 1.188—1.489 kg/0,25 ha, dan FCR 1,69—2,14; maka total input nutrien tambak udang Litopenaeus vannamei antara 171,9155—179,3778 (176 ± 3,9586) kgN dan 95,2533—99,4180(97,8340 ± 2,3348) kg P. Pakan mendominasi input N sebesar 61,96% ± 0,66%; disusul inflow 30,93% ± 0,70%; pupuk 6,52% ± 0,15%, serta media probiotik dan benur masing-masing <1%. Pola yang sama terjadi pada input phosphorous dengan komposisi 87,75% ± 0,24% dari pakan; 7,73% ± 0,19% pupuk; 4,05% ± 0,25% inflow dan media probiotik < 1%. Total output nitrogen tambak udang vannamei antara 107,1279-110,1438 (108,4957 ± 1,5274) kg N dan 51,6362—63,6576 (56,1292 ± 6,5604) kg P. Komposisi output nitrogen adalah outflow sebanyak 29,82% ± 3,20%; kemudian udang yang dipanen 21,32% ± 1,33%, lumpur atau sludge 10,40% ± 0,81%. Sedangkan komposisi output phosphorous didominasi oleh lumpur 39,03% ± 6,59%; kemudian udang yang dipanen 15,22% ± 0,85% dan outflow 3,09% ± 0,26%. Efisiensi pakan dan air melalui managemen budi daya yang benar menjadi peubah dominan penentu beban limbah tambak udang.This research was aimed to find out nutrient budget on L. vannamei intensive ponds as input allocation reference produce at environmental assimilation capacity level. Nutrient budget assessment was used mass balance approach, calculate based on nutrient input of nitrogen (N) and phosphor (P) from feed, seed, fertilizer, probiotic media, and inflow and nutrient output within pond yield, outflow, and sludge sedimentation at pond bottom. Sampling for water quality, sediment, and plankton was carried out at three ponds and five stations within each pond before stocking and continued fortnightly as long as culture periods. Nitrogen and phosphor analyzed for feed, and shrimp carcass of both of initial stocking and harvest. The data of culture management consist of shrimp yield reached 1,188—1,489 kg/0.25 ha with stocking density of 50 ind/m2 and FCR 1.69—2.14. Total input nutrients within L. vannamei ponds are 171.9155—179.3778 (176 ± 3.9586) kg N and 95.2533—99.4180 (97.8340 ± 2.3348) kg P. Food given domination on N input N with 61.96% ± 0.66% followed by inflow by 30.93% ± 0.70%, fertilizer 6.52% ± 0.15%, and both of probiotic media and seed supply less than1% respectively. There are the same pattern with phosphorous input with following composition 87.75% ± 0.24% from food, 7.73% ± 0.19% fertilizer, 4.05% ± 0.25% inflow and probiotic media less than 1%. Total output nitrogen from L vannamei ponds between 107.1279—110.1438 (108.4957 ± 1.5274) kg N and 51.6362—63.6576 (56.1292 ± 6.5604) kg P. Composition of nitrogen output is dominated by outflow 29.82% ± 3.20%, followed by shrimp harvest 21.32% ±1.33%, and sludge 10.40 ± 0.81%. Meanwhile, composition of phosphorous output dominated by sludge 39.03% ± 6.59%, shrimp harvest 15.22% ± 0.85% and outflow 3.09% ± 0.26%. Both food and water efficiency under good culture management are the mainfactors of waste load from shrimp culture ponds.