Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

IMPLEMENTASI PRINSIP – PRINSIP HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL DALAM KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI INDONESIA Amarulah, Mirza; Trihastuti, Nanik; Samekto, FX. Adji
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 3 (2017): Volume 6 Nomor 3, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (618.903 KB)

Abstract

Kerusakan hutan di Indonesia akibat dari kebakaran hutan dan lahan cenderung terjadi setiap tahunnya. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia merupakan kejadian yang lebih dari 95% (sembilan puluh lima persen) disebabkan oleh faktor aktivitas manusia dalam mengelola sumber daya alam di area hutan maupun lahan. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merilis data bahwa luas kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2011–2016 telah membakar lebih dari 328 ribu Ha area hutan dan lahan di Indonesia. Akibat dari kebakaran tersebut menyebabkan kabut asap lintas batas, kerusakan tanah, hilangnya keberagaman hayati, peningkatan pelepasan gas rumah kaca, dan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sangatlah bersentuhan dengan dengan prinsip–prinsip hukum lingkungan internasional dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Penelitian ini membahas apakah Indonesia telah mengimplementasikan prinsip prinsip tersebut ke dalam kebijakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia serta bagaimana upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Penelitian ini di lakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif, dengan data sekunder sebagai data utama. Untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini digunakan prinsip-prinsip hukum lingkungan internasional sebagai pisau analisis. Berdasarkan hasil penelitian Indonesia telah memberlakukan prinsip-prinsip hukum lingkungan internasional dalam kebijakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, selain itu upaya Indonesia dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan secara umum dilakukan melalui tiga upaya yaitu pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca kebakaran.
NORMATIVITAS KEILMUAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF ALIRAN PEMIKIRAN NEO-KANTIAN FX. Adji Samekto
Masalah-Masalah Hukum Vol 44, No 1 (2015): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4572.702 KB) | DOI: 10.14710/mmh.44.1.2015.11-17

Abstract

Scientific normativity of law conceived as a character inherent in legal science as a sui generis. Jurisprudence basically study the law, something that initially emerged from the dogmatic belief in philosophy. Dogmaticism refuse to alter beliefs one iota. The teachings of dogmatic philosophy stems from the teachings of Plato (428-347 BC) and is reflected in the legal enforceability. Dogmaticism in the law is reflected in the Corpus Juris Civilis. Along with the development of post Era Scholastic philosophical thinking, the philosophy synthesizes thought between dogmatic thinking and skeptic has appeared in the Age of Enlightment.This idea is reflected in Transcendental Idealist philosophy thought of Immanuel Kant (1724 to 1804). The core idea is that real human beings are given the ability tounderstand based on empirical experience and actually also able to gain an understanding of the human being that is the essence of symptoms. Transcendental Idealist, thus dynamic, moving to look for values   that are useful for life. Transcendental Idealist thought then be adopted Kelsen (18811973) in the teaching of normativity in legal positivism (legal positivism). Normativity in the teachings of Hans Kelsen’s legal positivismderived from the integration of empirical positivism and idealistic positivism.Keywords : Normativity, Neo-kantian, Hans Kelsen, Transsendental IdealisNormativitas keilmuan hukum dikonsepsikan sebagai karakter yang melekat pada keilmuan hukum sebagai cabang ilmu yang bersifat sui generis.Disebut demikian karena ilmu hukum pada dasarnya mempelajari hukum, sesuatu yang pada awalnya dimunculkan dari pemikiran filsafat yang beraliran dogmatik. Pemikiran filsafat dogmatik menolak alternatif keyakinan (belief) lain dalam berpikir. Pemikiran filsafat dogmatik bermula dari ajaran Plato (428-347 SM) dan tercermin dalam keberlakuanhukum. Dogmatika dalam hukum sangat tercermin dalam Corpus Juris Civilis. Seiring dengan perkembangan pemikiran filsafat pasca Era Skolastik, maka pemikiran filsafat yang mensintesakan antara pemikiran dogmatik dan skeptik telah muncul di Era Pencerahan.Pemikiran tercermin dari filsafat pemikiran Transendental Idealis dari Immanuel Kant (1724-1804). Inti pemikirannya adalah bahwa manusia sesungguhnya diberi kemampuan untuk memahami berdasarkan pengalaman empirisdan sesungguhnya pula manusia mampu mendapat pengertian tentang gejala yang bersifat esensi. Transendental Idealis, dengan demikian bersifat dinamis, bergerak untuk mencari nilai-nilai yang berguna untuk kehidupan. Pemikiran Transendental Idealis inilah yang kemudian menjadi landasan pemikiran Hans Kelsen (1881-1973) dalam mengajarkan normativitas dalam positivisme hukum (legal positivism). Normativitas dalam positivisme hukum ajaran Hans Kelsen bersumber dari integrasipositivisme empiris dan empirisme idealis.Kata Kunci : Normativitas, Neo-kantian, Hans Kelsen, Transsendental Idealis
IMPLIKASI HUKUM PERJANJIAN KEMITRAAN SUKARELA FOREST LAW ENFORCEMENT, GOVERNANCE, AND TRADING (FLEGT-VPA) ANTARA INDONESIA DAN UNI EROPA TERHADAP KAYU DAN PRODUK KAYU INDONESIA Sugandi, Muhammad Husni; Priyono, FX, Joko; Samekto, FX. Adji
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 4 (2017): Volume 6 Nomor 4, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (600.172 KB) | DOI: 10.14710/dlj.2017.19773

Abstract

Perjanjian Kemitraan Sukarela Forest Law Enforcement, Governance, and Trading (FLEGT-VPA) merupakan perjanjian bilateral antara Indonesia dan Uni Eropa di bidang penegakan hukum, peningkatan tata kelola, dan perdagangan kayu dan produk kayu, yang merupakan respon terhadap aksi pembalakan liar di negara-negara produsen kayu. Di mana fokus dari perjanjian ini adalah perdagangan kayu dan produk kayu legal. Dalam kerangka perdagangan WTO, negara-negara anggota harus tunduk terhadap aturan perdagangan GATT/WTO. permasalahan yang hukum yang timbul adalah bagaimana implikasi hukum FLEGT-VPA terhadap aturan perdagangan WTO dan ketentuan-ketentuan dalam GATT 1994 serta apakah pemberlakuan EU Timber Regulation yang melegitimasi aturan peredaran kayu dan produk kayu legal sebagai suatu hambatan teknis dalam aturan perdagangan WTO. Hasil penelitian menunjukan bahwa FLEGT-VPA tidak melanggar ketentuan-ketentuan dalam GATT maupun ketentuan perdagangan WTO, kedua ditemukan bahwa EU Timber Regulation  bukanlah merupakan suatu hambatan teknis.
IMPLEMENTASI ASAS RESIPROSITAS DALAM PROSES EKSTRADISI MARIA PAULINE LUMOWA DARI SERBIA KE INDONESIA Putri, Adila Yunita; Samekto, FX. Adji; Dwiwarno, Nuswantoro
Diponegoro Law Journal Vol 13, No 1 (2024): Volume 13 Nomor 1, Tahun 2024
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dlj.2024.41364

Abstract

Kemajuan di berbagai bidang di masa kini menyebabkan timbulnya kejahatan yang tidak mengenal batas wilayah atau kejahatan berdimensi internasional. Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan yang melarikan diri ke negara lain sulit dilakukan karena adanya penghormatan kedaulatan wilayah kepada suatu negara. Dalam mengatasi hal ini, salah satu kerja sama yang bisa dilakukan oleh negara-negara bersangkutan adalah ekstradisi. Indonesia turut aktif dalam memburu pelaku kejahatan yang melarikan diri ke nagara lain, terutama pelaku kejahatan korupsi sebagai bentuk tanggung jawab Indonesia yang merupakan salah satu negara peserta United Nations Convention Against Corruption 2003. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif-empiris. Hasil penelitian ini ditujukan untuk membahas dan menganalisa alasan Serbia dalam menyerahkan penjahat buronan Maria Pauline Lumowa kepada Indonesia tanpa perjanjian ekstradisi dan implementasi asas resiprositas di masa yang akan datang.
RELASI HUKUM DENGAN KEKUASAAN: MELIHAT HUKUM DALAM PERSPEKTIF REALITASRELASI HUKUM DENGAN KEKUASAAN: MELIHAT HUKUM DALAM PERSPEKTIF REALITAS FX. Adji Samekto
Jurnal Dinamika Hukum Vol 13, No 1 (2013)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jdh.2013.13.1.157

Abstract

Autonomous law reflects enforceability of modern legal system which is promoting the achievement of formal justice and has biased value on the weak, the poor and the marginalized. Limitations of autonomous law further encourages the birth of responsive law, legal typology which reflects an effort to the substantive justice. Discourse about responsive law actually extremely close to the idea of progressive law offers by Satjipto Rahardjo. In the context of this progressive law indeed we are invited to think out of the box of autonomous law way of thinking. Thinking about out of the box here is that we are not constrained by the way of thinking only in modern legal systems - which reflect autonomous law - and consider that it is the most correct way of thinking, as proven autonomous law in practice of modern legal system is only able to realize the formal justice. Meaning contained in these progressive laws can explain the typology meaning of responsive law. Based on analysis study, the application of legal typology of repressive law, autonomous law and responsive law to the community can be carried out by the authorities at the same time depending on that typology of society.Key words: repressive law, autonomous law, responsive law, progressive law, law and authority 
TANTANGAN INDONESIA DALAM TAMAN SARI DUNIA : MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN Samekto, FX. Adji; Purwanti, Ani
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan Vol. 1 No. 1 (2021): VOLUME 1 ISSUE 1, APRIL 2021
Publisher : Badan Pembinaan Ideologi Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52738/pjk.v1i1.2

Abstract

Taman Sari Dunia suatu istilah yang bersumber dari pidato Soekarno dihadapan Sidang BPUPK pada tanggal 1 Juni 1945 yang dikenal sebagai Hari Lahir Pancasila. Istilah Taman Sari Dunia menunjuk pada keberadaan negara-negara dunia yang beranekaragam aliran sistem ekonomi-politik dan ideologinya, tetapi berdiri sederajat. Dalam konsep masyarakat internasional seperti itu, maka benarlah kalau kemudian di dalam Piagam PBB dirumuskan larangan dilakukannya intervensi satu negara terhadap negara yang lain, karena hal itu merupakan pelanggaran atas hak kemerdekaan segala bangsa. Kemerdekaan merupakan jalan yang harus dilalui (diperjuangkan) karena di alam kemerdekaan itulah baru kita dapat menyelenggarakan negara untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Akan tetapi dalam perjalanan realitasnya, penjajahan dan intervensi tetap terjadi dengan wujud yang berbeda. Kini penjajahan dilakukan dengan instrumen teknologi informasi untuk membawa dunia pada cara berpikir pasar bebas. Hal itu semakin menguat ketika dunia memasuki era globalisasi pada tahun 1989-1990 an. Upaya mendominasi dan menciptakan ketergantungan oleh satu atau sekelompok kekuatan negara terhadap negara lain semakin mendapatkan ruangnya dalam arena pasar bebas dunia. Fenomena ketidak adilan yang terjadi dalam hubungan antar negara ini harus terus-menerus dilawan karena akan selalu menghambat upaya pencapaian kesejahteraan oleh suatu bangsa. Momentum terjadinya pandemi COVID-19 yang melanda dunia sejak akhir 2019 yang lalu, harus menjadi momentum untuk merubah situasi ketidakadilan dunia, melalui perjuangan kedaulatan pangan oleh bangsa Indonesia, sebagai salah satu langkah membebaskan bangsa Indonesia dari keterpurukan akibat wabah virus tersebut. Kedaulatan pangan adalah hak setiap negara untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional.