Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PERKEMBANGAN STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI PERAIRAN KARANG TAMAN NASIONAL KEPULAUAN WAKTOBI Isa Nagib Edrus; Rizkie Satriya Utama; Tri Aryono Hadi; Sasanti Retno Suharti; Yosephine Tuti
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 27, No 1 (2021): (Maret) 2021
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jppi.27.1.2021.43-55

Abstract

Wilayah Taman Nasional Kepulauan Wakatobi (TNKW) telah dikenal sebagai perairan yang terkelola dengan baik sejak 2010an. Namun dalam perjalanan waktu, aktivitas wisata dan perikanan diasumsikan akan mempengaruhi ekosistem terumbu karang dan mengubah sturktur komunitas ikan karang di kawasan tersebut. Pemantauan perkembangan sumberdaya ikan terumbu karang menjadi suatu pendekatan penting untuk mengetahui adanya perubahan tersebut dari 2015 sampai 2019. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan struktur ikan karang di TNKW. Metode yang digunakan adalah sensus visual bawah air pada transek sabuk seluas 350 m2. Unit analisis dalam pemantauan perubahan adalah 7 suku ikan karang karnivora dan herbivora, seperti Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Haemulidae, Acanthuridae, Scaridae, Siganidae dan 1 suku obligat karang (Chaetodontidae). Data terkini menunjukkan bahwa terdapat sedikitnya 95 jenis untuk 7 suku ikan karang, dimana pada tahun basis 2015 dijumpai 111 jenis. Kelompok ikan indikator suku Chaetodontidae dijumpai 32 jenis dari semula yang dijumpai 15 jenis. Rata-rata kepadatan ikan target 392 ekor/350 m2. Biomasanya rata-rata 2.224 kg/ha. Kepadatan ikan indikator 294 ekor/350 m2. Jenis-jenis yang mendominasi komunitasnya sejak tahun basis adalah dari suku, Acanthuridae (butana), Scaridae (kakatua) dan Serranidae (kerapu). Jenis koralivora dari suku Chaetodontidae yang mendominasi sejak tahun basis adalah Hemitaurichthys polylepis dan Chaetodon kleinii. Secara umum komunitas ikan karang di perairan Wakatobi berkembang baik dari aspek keragaman, kepadatan dan biomassa ikan karang. The Wakatobi-Archipelago National Park (WANP) has been recognized as good governance management since 2010s. There was asumption that tourism and fishery activities have been going to effluence on reef ecosystems and then altering the reef fish structure communities throughout the times in the area given. Hence, trend assessment for coral reef resources monitoring is an urgent approach to identify the changes of ranging from 2015 to 2019. This study aimed to identify the reef fish structure changes in the area of WANP. An underwater census visual method was used for 350 m2 in area of belt transect. Analysis units used to monitor changes were belong to groups of carnivorous and herbivorous fishes, such as Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Haemulidae, Acanthuridae, Scaridae, Siganidae, and belong to coral obligate such as Chaetodontidae.The updating data showed that there were at least 95 species for 7 families of target reef fishes in which before they were pound out 111 species in the basis year of 2015. Meanwhile, indicator fishes of Chaetodontidae were found out 32 species that they before only found out 15 species. The mean of target fish density is 392 individal/350 m2. The mean of their biomassa is 2,224 kg/ha. The indicator fish density was 294 ekor/350 m2. The species dominated their community since the basis year included the families of Acanthuridae (surgionfish), Scaridae (parrotfish) and Serranidae (groupers). Coralivorous species of Chaetodontidae dominated since the basis year, such as: Hemitaurichthys polylepis and Chaetodon kleinii. Generally, the reef fish communities in Wakatobi reef waters get the good trends in regarding to diversity, density and their biomass. 
PENGARUH KECERAHAN AIR LAUT TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI PERAIRAN PULAU BELITUNG Isa Nagib Edrus; Iwan Erik Setiawan
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 19, No 2 (2013): (Juni 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1273.345 KB) | DOI: 10.15578/jppi.19.2.2013.55-64

Abstract

Ikan karang selalu memberikan respon terhadap perubahan habitatnya, terutama ganguan yang terjadi pada terumbu karang dan kolom airnya. Penelitian ini dilakukan pada Juli 2010 di pesisir Pulau Belitung.  Tujuan penelitian adalah untuk mengindentifikasi struktur komunitas ikan karang dan hubungannya dengan kecerahan perairan. Metode pengumpulan data adalah mengunakan cara sensus visual dalam transek sabuk seluas 250 m2 dan alat secchi disk.  Hasil penelitian pada 25 lokasi transek  menunjukkan bahwa  sedikitnya terdapat 163 jenis ikan karang dari 75 genus dan 30 famili. Indeks kekayaan jenis berkisar pada nilai 2,3 sampai 9,3. Keanekaragam komunitas ikan tergolong sedang, dibawah 3,6. Kepadatan individu per meter persegi tergolong sangat jarang pada semua lokasi transek. Kecerahan perairan berkisar dari 1,5 sampai 15 meter. Peubah jumlah jenis dan indeks ekologisnya berkorelasi nyata dengan peubah kecerahan. Kecerahan di bawah 5 meter berpengaruh negatif pada keanekaragaman ikan karang. Reef fishes are always responsive to their habitat changes especially to alterations on coral reefs and body water. This study was caried out in July 2010 in the Belitung Island and adjacent waters.  The objective of this study is to identify community structures of reef fishes and their relationship with water transparency. This study used a visual census technique within area of 250 m2, while transparency was measured using a secchi disk from 25 sampling sites. The results show that at least there were 163 reef-fish species represented 75 genus and 30 families.  Richness index of fish ranged from 2.3 to 9.3.  Diversity indices of fish community were grouped in moderate level (< 3.6).  The density of fish per square meter was very rare in each transect area. Water transfarency ranged from 1.5 to 15 meter. The species numbers and their ecological indices have a significant relationship with water transparency variables. The low level of water transfarency negatively influenced to reef fish diversity. 
KEPADATAN DAN DISTRIBUSI UKURAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DI PERAIRAN KARANG BUTON DAN WAKATOBI, SULAWESI TENGGARA Isa Nagib Edrus; Kris Handoko
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9417.487 KB) | DOI: 10.15578/jppi.23.2.2017.131-139

Abstract

Kajian tentang ukuran populasi ikan napoleon (Cheilinus undulatus) merupakan bagian dari upaya pengelolaan sumberdaya ikan rawan punah. Penelitian ikan napoleon dilaksanakan di perairan karang Kabupaten Buton (2014) dan Wakatobi (2016). Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi kepadatan populasi napoleon dan distribusi frekuensi panjang ikan napoleon. Metode pengambilan data yang digunakan adalah Underwater Visual Census (UVC) dengan alat bantu GPS-ploating Kit sebagai penentu luas area sensus. Jumlah individu ikan napoleon yang ditemukan dalam satuan luas area sensus dihitung sebagai kepadatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan ikan napoleon di Buton dan Wakatobi masing-masing 0,76 dan 0,93 individu /ha. Nilai kepadatan ikan napoleon masuk kategori kritis dengan tingkat kepadatan sedang. Ukuran ikan anakan napoleon cukup banyak di Buton (26 %) dan ukuran dewasa terbanyak (100 %) dijumpai di Wakatobi, yaitu antara 30 – 50 cm. Ukuran ini termasuk dalam ukuran terlarang panen.  Assessing the population sizes of humphead warasse (Cheilinus undulatus) is vital to manage an endangered fish resource. This research aims to examine the population density and length distribution. This study was carried out at reef waters of Buton (2014) and Wakatobi (2016). A method used in data colection is underwater vicual census (UVC). The GPS-ploating Kid used as additional tool to record sensus areas. Results show that densities of humphead warasse in Buton and Wakatobi were 0.76 and 093 individual per hectar, respectively.  The status was critical and a fair density level. In Buton domined by juvenile (15) valued about 26 %. While, in Wakatobi domined by larger size (30 to 50 cm). However, both size was forbidden for exploiding.
STRUKTUR KOMUNITAS IKAN KARANG DI PERAIRAN PESISIR KENDARI SULAWESI TENGGARA Isa Nagib Edrus; Tri Aryono Hadi
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 26, No 2 (2020): (Juni) 2020
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jppi.26.2.2020.59-73

Abstract

Ekosistem terumbu karang di Kawasan Pesisir Kendari sangat dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan di daratan utama seperti sedimentasi yang berkepanjangan. Hal ini dapat berpengaruh pada tutupan karang dan kecerahan air laut, dan sebagai konsekuensinya adalah terjadinya perubahan struktur komunitas ikan karang. Keanekaragaman ikan karang diasumsikan akan menurun ketika terjadi kerusakan yang meluas pada terumbu karang dan dalam waktu yang panjang. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi kondisi sumberdaya ikan karang melalui kajian struktur komunitas ikan karang. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2018 di perairan karang pesisir Kendari, Sulawesi Tenggara. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sensus visual bawah air dengan transek sabuk pada 10 lokasi penelitian. Hasil penelitian menemukan 195 spesies ikan karang yang terdiri dari 93 spesies kelompok mayor, 89 jenis kelompok ikan target, dan 13 jenis kelompok ikan indikator. Dari 10 lokasi transek, hanya 4 stasiun yang memiliki nilai indeks keanekaragaman antara 3,0 – 3,6, indeks dominansi antara 0,04 – 0,10 dan indeks keseragaman antara 0,8 – 0,9, serta 5 stasiun memiliki indeks kekayaan jenis antara 7,8 hingga 10,5. Keanekaragaman jenis ikan termasuk rendah, komunitas didominasi oleh kelompok ikan mayor, dan kepadatan stok ikan karang tergolong rendah pada semua stasiun. Coral reef ecosystems in Kendari coastal area were affected by mainland development as well as long-term sedimentation.Those activities influencing coral coverage and sea water tranparency lead to the changes in reef fish structure communities. The study objective is to identify the condition of reef-fishes by analyzing theirin terms of a community structures. This study was carried out in September 2018 at the adjacent Kendari’s reef waters, Southeast Sulawesi. The method used in this study was the underwater visual cencus using belt transects at ten study sites. The results of the study successfully identified about 195 species of reef fishes, consisted of 93 species of major-fish group, 89 species of target-fish group, and 13 species of indicator-fish group. Species compositions among the study sites ranged from 39 species to 74 species. Among the 10 transect sites, four sites had fish diversity indices ranging from 3.0 to 3.6, dominance indices ranging from 0.04 – 0.1, and evenness indices ranging from 0.8 to 0.9, whereas 5 transect sites had species richness levels ranging from 7.8 to 10.5. For all study sites, the reef fishes diversities were in low levels, reef fishes communities were dominated by major-fish groups, and the density of fish stocks were classified in low levels.
KOMPOSISI JENIS,KEPADATANDANKEANEKARAGAMAN JUVENILIKANPADAPADANGLAMUNGUGUS PULAUPARI Isa Nagib Edrus; Sri Turni Hartati
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 5, No 1 (2013): (April 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4910.533 KB) | DOI: 10.15578/bawal.5.1.2013.9-22

Abstract

Penelitian tentang juvenil di padang lamun Pulau Pari pada bulan Juni 2009 bertujuan untukmengetahui komposisi jenis, kepadatan dan keanekaragaman juvenil ikan. Sampling dilakukan pada siang hari dengan menggunakan jaring arad. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis ikan yang tertangkap terdiri dari 55 jenis yang berasal dari 42 marga dan 23 suku. Sebanyak 52 jenis (98%) tergolong juvenil. Ikan dengan status penghuni tetap sebanyak 31 jenis, musiman 11 jenis, dan penghuni tidak tetap 14 jenis. Kelompok ikanmajor terdapat 34 jenis, kelompok ikan target 20 jenis dan kelompok ikan indikator 2 jenis. Kepadatan antar lokasi berkisar antara 0,05 - 0,34 indivdu/m2 dengan ratarata 0,2 individu/m2 atau setara dengan 2.000 ekor per ha. Indeks keanekaragaman (H) berkisar antara 1,3 - 2,7. Jenis jenis yang mendominasi hasil tangkapan antara lain adalah Apogon margaritophorus, A.ceramensis, Acreichthys tomentosus, Halichoeres argus, Lethrinus harax, Papilloculiceps longiceps dan Cheilodepterus quinquelineatus. Tidak terdapat korelasi antara habitat (substrat, jenis, tutupan serta jumlah tegakan lamun/m2) terhadap pola keanekaragaman juvenil ikan. Oleh karena itu perlu sampling yang lebih intensif (siang dan malamhari, saat pasang dan surut), dan sampling di pulau-pulau lainnya yang terdapat di Kepulauan Seribu.This study conducted in the seagrass beds of Pari Islands in June 2009. The aims are to assess the fish juvenile resources in terms of species diversity, stocks, composition, predominant, and group status. Data were collected using an arad net for juvenile. A total of 56 species of fish juveniles belong to 42 genus and 24 families were collected from seagrass bed of Pari Island. Those were consisted of 52 species (98%) that classified as juveniles. Among of them (31 species) were resident fishes that use seagrass in their whole live, 11 species of seasonal/traveller fishes, and 14 species of non-resident fishes. From the total 55 species of fish samples, there were 34 species belonging to target fishes, 20 species were major fishes, and 2 species were indicator fishes. The fish density ranged from 0.05 to 0.34 indivdual/m2 with an average of 0.2 individual/m2 or equivalen to 2.000 fishes per hectare. Diversity indeces (H) ranged from 1.3 to 2.7. Predominant species that prefer seagrass bed as their permanent resident habitat were Apogon margaritophorus, Apogon ceramensis, Acreichthys tomentosus, Halichoeres argus, Lethrinus harax, Papilloculiceps longiceps, and Cheilodepterus quinquelineatus. There are no relationship between habitat (substrates, seagrass species, percentage of cover, density of stems/number of stem/m2) and the diversity of fish juvenile pattern. Therefore, more intensive sampling must be done such as in the day and night time, in the high and low tide condition as well as sampling in other islands within the Seribu Islands.
PARAMETER POPULASI IKAN KERAPU KARANG BINTIK BIRU (Cephalopholis cyanostigma, Valenciennes, 1828) DI PERAIRAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH Prihatiningsih Prihatiningsih; Isa Nagib Edrus; Sri Turni Hartati
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 11, No 1 (2019): (April) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/bawal.11.1.2019.59-68

Abstract

Ikan kerapu karang bintik biru (Cephalopholis cyanostigma) merupakan kelompok ikan karang dari family Serranidae. Ikan ini dalam daftar merah IUCN versi 2016-3, termasuk spesies yang kurang perhatian (least concern). Ikan ini termasuk komoditas penting dan terus dieksploitasi. Dalam rangka penentuan pengelolaan perikanan yang baik diperlukan informasi dasar terkait dengan parameter populasi kerapu karang bintik biru di wilayah tersebut. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 di Karimunjawa, Jawa Tengah untuk melakukan kajian parameter populasi. Metode yang digunakan adalah metode sampling secara acak dengan aplikasi model analitik yaitu model Gulland & Holt plot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modus ukuran ikan kerapu karang bintik biru adalah 25 cm TL, dengan kisaran 15,6 – 38,9 cm TL. Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy untuk kerapu karang bintik biru adalah Lt = 37,29(1– e-0,3(t-0,0429)). Rata-rata ukuran panjang pertama kali tertangkap (Lc) lebih besar dari rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm). Tingkat kematian alami (M=0,78/tahun) ikan C.cyanostigma lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kematian karena aktivitas penangkapan (F=0,99/tahun)  dan tingkat pemanfaatannya sebesar 0,56/tahun sehingga pengelolaan ikan kerapu karang bintik biru (C.cyanostigma) di Karimunjawa, Jawa Tengah sedikit melebihi optimum.The bluespotted hind (Cephalopholis cyanostigma) is a group of coral fishes from the family Serranidae. The fish is in the IUCN Red List version 2016-3, including species that have least concern. This fish is an important commodity that is still being exploited. In order to determine the management of good fisheries, it is required basic information related to the parameters of the bluespotted hind population in the region. This research was conducted in Karimunjawa, Central Java based on data collected during period of survey in 2016. The purpose of this study was to reviewing the population parameters of bluespotted hind. This study used random sampling method and the analitycal model by the application of Gulland & Holt plot. The results showed that the fish length mode of bluespotted hind was 25 cm TL, with a range of 15.6 - 38.9 cm TL. The growth equation of Von Bertalanffy for a bluespotted hind was Lt = 37,29 (1 – E-0.3 (T-0.0429)). The average fish length of first captured (Lc) is greater than the average fish length of first maturity (Lm). Natural mortality (M = 0.78/year) is smaller than the fishing mortality (F = 0.99/year). The exploitation rate was 0.56/year indicates that the utilization rate of the bluespotted hind (C. Cyanostigma) in Karimun Jawa, Central Java slightly exceeds the optimum.
BIOLOGI REPRODUKSI, PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning Bloch, 1791) DI PERAIRAN NATUNA Prihatiningsih Prihatiningsih; Isa Nagib Edrus; Bambang Sumiono
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 10, No 1 (2018): April (2018)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (411.235 KB) | DOI: 10.15578/bawal.10.1.2018.1-15

Abstract

Ikan ekor kuning (Caesio cuning) merupakan ikan ekonomis penting dan mendominasi hasil tangkapan bubu di perairan Natuna. Pada saat ini, produksinya merupakan dominan ke-2 setelah ikan bawal putih yaitu 2.891 ton/tahun (17,8% dari total produksi ikan). Populasi ikan ekor kuning sejak tahun 2008 menurun, diduga karena tingkat eksploitasi yang cenderung meningkat. Penelitian ini bertujuan mengkaji aspek biologi, meliputi reproduksi, pertumbuhan dan mortalitas ikan ekor kuning. Contoh ikan sebanyak 2.627 ekor dikumpulkan melalui tempat pendaratan ikan utama di Kijang, Pulau Bintan (Kepulauan Riau) dan Tanjung Pandan (Kepulauan Bangka Belitung) pada bulan Januari - Nopember 2014. Hasil penelitian menunjukkan sebaran ukuran panjang ikan ekor kuning berkisar antara 9,3-43,3 cmTL. Ikan yang tertangkap didominasi oleh belum matang gonad (immature). Musim pemijahannya berlangsung pada bulan Juni-Juli dan September-Oktober. Fekunditas telur yang matang gonad berkisar antara 13.355-151.632 butir. Panjang pertama kali ikan ekor kuning tertangkap dengan bubu adalah lebih kecil dari panjang pertama kali matang gonad (Lc<Lm), sehingga akan mengancam kelestariannya. Analisis pertumbuhan dengan uji-t diperoleh pertambahan panjang secepat pertambahan beratnya (isometrik). Aplikasi model analitik menggunakan program Electronic LEngth Frequency ANalysis-I (ELEFAN-I) diperoleh parameter pertumbuhan (=K) sebesar 0,6/tahun, panjang asimtotis (=L∞) sebesar 43,21 cmFL dan umur hipotesis ikan pada saat panjang sama dengan nol (=to) sebesar -0,24 tahun, sehingga persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy sebagai Lt = 43,21 (1–e-0,6(t-0,24)). Parameter mortalitas menunjukkan laju kematian alami (=M) sebesar 1,17/tahun, laju kematian karena penangkapan (=F) sebesar 1,21/tahun dan laju kematian total (=Z) sebesar 2,38/tahun. Berdasarkan nilai F dan Z tersebut maka diperoleh estimasi laju eksploitasi (exploitation rate) sebesar 0,58 atau dalam kondisi sudah melampaui nilai optimum (E=0,5), sehingga pengelolaannya perlu segera dilakukan agar potensi lestarinya terjaga.The yellowtail fusilier (Caesio cuning) is one of the economically important fish caught by trap nets in the Natuna waters. The production of the yellowtail fusilier in Bintan regency was a second dominant fish species after white pomfret by 2.891 tons/year (17.8% of total landed). Population of the yellowtail fusiliers is tend to decrease since 2008 due to an increase of fishing pressure to this species. This study aims to assess the biological aspects such as reproduction, growth and mortality of the yellowtail fusiliers. Monthly length frequencies data of 2.627 individual was collected through main landing place in Kijang, Bintan Island (Riau islands) and Tanjung Pandan (Bangka Belitung Islands) within January - November 2014. The results showed that the length distribution of the yellowtail fusilier ranged between 9.3 - 43.3 cmTL. The fish caught was dominated by the immature stage. The spawning seasons possibly occurred between June-July and September-October. Fecundity of mature fish ranged between 13.355-151.632 eggs. The length of first capture by trap nets was under the length at first mature (Lc<Lm), and threaten its sustainability. Based on t-test it is showed that the weight growth pattern as fast as length growth (isometric). Electronic LEngth Frequency ANalisys-I (ELEFAN-I) used, showed that the growth parameter (K) was 0.6/yr, asymtotic length (L∞) was 43.21 cmFL, and age at zero length (to) was -0.24 yr, so the Von Bertalanffy’s equation growth curve were Lt = 43.21 (1–e-0,6(t-0,24)). Mortality parameters showed the natural mortality rate (M) was 1.17/yr, fishing mortality rate (F) was 1.21/yr, and total mortality rate (Z) was 2.38/yr. Based on the values of F and Z obtained exploitation rate of 0.58 was likely exceed the optimum level (E=0.50) so that, management measures to maintain its potential yield should be applied.