Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

DINAMIKA PERIKANAN PELAGIS KECIL DENGAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA BARAT SUMATERA Helman Nur Yusuf; Baihaqi Baihaqi; Hufiadi Hufiadi
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 26, No 2 (2020): (Juni) 2020
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jppi.26.2.2020.109-123

Abstract

Sumberdaya ikan pelagis kecil hasil tangkapan pukat cincin di perairan Samudera Hindia Barat Sumatera memberikan kontribusi penting terhadap produksi perikanan di wilayah tersebut setelah ikan pelagis besar. Supaya pemanfaatannya berkelanjutan maka diperlukan upaya pengelolaan sumber daya ikan berdasarkan kajian perikanan dan biologinya. Data bulanan selama Maret sampai Desember 2018 dikumpulkan dari TPI Lampulo (Banda Aceh) dan Sibolga (Sumatera Utara), bertujuan untuk memperoleh informasi dan menganalisis tentang dimensi alat tangkap, daerah penangkapan ikan, komposisi hasil tangkapan, frekuensi ukuran ikan dan upaya penangkapan (hasil per unit upaya, CPUE). Selanjutnya data biologi ikan dianalisis dengan metode analitik. Hasil penelitian menunjukkan perubahan dimensi pukat cincin yang digunakan. Jenis ikan layang (Decapterus macarellus) merupakan hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPS Lampulo (Banda Aceh) dan PPN Sibolga (Sumatera Utara), masing-masing sebesar 82,2% dan 51 % dari total produksi ikan tahun 2018 di daerah tersebut. Jenis lainnya meliputi: lemuru (Sardinella lemuru), selar kuning (Selaroides leptolepis), sunglir (Elagatis bipinnulata), kembung (Rastrelliger kanagurta), tembang (Sardinella fimbriata) dan selar bentong (Selar crumenophthalmus) dengan proporsi berkisar antara 4,8 – 28 %. Daerah penangkapan ikan semakin jauh dari biasanya. Panjang pertama kali tertangkap (length at first capture, Lc) ikan layang sebesar 24 cmFL, selar bentong 17 cmFL dan tembang 16 cmFL. Hasil per unit upaya (CPUE) pukat cincin di TPI Lampulo dan Sibolga masing-masing sebesar 263 kg/hari dan 316 kg/hari. Small pelagic fish resources caught by purse seiners in the Indian Ocean west off Sumatera contribute an important fish production in those areas after large pelagic fish. Management of fish resources based on fishery and biological informations need to be done to optimize its utilization. Monthly data collected during March to December 2018 were obtained at landing places of Lampulo (Banda Aceh) and Sibolga (North Sumatera). The aims of this research were to determine of dimention of fishing gear, fishing grounds, catch composition, size frequencies of fish and catch per unit of effort (CPUE). The data of characteristic biology were analyzed using an analytical model. The results showed that dimention in length and depth of purse seine has changed. Round scad (Decapterus macarellus) as dominant fish landed at Lampulo and Sibolga landing places with 82.2% and 51 % of total production, respectively. The rest, with proportions ranged between 4.8 to 28.0% included sardine (Sardinella lemuru), yellow stripe trevally (Selaroides leptolepis), Rainbow runner (Elagatis bipinnulata), Indian mackerel (Rastrelliger kanagurta), Fringescale sardinella (Sardinella fimbriata), Bigeye scad (Selar crumenopthalmus). At present, fishing grounds are getting further from the coast. Length at first capture (Lc) of D. macarellus was 24 cmFL, S. fimbriata was 17 cmFL, and S. crumenophthalmus was 16cmFL. The catch per unit of effort by purse seiners in Lampulo and Sibolga were 263 kg/day and 316 kg/day, respectivelly.
SEBARAN SPASIAL DAN TEMPORAL IKAN SEBELUM DAN SETELAH MORATORIUM DI LAUT ARAFURA BERDASARKAN STUDI SURVEI AKUSTIK Asep Ma'mun; Asep Priatna; Moh Natsir; Hufiadi Hufiadi; Baihaqi Baihaqi
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 27, No 4 (2021): (Desember) 2021
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jppi.27.4.2021.%p

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pola sebaran spasial-temporal sumberdaya ikan sebelum dan sesudah moratorium perikanan pukat hela di perairan Laut Arafura. Pengamatan dilakukan berdasarkan pendekatan hidroakustik. Penelitian dilaksanakan pada November 2006 (sebelum moratorium dengan wahana riset KR. Bawal Putih I), Oktober 2016 (KR. Baruna Jaya IV) dan November 2018 (setelah moratorium KR Bawal Putih III). Akuisisi data akustik menggunakan echosounder split beam Simrad EK60 dengan frekuensi 120 kHz dan 38 kHz. Analisis deskriptif diterapkan untuk menjelaskan distribusi densitas ikan secara spatio-temporal, hasil analisis data disajikan dalam bentuk grafik dan peta distribusi pada perairan yang diamati. Sebaran temporal ikan pelagis sebelum dan setelah moratorium menunjukkan bahwa kelompok ikan ini cenderung berada di lapisan permukaan pada malam hari (41-75%) dan cenderung turun ke lapisan yang lebih dalam pada siang hari (25-59%). Sedangkan untuk ikan demersal lebih banyak terdapat di dekat dasar perairan pada malam hari (45-81%) daripada siang hari (19-55%). Distribusi dan kelimpahan ikan setelah moratoium lebih banyak ditemukan daripada sebelum moratorium dengan tingkat signifikansi malam (Sig=0.980) , sedangkan siang hari (Sig= 0.986). Distribusi spasial menunjukkan bahwa ikan pelagis maupun demersal tidak tersebar merata pada perairan yang diamati, tapi masing-masing kelompok ikan ditemukan / terdeteksi berada pada lokasi tertentu.This study compared the spatial-temporal distribution pattern of fish resources within a period of pre and post moratorium trawl banned in the Arafura Sea. The observation was carried out based on the hydroacoustic approach. The research was conducted in November 2006 (before moratorium), October 2016, and November 2018 (after suspension), with research vessel RV. Bawal Putih I, RV.Baruna Jaya IV and RV. Bawal Putih III. Acquisition of acoustic population using a Simrad EK60 split-beam echosounder with a frequency of 120 kHz and 38 kHz. Descriptive analysis was applied to explain fish density's spatial and temporal distribution. The results were performed on graphs and distribution maps in the observed area. The temporal distribution of pelagic fish pre and post-moratory shows that this group of fish tends to be in the surface layer at night (41-75%) and tends to descend to a deeper layer during daytime (25-59%). Mean while demersal fish are more abundant near the bottom during night (45-81%) than at day (45-81%). The distribution and abundance of fish after moratorium more than before suspension with a significance level of the night (Sig=0.980), while during daytime (Sig= 0.986). The spatial distribution shows that both pelagic and demersal fish are not evenly distributed in observed waters, but each group of fish detected is in a particular location. 
PENGARUH CELAH PELOLOSAN BUBU LIPAT TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN UKURAN RAJUNGAN DI PERAIRAN UTARA BEKASI Baihaqi Baihaqi; Suharyanto Suharyanto; Erfind Nurdin
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 27, No 3 (2021): (September) 2021
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jppi.27.3.2021.145-155

Abstract

Penangkapan rajungan menggunakan alat tangkap bubu lipat banyak dioperasikan di perairan Pantai Utara Jawa, namun memiliki selektifitas yang rendah. Untuk itu selektifitas rajungan yang tertangkap perlu mendapat perhatian hingga tangkapan rajungan memiliki ukuran layak tangkap sesuai peraturan. Penelitian uji coba pengoperasian bubu lipat dengan celah pelolosan berupa pemotongan mata jaring (tanpa frame) dengan mata jaring tanpa pemotongan sebagai kontrol dan pemotongan 2, 3 dan 4 mata jaring (perlakuan), sehingga terbentuk celah pelolosan berbentuk persegi panjang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemotongan mata jaring sebagai celah pelolosan terhadap jumlah dan selektifitas ukuran hasil tangkapan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemotongan mata jaring sebagai celah pelolosan berpengaruh nyata terhadap jumlah tangkapan bubu lipat rajungan. Analisa lanjutan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan hasil tangkapan rajungan bubu lipat dengan celah pelolosan 1 mata jaring (kontrol) sebanyak (8,38 ekor/setting) tidak berbeda nyata dengan celah pelolosan 2 dan 3 mata jaring (6,25 ekor/setting dan 8,63 ekor/setting) dan berbeda nyata dengan penggunaan celah pelolosan 4 mata jaring sebesar (2,25 ekor/setting). Prosentase ukuran lebar karapas (Cw = carapace width) rajungan layak tangkap (>100 mm) dan ukuran rajungan pertama kali tertangkap (Lc) semakin tinggi dengan meningkatnya jumlah mata jaring terpotong. Nilai tertinggi prosentase tangkapan rajungan ukuran besar (CW >100 mm) diperoleh pada bubu lipat dengan pemotongan 3 mata jaring mencapai 82,6% dengan nilai Lc sebesar 105,03 mm serta celah pelolosan 4 mata jaring mencapai 83,3 % dengan nilai Lc sebesar 111,78 mm.Catching blue swimming crab using collapsible traps is operated in the North Java sea but has low selectivity. For this reason, the selectivity of blue swimming crab needs attention so that the catch of blue swimming crab has a legal-size according to the regulations. Trial research on the operation of collapsible traps with an escape gap in the form of cutting mesh (without frame) with the meshes without cutting for control and cutting 2, 3 and 4 meshes (treatment) so that a rectangular escape gap is formed. The research objective was to determine the effect of shortening the mesh as an escape gap on the number and selectivity of the catch. The analysis results showed that cutting the mesh as an escape gap significantly affected the yield of collapsible traps. Further analysis using the Least Significant Difference test (LSD) showed that the catch of collapsible traps with one mesh (control) is (8.38 fishes/setting) was not significantly different from 2 and 3 meshes of escape gaps (6.25 and 8.63 fishes/setting) and substantially different from the use of 4 meshes of escape gap (2.25 fishes/setting). The percentage of carapace width (Cw) of the crab fit to catch (>100 mm) and the size of the crab length of first seen (Lc) was higher with the increasing number of cut mesh. The highest percentage of large crab catch (Cw >100 mm) was found in folding traps with three mesh cutting reached 82.6% with an Lc value of 105.03 mm and a gap of 4 meshes reaching 83.3% with an Lc value of 111.78 mm.
PENGARUH UKURAN MATA JARING BUBU LIPAT TERHADAP JUMLAH DAN UKURAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DI PERAIRAN UTARA LAMONGAN, JAWA TIMUR Mahiswara Mahiswara; Hufiadi Hufiadi; Baihaqi Baihaqi; Tri Wahyu Budiarti
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 24, No 3 (2018): (September) 2018
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.072 KB) | DOI: 10.15578/jppi.24.3.2018.175-185

Abstract

Bubu lipat merupakan alat tangkap yang banyak dioperasikan nelayan untuk menangkap rajungan, namun memiliki selektivitas rendah tergantung pada ukuran mata jaring yang digunakan. Tingkat selektivitas bubu lipat perlu ditingkatkan agar tangkapan rajungan memiliki ukuran layak tangkap sesuai peraturan. Penelitian uji coba pengoperasian bubu lipat rajungan dengan berbagai ukuran mata jaring yaitu 1¼ , 2, 2½ dan 3 inci, berbentuk bujur sangkar telah dilakukan di perairan utara Lamongan, Jawa Timur. Jumlah bubu lipat yang dioperasikan untuk setiap ukuran mata jaring sebanyak 150 unit per tawur/setting. Tujuan penelitian, untuk mengetahui pengaruh ukuran mata jaring bubu terhadap jumlah dan ukuran hasil tangkapan rajungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan ukuran mata jaring berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu lipat rajungan. Hasil tangkapan rajungan dari bubu lipat mata jaring 2 inci (2,17 kg/setting) tidak berbeda nyata dengan mata jaring 1¼ inci (2,08 kg/setting). Ukuran lebar karapas (CW=carapace width) rajungan layak tangkap (> 100 mm) semakin besar dengan meningkatnya ukuran mata jaring. Nilai tertinggi prosentase tangkapan rajungan ukuran besar (CW > 100 mm), ditemukan pada bubu lipat ukuran mata jaring 3 inci mencapai 98 % dari total rajungan yang tertangkap. Collapsible crab pot is a common fishing gear that has been operated by many fishermen, however this kind of fishing gear has a low selectivity. The selectivity level of crab pot needs to be increased so that the size of crab catch comply to the allowable legal size. Fishing trials of crab pot with the mesh size of 1¼, 2, 2½ and 3 inch square-shaped has been done in the waters of north Lamongan, East Java. The objectives of this research is to determine the effect of mesh size to the number and size of the catches. The results showed that different mesh size has significant effect on the catch of pot. However the catch of a 2 inch mesh size pot (of 2.17 kg / setting) was not significantly different with the catch of pot with 1¼ inch mesh size (of 2.08 kg / setting). Percentage of BSC catch with carapace width (CW) > 100 mm increased by increasing of mesh size of net. The highest percentage (98 % of the total catch) was obtained from  the 3-inch mesh sizes.