Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

HUBUNGAN ANTARA KONDISI OSEANOGRAFI DAN DISTRIBUSI SPASIAL IKAN PELAGIS DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) 712 LAUT JAWA Asep Ma'mun; Asep Priatna; Khairul Amri; Erfind Nurdin
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (69.522 KB) | DOI: 10.15578/jppi.25.1.2019.1-14

Abstract

Kepadatan dan penyebaran sumber daya ikan di perairan banyak dipengaruhi oleh variasi kondisi oseanografinya. Untuk mengkaji interaksi antara kondisi oseanografi dengan sebaran spasial ikan pelagis di Laut Jawa, telah dilakukan penelitian hydro acoustic dengan menggunakan KR. Bawal Putih III pada 17 Oktober-11 November 2017. Akuisisi data akustik menggunakan multi beam Simrad ME (70-120 kHz) dengan posisi transduser dipasang pada lunas kapal. Parameter lingkungan (oksigen, pH, salinitas, klorofil, suhu) diukur menggunakan CTD SBE 19 plus V2 dan parameter oseanogafi fisik (arah dan kecepatan arus) menggunakan ARM current meter, keduanya diturunkan secara vertikal sesuai kedalaman pada 48 stasiun. Analisa korelasi antara parameter oseanografi dengan kelimpahan ikan dan distribusi spasial menggunakan analisis statistik PCA (Principal Component Analysis). Hasil penelitian menunjukkan densitas ikan pelagis dipengaruhi secara berturut-turut oleh salinitas, oksigen, klorofil, pH dan suhu. Urutan ini didasarkan pada jarak dan kedekatan terhadap garis yang dibentuk faktor lingkungan terhadap titik pusat korelasi. Komponen lingkungan yang memiliki interaksi langsung dengan kelimpahan ikan pelagis adalah salinitas dan oksigen. Kedua faktor ini merupakan faktor utama dalam kegiatan osmoregulasi dan pembentukan energi untuk tubuh ikan, sementara keempat faktor lingkungan lainnya (klorofil pH, suhu dan kecepatan arus) berkorelasi secara parsial terhadap keberadaan ikan pelagis.The density and distribution of fish resources in the waters are much influenced by variations in oceanographic conditions. To examine interaction between oceanographic condition with spatial distribution of pelagic fish in Java Sea, hydroacoustic research was done using KR. Bawal Putih III on October 17 to November 11, 2017. Acoustic data acquisition used Simrad ME multi beam (70-120 kHz) with the position of the transducer installed on the keel. Environmental parameters (oxygen, pH, salinity, chlorophyll, temperature) were measured using the SBE 19 plus V2 CTD and physical oceanographic parameter (current direction and speed) using the ARM current meter, both are lowered vertically according to depth at 48 station. Correlation analysis between oceanographic parameter with fish abundance and spatial distribution using PCA (Principal Component Analysis) statistical analysis. Results show that density of pelagic fish was influenced respectively by salinity, oxygen, chlorophyll, pH and temperature. This sequence based on distance and proximity to the line formed by environmental factors towards the center of correlation. The environmental components that have a direct interaction with the abundance of pelagic fish are salinity and oxygen. These two factors are the main factors in osmoregulation and energy formation for fish bodies, while the other four environmental factors (chlorophyll pH, temperature and current velocity) correlate partially to the presence of pelagic fish. 
SEBARAN IKAN PELAGIS KECIL BERDASARKAN KEDALAMAN DAN WAKTU DI PERAIRAN TELUK CENDERAWASIH Muhammad Hisyam; Sri Pujiyati; Wijopriono Wijopriono; Erfind Nurdin; Asep Ma'mun
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 26, No 4 (2020): (Desember) 2020
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jppi.26.4.2020.221-232

Abstract

Perairan Teluk Cenderawasih termasuk dalam WPP NRI 717 yang terhubung dengan Samudera Pasifik dengan potensi perikanan tangkap yang didominasi oleh jenis ikan pelagis kecil. Potensi perikanan di wilayah perairan ini belum sepenuhnya dimanfaatkan berbeda dengan WPP NRI lainnya yang sebagian besar sudah masuk dalam kondisi lebih tangkap atau telah dimanfaatkan secara penuh. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sebaran dan kelimpahan ikan pelagis di perairan Teluk Cenderawasih dengan menggunakan metode hidroakustik. Penelitian ini dilaksanakan dengan wahana Kapal Riset Bawal Putih III yang dilengkapi dengan alat pendeteksi ikan hidroakustik. Nilai akustik yang berupa data hasil sounding dikonversikan menjadi nilai panjang ikan berdasarkan hubungan Target Strenght (TS) dan panjang (L) dari ikan yang mendominasi hasil tangkapan. Pengukuran ini dipisahkan menjadi dua bagian yaitu berdasarkan waktu dan berdasarkan kedalaman perairan. Hasil penelitian menunjukan bahwa gerombolan ikan lebih banyak ditemukan pada kedalaman lebih dari 10 m dengan rata-rata jumlah ikan setiap gerombolan antara 7-8 individu. Selang panjang ikan 7,5-9,0 cm paling sering ditemukan disetiap rentang waktu yang memiliki frekuensi kemunculan lebih dari 30% dari seluruh ikan yang terdeteksi. Ikan dengan rata-rata panjang kurang dari 10 cm mendominasi setiap rentang kedalaman dengan jumlah ikan yang terdeteksi lebih dari 500 individu per 1000 m3. Besarnya jumlah kemunculan ikan dengan panjang kurang dari panjang pertama matang gonad diperkirakan bahwa di perairan Teluk Cenderawasih memiliki peranan sebagai daerah asuhan karena banyak ikan juvenil yang terdeteksi.The waters of Cenderawasih Bay are included in WPP NRI 717 which is connected to the Pacific Ocean with potential capture fisheries which are dominated by small pelagic fish species. The potential of fisheries in these waters has not been fully utilized in contrast to other WPP NRI, most of which are already in an over-caught condition or have been fully utilized. The purpose of this study was to determine the distribution and abundance of pelagic fish in the waters of Cenderawasih Bay using the hydroacoustic method. This research was carried out using the RV Bawal Putih III which is equipped with a hydroacoustic as fish detector. Acoustic values   in the form of sounding data are converted into fish length values   based on the relationship between Target Strength (TS) and length (L) of the fish that dominate the catch. This measurement is separated into two parts, namely based on time and based on water depth. The results showed that fish schools were mostly found at a depth of more than 10 m with an average number of fish per school between 7-8 individuals. The fish length interval of 7.5-9.0 cm is most often found in each time span which has an appearance frequency of more than 30% of all fish detected. Fish with an average length of less than 10 cm dominate each depth range with the number of fish detected in excess of 500 individuals per 1000 m3. The large number of fish appearing with a length less than the length at first maturity size that in the waters of Cenderawasih Bay it has a indication as a nursery ground because many juvenile fish are detected.
SEBARAN INTENSITAS CAHAYA PADA BAGAN TANCAP Dl PERAIRAN PANTAI KEPULAUAN SERIBU Erfind Nurdin; Hufiadi Hufiadi
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 15, No 4 (2009): (Desember 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2977.424 KB) | DOI: 10.15578/jppi.15.4.2009.277-285

Abstract

Penggunaan intensitas cahaya pada unit penangkapan bagan cenderung meningkat dari waktu ke'waktu. Hal  ini didasari pada persepsi nelayan  bahwa  intensitas cahaya  yang  tinggi  akan meningkatkan  hasil iangkapan. Penelitian  dilaksanakan  di perairan Pulau Lancang  (Kepulauan Seribu) pada  bulan Mei 2005 dengan tujuan untuk mengetahui  rentang  intensitas  cahaya  serta tingkah laku  ikan  di bawah  pengaruh cahaya.  Penelitian  dilakukan melalui pengamatan dan pengukuran nilai intensitas cahaya dengan meggunakan quantum meter Ll COR 250 ( mol  s·' m') pada jenis lampu yang berbeda, dan digunakan pula echosounder Simrad EY 500 untuk memperoleh data sebaran kelompok ikan. Keberadaan ikan lebih banyak ditemukan pada lahan transisi perbatasan antara light zone dan dark zone dengan nilai intensitas kurang dari 0,01 !Jmol s·1  m·2 •   Nilai panjang ikan (FL) tangkapan didominansi oleh ukuran kecil (-70--50 db), dengan modus tertinggi pada nilai FL (fork Length) lebih kecil dari nilai Lm (length at maturity). Hasil ini menandakan bahwa ukuran ikan tersebut belum layak tangkap. The use of fight intensity on fixed bamboo lift net  (bagan) tends to increase by time. Fishermen believe that the intensity always increases linearly with the catch. This research was conducted on May 2005 in Lancang Island (Seribu Islands). The aim of this study are to know the range of fight intensity used and the behaviour of fish under the fight influence. Lf COR 250 Quantum meter (pmof s·' m') for fight intensity at different lamps amount and Simrad EY 500 scientific echosounder was utilized to obtain the data of fish school around fixed. The fish school was found in high quantity at the transition area between light and dark zones with intensity value at less than 0.0111 mol s·' m·'. The fork length of captured fish was dominated by small fish (-70--50 db), with the highest modus fork length smaller than the length at maturity. This means that the size of fish is not feasible to be caught.
PENGARUH CELAH PELOLOSAN BUBU LIPAT TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN UKURAN RAJUNGAN DI PERAIRAN UTARA BEKASI Baihaqi Baihaqi; Suharyanto Suharyanto; Erfind Nurdin
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 27, No 3 (2021): (September) 2021
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jppi.27.3.2021.145-155

Abstract

Penangkapan rajungan menggunakan alat tangkap bubu lipat banyak dioperasikan di perairan Pantai Utara Jawa, namun memiliki selektifitas yang rendah. Untuk itu selektifitas rajungan yang tertangkap perlu mendapat perhatian hingga tangkapan rajungan memiliki ukuran layak tangkap sesuai peraturan. Penelitian uji coba pengoperasian bubu lipat dengan celah pelolosan berupa pemotongan mata jaring (tanpa frame) dengan mata jaring tanpa pemotongan sebagai kontrol dan pemotongan 2, 3 dan 4 mata jaring (perlakuan), sehingga terbentuk celah pelolosan berbentuk persegi panjang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemotongan mata jaring sebagai celah pelolosan terhadap jumlah dan selektifitas ukuran hasil tangkapan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemotongan mata jaring sebagai celah pelolosan berpengaruh nyata terhadap jumlah tangkapan bubu lipat rajungan. Analisa lanjutan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) menunjukkan hasil tangkapan rajungan bubu lipat dengan celah pelolosan 1 mata jaring (kontrol) sebanyak (8,38 ekor/setting) tidak berbeda nyata dengan celah pelolosan 2 dan 3 mata jaring (6,25 ekor/setting dan 8,63 ekor/setting) dan berbeda nyata dengan penggunaan celah pelolosan 4 mata jaring sebesar (2,25 ekor/setting). Prosentase ukuran lebar karapas (Cw = carapace width) rajungan layak tangkap (>100 mm) dan ukuran rajungan pertama kali tertangkap (Lc) semakin tinggi dengan meningkatnya jumlah mata jaring terpotong. Nilai tertinggi prosentase tangkapan rajungan ukuran besar (CW >100 mm) diperoleh pada bubu lipat dengan pemotongan 3 mata jaring mencapai 82,6% dengan nilai Lc sebesar 105,03 mm serta celah pelolosan 4 mata jaring mencapai 83,3 % dengan nilai Lc sebesar 111,78 mm.Catching blue swimming crab using collapsible traps is operated in the North Java sea but has low selectivity. For this reason, the selectivity of blue swimming crab needs attention so that the catch of blue swimming crab has a legal-size according to the regulations. Trial research on the operation of collapsible traps with an escape gap in the form of cutting mesh (without frame) with the meshes without cutting for control and cutting 2, 3 and 4 meshes (treatment) so that a rectangular escape gap is formed. The research objective was to determine the effect of shortening the mesh as an escape gap on the number and selectivity of the catch. The analysis results showed that cutting the mesh as an escape gap significantly affected the yield of collapsible traps. Further analysis using the Least Significant Difference test (LSD) showed that the catch of collapsible traps with one mesh (control) is (8.38 fishes/setting) was not significantly different from 2 and 3 meshes of escape gaps (6.25 and 8.63 fishes/setting) and substantially different from the use of 4 meshes of escape gap (2.25 fishes/setting). The percentage of carapace width (Cw) of the crab fit to catch (>100 mm) and the size of the crab length of first seen (Lc) was higher with the increasing number of cut mesh. The highest percentage of large crab catch (Cw >100 mm) was found in folding traps with three mesh cutting reached 82.6% with an Lc value of 105.03 mm and a gap of 4 meshes reaching 83.3% with an Lc value of 111.78 mm.
SELEKTIFITAS ALAT PENANGKAPAN RAJUNGAN DAN PENYEBARAN DAERAH PENANGKAPANNYA DI PERAIRAN KABUPATEN BEKASI Baihaqi Baihaqi; Suharyanto Suharyanto; Erfind Nurdin
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 27, No 1 (2021): (Maret) 2021
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jppi.27.1.2021.23-32

Abstract

Pengelolaan rajungan dalam upaya menjaga kelestarian sumberdaya, salah satunya melalui penangkapan yang ramah lingkungan serta pemilihan daerah penangkapannya, hal ini tertuang melalui rencana pengelolaan sumber daya rajungan. Salah satu lokasi sentra penghasil rajungan adalah Kabupaten Bekasi, yang dalam upaya pemanfaatannya banyak dilakukan oleh nelayan baik sebagai hasil tangkapan utama maupun sebagai hasil tangkapan sampingan. Alat tangkap utama untuk menangkap rajungan adalah bubu lipat dan jaring insang, sedangkan untuk sero hasil tangkapan rajungan merupakan hasil tangkapan sampingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selektifitas alat penangkapan rajungan dan sebaran daerah penangkapannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rajungan pertama kali tertangkap (Lc) bubu lipat terbesar dibandingkan alat penangkapan lain yaitu dengan lebar karapas sebesar 94,57 mm, diikuti oleh jaring sebesar 90,39 mm dan sero sebesar 72,99 mm. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan diperoleh informasi bahwa daerah penangkapan rajungan berada di wilayah perairan Teluk Jakarta yang merupakan daerah pemijahan dan asuhan, sehingga ukuran rajungan yang tertangkap relatif kecil, di bawah ukuran yang diperbolehkan untuk ditangkap.Management of blue swimming crabs for sustainable of resources, one of them through environmentally fishing method and selection of fishing ground, this is stated in the blue swimming crab resource management plan. One of main locations of blue swimming crab landing site located in Bekasi Regency. Blue swimmin crabs (BSC) as main catch or as bycatch by most fishers in this area. The main fishing gears for catching blue swimming crabs are collapsible traps and gill nets, while the set net is caught blue swimming crabs are not tarjet species but as by-catch. This study aims to determine the selectivity of blue swimming crab cught by those fishing gear and the fishing ground distribution. The results showed that the length of first caught (Lc) for collapsible traps had the largest size compared to other fishing gears which carapace width of 94.57 mm, followed by gill nets of 90.39 mm and set net of 72.99 mm. Based on the results of field observations, indicated that the crab fishing ground located in the Jakarta Bay which in this area predicted as a spawning and nursery ground area, so that the size of the crabs that are caught is smaller than legal size.
DUGAAN MUSIM PEMIJAHAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI PERAIRAN SAMUDRA HINDIA SELATAN JAWA DAN NUSA TENGGARA Yoke Hany Restiangsih; Anthony Sisco Panggabean; Erfind Nurdin
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 12, No 1 (2020): (April) 2020
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/bawal.12.1.2020.1-10

Abstract

Sumberdaya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan ikan ekonomis penting dan utama di Indonesia. Tingginya tingkat pemanfaatan ikan cakalang di Samudra Hindia menjadi hal yang sangat rawan dan perlu kehati-hatian dalam pengelolaannya. Tersedianya data dan informasi tentang musim pemijahan merupakan bagian dari pengetahuan yang diperlukan untuk mengetahui status sumberdaya bagi upaya pengelolaannya. Penelitian ikan cakalang dilakukan berdasarkan pengambilan contoh biologi dibeberapa tempat pendaratan ikan (Palabuhan Ratu, Prigi dan Labuhan Lombok). Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Nopember 2016. Pendugaan musim pemijahan menggunakan pendekatan indeks kematangan gonad (IKG) bulanan. Distribusi ukuran ikan yang tertangkap dengan menggunakan pancing tonda berkisar antara 24 – 66 cm. Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) pada panjang 41,6 cm, ukuran pertama kali matang gonad (Lm) 42,5 cm. Berdasarkan fluktuasi IKG musim pemijahan ikan diduga berlangsung pada bulan April dan Nopember.Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) are most important and economically fish in Indonesia. The highest exploitation skipjack in the Indian Ocean is very vulnerable are requires caution in its management. The availability of data and information about the spawning season is a part of the knowledge needed to determine the status of resources for management efforts. This research was carried out based on biological sampling at several fish landing sites (Palabuhanratu, Prigi, and Labuhan Lombok). This research was conducted from January until to November 2016. Estimating of the spawning season was used a monthly Gonado Somatic Index (GSI) approach. The range of size distribution from of fish caught using troll line were 24 until 66 cm. The average size of first caught (L50%) at a length was 41.6 cm, the size of the length of first maturity (Lm) was 42,5 cm. Based on the GSI fluctuation, spawning season was done in April and November.