Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PERTENTANGAN ASAS LEGALITAS FORMIL DAN MATERIIL DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG KUHP Ramadan Tabiu
Jurnal Penelitian Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (319.131 KB)

Abstract

AbstractThis study discusses on the contradiction of formal and material legality principle in the KUHP bill. The questions posed in this research is what are the forms of said contradiction between the formal and material legality principle in the KUHP bill? The result shows that there exists contradiction between the formal legality principle in article 1 section (1) of the KUHP bill with the material legality principle in article 2 section (2) of KUHP bill. In the author’s opinion, the criminalization of applicable laws shall still be conducted through the State’s court allthewhile accommodating adat values. However this method shall be the last resort (ultimum remedium) in criminal law, in the sense that if the adat community can settle its disputes on its own, the disputes shall not be brought to the State judiciary. IntisariPenelitian ini membahas tentang pertentangan asas legalitas formil dan materiil dalam rancangan KUHP.  Rumusan masalah yang dikemukakan adalah bagaimana bentuk-bentuk pertentangan asas legalitas formil dengan asas legalitas materiel dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP)? Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pertentangan asas legalitas formil dalam pasal 1 ayat (1) RUU KUHP dengan asas legalitas materiil dalam pasal 2 ayat (1) RUU KUHP. Menurut hemat penulis, pemidanaan hukum yang hidup sebaiknya tetap melalui pengadilan negara dengan mengakomodasi nilai-nilai adat. Namun demikian, hal ini hanya sebagai sarana terakhir (ultimum remedium) dalam hukum pidana, artinya sepanjang masyarakat adat melalui lembaga adat, tokoh adat dan masyarakat adat dapat menyelesaikan pelanggaran hukum yang hidup atau hukum adat itu maka tidak perlu dibawah ke ranah pengadilan negara.
Peran Lembaga Adat Dalam Pengelolaan Hutan Adat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Arfa; Heryanti; Sahrina Safiuddin; Nur Intan; Jumiati Ukkas; Ramadan Tabiu; La Ode Muhammad Taufiq Afoeli
Catha : Jurnal Penelitian Kreatif dan Inovatif Vol. 1 No. 2 (2024): April
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/catha.v1i2.14

Abstract

Tujuan penelitian yaitu menganalisis peran lembaga adat dalam pengelolaan hutan adat pasca putusan MK Tahun 2015 serta pengaruh peran lembaga adat tersebut terhadap pengelolaan hutan adat terutama dalam mempertahankan eksistensi hutan adat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tipe penelitian normatif dengan pendekatan historis, pendekatan konsep, dan pendekatan perundang-undangan yang didukung oleh data sekunder selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitain yaitu Perubahan peran lembaga adat pasca putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 menguatkan posisi dan kewenangan lembaga adat dalam pengelolaan hutan adat. Dengan perubahan ini, lembaga adat memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, serta memastikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Peran lembaga adat dalam pengelolaan hutan adat antara lain membuat batasan dalam pengelolaan sumber daya hutan lindung melalui nilai-nilai dan norma, pengawasan kawasan hutan dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung, penyelesaian konflik, mengambil keputusan bersama terkait pengelolaan sumber daya hutan lindung, memberikan izin terkait pemanfaatan sumber daya hutan, dan pemberdayaan masyarakat.Urgensi utama lembaga adat dalam masyarakat hukum adat yaitu menjaga keberlanjutan budaya, lingkungan, dan kehidupan masyarakat adat terkait pengelolaan hutan adat untuk kesejahteraan masyarakat hukum adat berlandas pada hukum adat. Perubahan peran lembaga adat pasca putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 menguatkan posisi dan kewenangan lembaga adat dalam pengelolaan hutan adat. Namun, implementasi yang efektif memerlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak untuk memastikan perlindungan hak-hak masyarakat adat dan keberlanjutan pengelolaan hutan adat di Indonesia.