Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Perbedaan Psychological Well-Being pada Remaja Obesitas dengan Remaja yang Memiliki Berat Badan Normal Cut Keumala Muqhniy; Zaujatul Amna
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi Vol 1, No 4 (2016): November 2016
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.698 KB)

Abstract

Berat badan merupakan salah satu permasalahan yang berkaitan dengan penampilan fisik pada masa remaja, yang secara tidak langsung dapat memengaruhi psychological well-being. Psychological well-being merupakan suatu pencapaian penuh dari potensi psikologis individu yang dapat menerima kekuatan dan kelemahan dalam diri. Permasalahan berat badan dalam diri individu menjadi salah satu hal yang berkaitan dengan salah satu dimensi psychological well-being yaitu penerimaan diri. Dikatakan bahwa remaja yang mengalami obesitas akan menjadi rendah diri, dan juga sulit membina hubungan positif dengan orang lain dibandingkan dengan remaja yang memiliki berat badan normal. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui perbedaan psychological well-being pada remaja obesitas dengan remaja yang memiliki berat badan normal. Sebanyak 64 remaja (28 laki-laki dan 36 perempuan) dengan rentang usia13-18 tahun (yang terdiri dari 32 remaja obesitas dan 32 remaja berat badan  normal) yang dipili dengan menggunakan teknik incidental sampling dan multi stage cluster. Pengumpulan data dengan menggunakan Ryff’s psychological well-being scale (RPWB). Hasil uji hipotesis dengan menggunakan Mann-Whitney U menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p)=0,010 (p0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan psychological well-being pada remaja obesitas dengan remaja berat badan normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa remaja dengan berat badan normal memiliki psychological well-being yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja obesitas.
Hubungan antara Stres dengan Prokrastinasi pada Mahasiswa yang Sedang Menyusun Skripsi di Universitas Syiah Kuala Nur Adlina; Zaujatul Amna
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi Vol 1, No 4 (2016): November 2016
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.121 KB)

Abstract

Penyelesaian skripsi pada mahasiswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah prokrastinasi.Prokrastinasi merupakan suatu kecenderungan perilaku dalam diri individu untuk menghabiskan waktu, menunda, dan secara sengaja tidak segera mengerjakan sesuatu yang seharusnya diselesaikan.Salah satu hal yang menyebabkan terjadinya prokrastinasi adalah stres yang dialami individu, dimana stres dapat membuat individu tidak termotivasi dan malas untuk mengerjakan skripsi sehingga pada akhirnya melakukan prokrastinasi. Tujuan penelitian  adalah untuk mengetahui hubungan antara stres dengan prokrastinasi pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.Sampel penelitian berjumlah 312 mahasiswa (187 laki-laki dan 125 perempuan).Pengumpulan data menggunakan DASS 42 versi adaptasi dan Tuckman Procrastination Scale. Analisis data menggunakan teknik korelasi Pearson yang menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) = 0,114 dengan nilai signifikansi (p) = 0,044 (p 0,05) sehingga dapat diartikan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara stres dengan prokrastinasi pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di Unsyiah. Hal ini mengindikasikan semakin rendah skor pada intensitas stres maka semakin rendah pula skor pada intensitas prokrastinasi, demikian juga sebaliknya.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa stres berkaitan secara signifikan terhadap prokrastinasi mahasiswa.
Perbedaan Subjective Well-Being pada Dewasa Awal ditinjau dari Status Pernikahan di Kota Banda Aceh Nadhira Miranda; Zaujatul Amna
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi Vol 1, No 4 (2016): November 2016
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (676.587 KB)

Abstract

Dewasa awal ialah individu yang berada pada rentang usia 20-40 tahun, dimana salah satu tugas perkembangannya ialah menjalin komitmen pribadi dengan lawan jenis, salah satunya ialah melalui pernikahan. Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi baik keintiman fisik maupun emosional, tanggung jawab, dan juga sumber pendapatan. Pernikahan menjadi salah satu faktor penting dalam pencapaian subjectivewell-being pada diri individu. Subjective well-being merupakan suatu kondisi yang mengacu pada evaluasi individu terhadap hidupnya, yang dilakukan secara kognitif dan afektif,dimana individu yang menikah cenderung memiliki subjective well-being yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang belum menikah. Meskipun demikian, bagi sebagian individu dewasa awal memilih untuk melakukan penundaan terhadap pernikahannya, beberapa faktor yang dapat memengaruhinya diantaranya adanya tuntutan pekerjaan dan pendidikan. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui perbedaan subjective well-being pada dewasa awal ditinjau dari status pernikahan di kota Banda Aceh. Sebanyak 352 dewasa awal dengan rentang usia 20-40 tahun (176 menikah dan 176 belum menikah) dijadikan sebagai sampel penelitian yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan satisfaction with life scale (SWLS) dan scale of positive and negative experience (SPANE). Analisis data dengan menggunakan Independent sample T-Test, yang menunjukkan nilai signifikansi (p) = 0,000 (p0,005), artinya bahwa terdapat perbedaan subjective well-being pada individu yang menikah dan belum menikah, dimana individu menikah memiliki subjective well-being yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang belum menikah.
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA DI ACEH: The Relationship Between Religiosity and Cybersex Behavior in Adolescents in Aceh Hijratul Zulfa; Maya Khairani; Risana Rachmatan; Zaujatul Amna
Journal of Community Mental Health and Public Policy Vol. 4 No. 2 (2022): APRIL
Publisher : Lembaga Penelitian dan Terapan untuk Kesehatan Jiwa (Lenterakaji)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51602/cmhp.v4i2.71

Abstract

ABSTRACTThe level of religiosity in adolescents will affect their behavior. Adolescents with high religiosity tend to behave positively, while low religiosity refers to negative behavior such as cybersex, namely the activity of accessing pornography on the internet, whether in the form of sex-related videos, images, text stories, films, and games, engaging in conversations about online sex. The purpose of this study is to determine the relationship between religiosity and cybersex in adolescents in Aceh. Measuring instruments used in this study were the Internet Sex Screening Test scale and the Muslim Daily Religiosity Assessment Scale. This type of research is correlated with the sampling technique used was an accidental technique with 347 adolescents aged range 18-to 24 years old living in Aceh and consisting of 134 boys and 213 girls. The result shows the significant level of this study is (p)=0.000 with the correlation (r)=-0.34, the hypothesis of this study is accepted, which shows there is a negative correlation between religiosity and cybersex behavior in adolescents in Aceh. The meaning is getting a higher level of adolescents’ religiosity, the lower their cybersex, and the lower their level of religiosity, the higher their cybersex. This study also shows that the majority of adolescents in Aceh have a higher level of religiosity so they were able to control the cybersex. Future researchers are expected to look at other factors that may influence cybersex behavior.ABSTRAKTingkat religiusitas pada remaja akan berpengaruh terhadap perilakunya. Remaja yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi cenderung berperilaku positif dan remaja yang memiliki religiusitas yang rendah akan merujuk kearah perilaku negatif. Salah satunya ialah perilaku cybersex yaitu suatu kegiatan mengakses pornografi di internet, baik dalam bentuk video, gambar, teks cerita, film dan game yang berbau seksual, atau terlibat percakapan tentang seksual online (daring) dengan orang lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan perilaku cybersex pada remaja di Aceh. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Internet Sex Screening Test dan Muslim Daily Religiosity Assessment Scale. Jenis penelitian ini adalah korelasi dengan teknik sampling yang digunakan adalah teknik aksidental dengan jumlah responden sebanyak 347 remaja dengan rentang usia 18-24 tahun yang berdomisili di Aceh yang terdiri dari 134 laki-laki dan 213 perempuan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p)=0,000 dengan nilai korelasi (r) =-0,43. Hal ini berarti bahwa hipotesis penelitian diterima, yang menunjukkan bahwa adanya hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku cybersex pada remaja di Aceh. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi religiusitas pada remaja, maka semakin rendah tingkat cybersex, begitu juga sebaliknya, semakin rendah religiusitas, maka samakin tinggi cybersex pada remaja. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa mayoritas remaja di Aceh memiliki religiusitas yang tinggi sehingga mampu mengontrol cybersex. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melihat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku cybersex.
Hubungan antara Mindfulness dengan Kecemasan akan Kematian pada Dewasa Madya Rahmatul Hafidah; Zaujatul Amna; Dahlia Dahlia; Syarifah Faradina
Jurnal Ilmu Perilaku Vol 7 No 1 (2023): Jurnal Ilmu Perilaku
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jip.7.1.24-46.2023

Abstract

Death anxiety is an unpleasant emotional state that a person experiences when thinking about death. Anxiety can have a detrimental impact on mental health, especially in the middle adulthood stage, who experience death anxiety more often. One of the effective strategies to deal with death anxiety is to have mindfulness. The concept of mindfulness can help middle-aged adults to stay focused on doing and interpreting every activity or situation without thinking about abstract things, such as death. The purpose of this study was to investigate the relationship between mindfulness and death anxiety in middle adulthood. The total sample of 275 middle-aged adults was selected by accidental sampling technique. Data were collected using the Mindful Attention Awareness Scale (MAAS) and Death Anxiety Scale-Extended (DAS-Extended). The results of data analysis using the Spearman-Brown Formula showed that there was a negative relationship between mindfulness and death anxiety in middle adulthood. In other words, higher mindfulness will be associated with lower death anxiety, and vice versa. Therefore, mindfulness is associated with reduced death anxiety in middle adulthood. Keywords: Mindfulness, Death Anxiety, Middle Adulthood
KONFLIK PERAN GANDA PADA TENAGA KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA LANGSA Khansa Zayyana; Risana Rachmatan; Eka Dian Aprilia; Zaujatul Amna
Empowerment Jurnal Mahasiswa Psikologi Universitas Buana Perjuangan Karawang Vol. 5 No. 1 (2025): Empowerment Jurnal Mahasiswa Psikologi Universitas Buana Perjuangan Karawang
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/empowerment.v5i1.1360

Abstract

Individu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan menghadapi banyak tuntutan pekerjaan yang tinggi sehingga memberikan dampak pada kehidupan pribadi, seperti keluarga. Salah satu dampak yang dihasilkan yaitu adanya konflik peran ganda karena ketidakseimbangan dalam memenuhi tuntutan tugas pekerjaan (profesional) dan juga dalam kehidupan berumah tangga. Adapun tujuan penelitian adalah untuk melihat gambaran konflik peran ganda pada tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan teknik deskriptif. Sebanyak 160 tenaga kesehatan RSUD Langsa terlibat sebagai sampel penelitian yang dipilih dengan menggunakan metode nonprobability sampling dengan teknik insidental sampling dengan kriteria menikah, memiliki anak, dan bekerja dengan sistem shift. Pengumpulan data penelitian menggunakan alat ukur yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia melalui proses expert review sehingga instrumen penelitian tervalidasi dan reliabel. Hasil analisis data menunjukkan berdasarkan profesinya, diketahui bahwa perawat lebih dominan memiliki konflik dibandingkan profesi tenaga kesehatan lainnya, yaitu dominan mengalami konflik FWC yang berbasis waktu dilihat dari rentang usia, maka tenaga kesehatan dengan rentang usia 26-35 tahun dominan mengalami konflik WFC, usia 36-45 tahun dominan mengalami konflik FWC. Selanjutnya berdasarkan jumlah anak yang dimiliki di dapatkan hasil bahwa tenaga kesehatan dengan jumlah anak 3 dominan mengalami WFC, sedangkan tenaga kesehatan dengan jumlah anak 4 dominan mengalami FWC Individuals who work as health workers deal with many high work demands that impact their personal lives, such as family. One of the resulting impacts is a work-family conflict due to an imbalance in fulfilling the work (professional) duties and also in home life.The research aims to describe work-family conflict to the health workers at the Langsa General Hospital, which was carried out using a quantitative approach with descriptive techniques. All 160 Langsa General Hospital health workers involved as research samples were selected using a non-probability sampling method with an incidental sampling technique with the criteria married, having a child, and working on a shift system. The research data collection used the work-family conflict scale translated into Indonesian through an expert review process so that the research instrument was validated and reliable. The research result according to profession, it is known that nurses were more dominant in conflict than other health worker professions, namely in experiencing time-based FWC conflict from the age range, health workers with an age range of 26-35 years predominantly experience WFC conflict, age 36-45 years predominantly experience FWC conflict. Furthermore, based on the number of children owned, the results show that health workers with three children predominantly experience WFC, while health workers with four children predominantly experience FWC
KESEIMBANGAN PEKERJAAN-KELUARGA DAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI BEKERJA Salsabila, Syifa; Maya Khairani; Kartika Sari; Zaujatul Amna
Dinamika Psikologis: Jurnal Ilmiah Psikologis Vol. 2 No. 1 (2025): MEI 2025
Publisher : Univeresitas Mercu Buana Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26486/jdp.v2i1.4723

Abstract

Istri yang bekerja menjadi salah satu isu dalam rumah tangga yang berpotensi menimbulkan konflik dan dapat menyebabkan ketidakpuasan dalam pernikahan. Oleh karena itu dibutuhkan strategi dalam menyeimbangkan karier dan keluarga agar terbentuk keharmonisan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi keseimbangan pekerjaan-keluarga dengan kepuasan pernikahan pada istri yang bekerja. Penelitian korelasional ini menggunakan Work-Family Balance Scale dan ENRICH Marital Satisfaction Scale untuk mengumpulkan data. Sebanyak 101 istri yang bekerja terlibat dalam penelitian dengan kriteria berstatus menikah, berusia 20-40 tahun, memiliki anak, bekerja lima hari dalam satu minggu dan delapan jam dalam sehari. Pemilihan partisipan dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik pemilihan sampel purposif. Data kemudian dianalisis dengan teknik korelasi Spearman Rho melalui aplikasi JASP 0.16.4.0 for windows. Hasil analisis menunjukkan korelasi positif dan signifikan antara keseimbangan pekerjaan-keluarga dengan kepuasan pernikahan pada istri yang bekerja. Kata Kunci: keseimbangan pekerjaan-keluarga, kepuasan pernikahan, istri yang bekerja