Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

THE EMERGENCE OF COMBINED STUNTING AND OBESITY AS A NUTRITIONAL THREAT TO CHILD DEVELOPMENT IN INDONESIA* Atmarita .; Triono Soendoro; Abas B Jahari; Trihono .; Robert Tilden
GIZI INDONESIA Vol 32, No 2 (2009): September 2009
Publisher : PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36457/gizindo.v32i2.71

Abstract

KEJADIAN MASALAH BALITA PENDEK BERSAMAAN DENGAN KEGEMUKAN MERUPAKAN ANCAMAN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK DI INDONESIATahun 2007 Indonesia melakukan penilaian status gizi anak balita meliputi berat badan (BB) dantinggi badan (TB), sehingga variasi TB/U dan BB/TB dapat ditentukan. Penulis menelaah sebarankependekan dibandingkan dengan kekurusan pada anak-anak di berbagai wilayah diIndonesia, danmembandingkannya dengan risiko pendek dan kurus untuk menentukan apa dan bagaimanakebijakan baru dan intervensi gizi masyarakat dibutuhkan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)2007/2008, yang merupakan survei potong-lintang berskala nasional, mencakup satu juta orang,termasuk penilaian status gizi 100.000 anak-anak prasekolah dengan menggunakan standarantropometri WHO 2005. Anak-anak dengan TB/U -2 SD dianggap pendek, anak-anak dengan BB/TB -2 SD dianggap kurus, dan anak-anak dengan BB/TB 2 SD dianggap gemuk ( obese). Sekitar 37persen balita yang diukur ternyata pendek. Dua persen pendek dan kurus, 8 persen gemuk danpendek, 27,8 persen pendek tetapi tidak kurus atau gemuk. Risiko ini bervariasi menurut jeniskelamin, usia dan daerah. Saat ini Indonesia tidak mempunyai program gizi masyarakat yang terfokuspada masalah terlalu pendek atau terlalu gemuk. Secara jelas kependekan dan kegemukan adalahancaman utama pada pengembangan sumberdaya manusia di Indonesia. Kata kunci:anthropometric assessment, stunting, obesity
THE CHANGE OF PREVALENCE OF XEROPHTHALMIA ON LOMBOK, SEPTEMBER 1977 - SEPTEMBER 1983 Ignatius Tarwotjo; Robert Tilden; Farida Farida; Atmarita Atmarita; robert Grosse; Alfred Sommer; Barbara Perry; Kathleen Richlen-Tilden
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 12 (1989)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2000.

Abstract

Berdasarkan data "Survei Prevalensi Kebutaan Gizi" tahun 1977, Lombok, Nusa Tenggara Barat, dinyatakan sebagai wilayah tinggi prevalensi xeroftalmia. Sebagai suatu wilayah dengan prevalensi xeroftalmia paling tinggi di Indonesia, banyak faktor risiko yang diidentifikasi bagi daerah ini, termasuk kejadian kecacingan, kekurangan frekuensi pemberian ASI pada anak yang masih menyusu; kekurangan "kamar cuci" di dalam rumah; variasi diet yang terbatas, tidak ada variasi konsumsi bahan pokok selain beras; dan kecilnya konsumsi sumber-sumber protein. Faktor risiko khusus xeroftalmi-korneal berkaitan dengan riwayat penyakit yang baru diderita si anak (campak dan infestasi berat kecacingan) dan kurang kalori protein berat. Sejak tahun 1978, Pemerintah Indonesia telah mengembangkan berbagai macam pendekatan untuk mengawasi (kontrol) xeroftalmia; sampai tahun 1982 telah mencapai 80% sasaran (anak Balita) dan telah menghasilkan penurunan prevalensi xeroftalmia di wilayah ini. Penurunan prevalensi ini dicapai tanpa penurunan secara proporsional faktor-faktor risiko terkait.