Articles
PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN JASA PERGURUAN TINGGI ASING DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF GENERAL AGREEMENT ON TRADES IN SERVICES (GATS)
Ramadhan, Idam Cahaya;
Priyono, Joko;
Trihastuti, Nanik
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 1 (2019): Volume 8 Nomor 1, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (203.075 KB)
Ratifikasi Indonesia atas Agreement Establishing WTO membawa Indonesia menjalankan General Agreement on Trade in Services (GATS). Salah satu sektor yang masuk ke dalam mekanisme GATS adalah jasa pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Muncul perdebatan mengenai mekanisme perdagangan jasa pendidikan tinggi dalam GATS, yang mana Indonesia belum mengajukan schedule of commitment (SOC), namun terkait penerapan syarat pengoperasian perguruan tinggi asing dalam aturan hukum Indonesia sudah mengarah ke dalam prinsip market access dan national treatment yang terkandung di dalam SOC. Hal ini membawa dampak ketidak sesuaian antara aturan nasional dengan mekanisme prinsip perdagangan jasa internasional dalam GATS.
IMPLEMENTASI PRINSIP – PRINSIP HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL DALAM KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI INDONESIA
Amarulah, Mirza;
Trihastuti, Nanik;
Samekto, FX. Adji
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 3 (2017): Volume 6 Nomor 3, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (618.903 KB)
Kerusakan hutan di Indonesia akibat dari kebakaran hutan dan lahan cenderung terjadi setiap tahunnya. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia merupakan kejadian yang lebih dari 95% (sembilan puluh lima persen) disebabkan oleh faktor aktivitas manusia dalam mengelola sumber daya alam di area hutan maupun lahan. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merilis data bahwa luas kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2011–2016 telah membakar lebih dari 328 ribu Ha area hutan dan lahan di Indonesia. Akibat dari kebakaran tersebut menyebabkan kabut asap lintas batas, kerusakan tanah, hilangnya keberagaman hayati, peningkatan pelepasan gas rumah kaca, dan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sangatlah bersentuhan dengan dengan prinsip–prinsip hukum lingkungan internasional dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Penelitian ini membahas apakah Indonesia telah mengimplementasikan prinsip prinsip tersebut ke dalam kebijakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia serta bagaimana upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Penelitian ini di lakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif, dengan data sekunder sebagai data utama. Untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini digunakan prinsip-prinsip hukum lingkungan internasional sebagai pisau analisis. Berdasarkan hasil penelitian Indonesia telah memberlakukan prinsip-prinsip hukum lingkungan internasional dalam kebijakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, selain itu upaya Indonesia dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan secara umum dilakukan melalui tiga upaya yaitu pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca kebakaran.
The CSR of Tobacco Industries: The Concept And Its Implementation
Nanik Trihastuti
International Conference On Law, Business and Governance (ICon-LBG) Vol 1 (2013): 1st ICon-LBG
Publisher : UBL
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (461.515 KB)
Cigarettes are the products made from tobacco which contains nicotine and tar that has harmful effectswhen they are consumed. Nicotine is identified as an addictive substance while tar contains toxic andcarcinogenic substance. Furthermore, since the harmful effects of the manufactured products, cigarettecompanies should have a responsibility to protect the consumers and their environment, so that they arefreed from the effects. Various companies’ activities which are considered as a company socialresponsibility, such as sponsoring sport events and arts, are actually a massive promotion attempt andeven green camouflage which improve the credibility of the companies as the ones which are notmanufacturing harmful products. Based on the fact, the concept of cigarette company social responsibilityneeds to be reconsidered by differentiating it with other company social responsibilities which havedifferent harmful implications from meanings and realizations.
SERVITUDE DI PERBATASAN INDONESIA – MALAYSIA (SEBAGAI ALTERNATIF MENGEMBANGKAN EKONOMI PERBATASAN DI KALBAR- SERAWAK)
Hadi Suratman;
FX. Adji Samekto;
Nanik Trihastuti
Masalah-Masalah Hukum Vol 49, No 2 (2020): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (513.083 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.49.2.2020.192-201
Pedagang lintas batas adalah pedagang tradisional dari Indonesia yang masuk ke wilayah Malaysia untuk berdagang di Distrik Serikin, namun tidak menggunakan dokumen lengkap baik sebagai surat untuk melintas maupun membawa barang dagangan. Di sini tentunya kita pahami bersama dan mengapa hal itu bisa terjadi. Mungkin di situlah adanya ketergantungan antara Masyarakat Malaysia dengan pedagang Indonesia. Ketergantungan tersebut telah menguntungkan bagi pedagang Indonesia. Pemerintah Malaysia dan Indonesia hendaknya harus memberikan suatu legalitas bagi para pedagang Indonesia dengan melakukan kerja sama Bilateral antara Indonesia dengan Malaysia tentang suatu kawasan khusus dagang dengan menggunakan Hak Ekonomi Servitude. Jadi dalam penelitian ini ada beberapa persoalan yang harus dikaji yaitu: 1) Hak Servitude dalam Pembangunan Kawasan Perbatasan; 2) Pembentukan Kawasan Khusus Dagang Lintas Batas; 3) Manfaat dari Kawasan Khusus Dagang bagi Indonesia dan Malaysia; 4) Upaya Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Perbatasan.
SAFEGUARD RE-INVESTIGATION BY MADAGASCAR GOVERNMENT ON PASTA PRODUCTS FROM INDONESIA BASED ON GATT/WTO FRAMEWORK
Tirza Gracia Shekinah Hutagaol;
FX. Joko Priyono;
Nanik Trihastuti
Diponegoro Law Review Vol 6, No 2 (2021): Diponegoro Law Review October 2021
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (574.035 KB)
|
DOI: 10.14710/dilrev.6.2.2021.217-230
Due to the increase of import in the last 4 years, Madagascar investigated imported pastain October 2018, terminated it on July 10, 2019, and reinvestigated it on July 18, 2019. They were followed with Provisional Safeguard Measures(PSM). This study aimed to know whether Madagascar had been fulfilling the elements of Article XIX GATT in the preliminary determination of investigation and whether a safeguard reinvestigation is in accordance with the GATT/WTO. Researchers used a juridical normative approach. The result showed that serious injuries and causal links from Article XIX GATT were undetermined in the preliminary determination. Neither the GATT nor Agreement on Safeguard (SA) were not regulating safeguard reinvestigation, so it can proceed but without PSM in the second investigation, because it violated the provisions of Article 6 SA.Madagascar shall immediately completing the elements that had not been determined and revoke the PSM in the second investigation.
PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA ATAS ACTA JURE IMPERII PERUSAHAAN YANG DIDUGA BUMN (STUDI TERHADAP KASUS EMILIO AGUSTIN MAFFEZINI V. KINGDOM OF SPAIN)
Dzulfiki Muhammad Rizki;
Kholis Roisah;
Nanik Trihastuti
Diponegoro Law Journal Vol 10, No 1 (2021): Volume 10 Nomor 1, Tahun 2021
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (642.664 KB)
Prinsip pertanggungjawaban negara diterapkan secara khusus oleh ICSID untuk membuat host state mengganti kerugian materiil atas perbuatan BUMN terhadap investor asing. Walaupun demikian, BUMN dianggap sebagai perusahaan swasta yang bertanggung jawab atas segala tindakannya tanpa melibatkan host state. Salah satu upaya untuk membuktikan hal tersebut adalah dengan mengandalkan Pasal 5 Draft Articles of Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts (ARSIWA) yang secara khusus mengatur kriteria suatu perusahaan berjenis apapun supaya dapat dibebankan kepada negara selama perusahaan tersebut memiliki kapasitas secara hukum untuk melaksanakan fungsi pemerintahan (acta jure imperii). Hal tersebut adalah gambaran dari kasus Maffezini melawan Spanyol yang akan dijadikan sebagai objek utama dalam studi kasus ini. Permasalahan yang diteliti adalah kapasitas SODIGA sebagai BUMN Spanyol sehingga ia dapat digugat oleh Maffezini dan pertanggungjawaban Spanyol terhadap perbuatan SODIGA. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan bahan-bahan hukum yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Bahan-bahan hukum dianalisis secara komparatif dan ratio decidendi, kemudian disajikan dalam bentuk uraian yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SODIGA adalah BUMN karena salah satu fungsinya mengandung sifat pemerintahan, meskipun fungsi-fungsi lainnya mengandung sifat komersial (acta jure gestionis). Hal ini juga berarti tidak semua perbuatan BUMN dapat dibebankan kepada negara, namun hanya tindakan yang mencerminkan acta jure imperii saja. Penulis menyarankan Pasal 31 Vienna Convention sebagai alternatif guna menafsirkan klausa-klausa Pasal 25 Konvensi ICSID dan juga mempertimbangkan faktor-faktor penentu suatu tindakan negara selain sifat, yaitu tujuan atau konteks.
Legal Protection of Stateless Persons Arising From CrossBorder Marriage: Indonesia and East Timor Case Study
Nanik Trihastuti;
Tri Laksmi Indreswari;
Daniel René Kandou;
Mira Novana Ardani;
Diastama Anggita Ramadhan
Yustisia Vol 11, No 3: December 2022
Publisher : Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20961/yustisia.v11i3.59287
Statelessness is a continuing international legal issue, with individuals lacking the protection of fundamental rights within the jurisdiction of a State. One aspect contributing to this problem is customary cross-border marriage between people of different nationalities, particularly in local border towns, for a variety of reasons. This study examines the phenomenon as a cause of statelessness and undocumented individuals and what the legal protection that international human rights instruments provide for States to comply. This study uses legal research by comparing the East Timor Constitution. Based on the study's results, the potential for statelessness and undocumented people due to cross-border marriage by custom has a detrimental effect on both women and children since it is difficult for them to obtain residence documents. Cross-border marriages between East Timorese men and Indonesian women by customary causing unregistered in Indonesia and East Timor. Field research shows that Indonesian women/wives in East Timor cannot exercise their rights since they are not East Timorese nationals. Noting the conflict of nationality laws between States, especially bordering States, the failure of both States to accommodate women that married are non-nationals breaches Article 9 of CEDAW and constitutes as discrimination against women defined under Article 1 of CEDAW
RETALIASI AMERIKA SERIKAT TERHADAP INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN SENGKETA IMPOR PRODUK HORTIKULTURA, HEWAN DAN PRODUK HEWAN
Yeni Erviana;
FX. Joko Priyono;
Nanik Trihastuti
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 4 (2022): Volume 11 Nomor 4, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pada tahun 2014, Kebijakan impor produk hortikultura, hewan, dan produk hewan yang diterapkan Indonesia digugat Amerika Serikat (AS) di Panel WTO karena memberlakukan hambatan perdagangan yang dilarang GATT. Laporan Panel dikuatkan badan banding menyatakan kebijakan impor produk tersebut bertentangan dengan Pasal 11 GATT. Selanjutnya, AS mengajukan permohonan retaliasi terhadap Indonesia karena dianggap belum mematuhi rekomendasi DSB. Indonesia keberatan dengan permohonan retaliasi AS karena, telah mematuhi rekomendasi DSB dengan melakukan penyesuaian kebijakan impor sebelum jangka waktu berakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian permohonan retaliasi yang diajukan oleh AS dengan mekanisme penyelesaian sengketa WTO dan untuk mengetahui kesesuaian peraturan yang telah dilakukan Indonesia dengan rekomendasi DSB. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan permohonan retaliasi yang diajukan oleh AS tidak sesuai dengan mekanisme penyelesaian sengketa WTO karena bertentangan dengan Pasal 23 DSU. Penyesuaian peraturan importasi yang dilakukan oleh Indonesia telah sesuai dengan rekomendasi DSB.
The Implication of Sea-level Rise Toward the Small Island Nation of Maldives: Legal Perspective
Hananto, Pulung Widhi Hari;
Trihastuti, Nanik;
Basir, Salawati Mat;
Prananda, Rahandy Rizki;
Rizki, Dzulfiki Muhammad
LAW REFORM Vol 18, No 2 (2022)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (46.385 KB)
|
DOI: 10.14710/lr.v18i2.44698
Climate change has always been a major issue and a long discussion in the international community. One of the tangible manifestations of climate change is rising sea levels. Sea level rise also has a significant impact on small island countries or micro-countries which are geographically small and have very low land elevations. The impact of sea level rise will pose a threat that is quite dangerous for the existence of a small island nation like the Maldives. This article applies normative legal research methods using a conceptual approach, cases and regulations. This study aims to examine the implications of sea level rise on the Maldives perspective and provide options in the form of legal construction to solve this problem. This research found that The UNCLOS does not provide explicit reference against the sea-level rise effected by climate change. However, International community have been making progress to address this issue with a numbers of conferences. This study suggest that The Maldives government should have maximized the implementation of its laws and regulation to mitigate air space pollution coming from GHG Emission. The consistency of its implementation is the important key to mitigate the impact of this sea level rises.