p-Index From 2020 - 2025
0.562
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Jurnal Hukum PATIK
August Silaen
Universitas HKBP Nommensen

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KETIADAAN AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS SEBAGAI PENUMPANG PESAWAT UDARA OLEH MASKAPAI PENERBANGAN DI INDONESIA DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN SHERENA OCTARIA; Roida Nababan; August Silaen
Jurnal Hukum PATIK Vol. 9 No. 1 (2020): Edisi April 2020
Publisher : LPPM Universitas HKBP Nommensen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51622/patik.v9i1.226

Abstract

Tujuan penelitian ini ingin mengetahui siapa saja yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kewajibanya sebagai pihak pengangkutan udara dan apa saja yang dapat dimintai dan menjadi hak penyandang disabilitas atas ketiadaan aksesibilitas (fasilitas umum) bagi para difabel dalam ruang lingkup penerbangan. Dalam penelitian ini pengumuplan data dan fakta menggunakan studi kepustakaan dalam pemecahan masalah. Hasil dari penelitian ini adalah pihak yang bertanggung jawab dalam pemberian ganti kerugian penyandang disabilitas adalah pihak pengangkutan udara yaitu maskapai penerbangan selaku pelaku usaha. Dalam undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pada pasal 19 disebutkan bahwa setiap pelaku usaha bertanggung jawab memberi ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Maka pihak maskapai penerbangan selaku pelaku usaha bertanggung jawab dalam pemberian ganti kerugian dikarenakan kelalaian yang menggunakan aksesibilitas khusus penyandang disabilitas yang tidak memumpuni menyebabkan tertinggalnya penumpang pesawat tersebut.
PEMBAGIAN HARTA WARISAN TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM ADAT BATAK TOBA DI DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Shutriany Banjarnahor; Besty Habeahan; August Silaen
Jurnal Hukum PATIK Vol. 9 No. 2 (2020): Edisi Agustus 2020
Publisher : LPPM Universitas HKBP Nommensen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51622/patik.v9i2.235

Abstract

Latar belakang dari penulisan ini adalah pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan hukum adat Batak Toba yang belum mempunyai bukti autentik. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui kedudukan anak angkat atas pembagian harta warisan berdasarkan hukum adat Batak Toba di daerah Kabupaten Humbang Hasundutan dan untuk mengetahui cara pembagian harta warisan orangtua angkat terhadap anak angkat jika mewarisi secara bersama-sama dengan anak kandung berdasarkan hukum adat Batak Toba di daerah Kabupaten Humbang Hasundutan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini dengan menggunakan metode studi kepustakaan dan wawancara. Hasil yang diperoleh dari tujuan penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan anak angkat dalam hukum adat Batak Toba di daerah Kabuapten Humbang Hasundutan sah dan berhak memperoleh harta warisan apabila dilakukan dengan upacara adat yang dihadiri oleh dalihan natolu, raja adat, dongan sahuta dan keluarga lainnya. Dan cara pembagian harta warisan mempunyai kedudukan yang sama dengan anak kandung meskipun jumlah besar bagiannya tergantung daripada si pewaris atau orangtuanya. Kecuali harta pusaka anak angkat tidak berhak mewarisinya, karena yang berhak mewarisi harta pusaka tersebut adalah anak kandung.
PENEGAKAN HUKUM PELAKU DELIK PENCEMARAN NAMA BAIK (Studi Putusan Nomor: 4/Pid.C/2020/PN.TLK) richard sirait; August Silaen; Lesson Sitohang
Jurnal Hukum PATIK Vol. 9 No. 3 (2020): Edisi Desember 2020
Publisher : LPPM Universitas HKBP Nommensen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51622/patik.v9i3.250

Abstract

Tindak pidana pencemaran Nama Baik melalui Media Elektronik diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak menjelaskan secara rinci mengenai “unsur muatan penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik”. Sehingga pengertiannya bersifat bersifat subyektif. Maksudnya perasaan terserangnya nama baik hanya ada pada korban saja. Selain itu di dalam Pasal tersebut terdapat unsur “Tanpa hak” yaitu unsur melawan hukum yang harus dibuktikan. UUITE tidak memberi penjelasan tentang maksud ke dua unsur tersebut. Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan atau library research, yaitu sebuah penelitian yang mendasarkan pada analisis sumber-sumber yang berupa : undang-undang, buku, makalah, artikel, tulisan, jurnal, dan bahan-bahan lainnya[1]. Wujud perbuatan seseorang sehingga dapat digolongkan delik pencemaran nama baik yaitu Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP), Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP), Fitnah (Pasal 311 KUHP), Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP), Pengaduan palsu atau pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP), Perbuatan fitnah (Pasal 318 KUHP)
ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERIMA WARALABA DALAM PERJANJIAN WARALABA NO. :123/33/45 ANTARA RIRI DENGAN PT. XINONA Morrys Marthyn napitu; August Silaen; Erita Wagewati Sitohang
Jurnal Hukum PATIK Vol. 8 No. 1 (2019): Edisi April 2019
Publisher : LPPM Universitas HKBP Nommensen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Franchise atau waralaba harus memenuhi kriteria, memiliki ciri khas usaha, terbukti sudah memberikan keuntungan, memiliki standart atas pelayanan dan barang dan / atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis, mudah diajarkan dan diaplikasikan. pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menjelaskan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi waralaba. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan dan Wawancara yang dilakukan penulis dilakukan kepada Riri (Penerima Waralaba).Sehingga dari hasil penelitian ini diketahui bahwa Waralaba sebagaimana dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 TENTANG Penyelenggaraan Waralaba dilakukan berdasarkan Perjanjian waralaba, dan Perjanjian anatara pemberi waralaba dan pemerima waralaba sebagaimana terdapat dalam Surat Kontrak Perjanjian waralaba Nomor 123/33/45 telah memuat seluruh syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian serta memberikan hak kepada Penerima. Maka dari itu dibentuk regulasi yang lebih dinamis yang memberikan pihak-pihak agar leluasa namun selalu taat terhadap regulasi.
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU TINDAK PIDANA YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI (STUDI PUTUSAN NO. 531/PID.SUS/2019/PN.MTR) imelda hutapea; July Esther; August Silaen
Jurnal Hukum PATIK Vol. 8 No. 2 (2019): Edisi Agustus 2019
Publisher : LPPM Universitas HKBP Nommensen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kejahatan narkotika yang merupakan bagian dari kejahatan terorganisir pada dasarnya merupakan salah satu kejahatan terhadap pembangunan dan kejahatan terhadap kesejahteraan masyarakat yang menjadi perhatian dan perhatian nasional dan internasional. Persoalan pokok yang dibahas adalah bagaimana pertanggungjawaban Pelaku Penyalahgunaan Narkoba Golongan I terhadap dirinya sendiri dan apa Rasional Hakim dalam Memaksakan Pelaku Penyalahgunaan Narkoba Golongan I kepada diri sendiri (Putusan Nomor: 531 / Pid.Sus / 2019 / PN.Mtr) . Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan menelaah teori, konsep, asas, dan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian ini adalah perbuatan terdakwa yang mengkonsumsi sabu tidak disertai izin dari Menteri Kesehatan atau pejabat yang berwenang. Bahwa putusan Majelis Hakim yang menjatuhkan Perkara Pidana kepada Terdakwa Ahmad Ridwan Alias ​​Edo sangat akurat dan sesuai dengan fakta dan unsur yang terkandung dalam Undang-Undang.
PERAN DAN UPAYA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM MEMINIMALISIR MENINGKATNYA TINDAK PIDANA KEPABEANAN (Studi kasus : Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Belawan) melisa anggia sitanggang; August Silaen; Rinsofat Naibaho
Jurnal Hukum PATIK Vol. 7 No. 1 (2018): Edisi April 2018
Publisher : LPPM Universitas HKBP Nommensen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perdagangan internasional merupakan bagian dari kepabeanan dan terjadi di daerah pabean. Berdasarkan hal tersebut maka penulis akan membahas lebih lanjut studi kasus tentang peran dan upaya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam meminimalisir meningkatnya tindak pidana kepabeanan dengan pokok permasalahan tentang peran dan upaya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Belawan dalam meminimalisir meningkatnya tindak pidana kepabeanan dan apa saja yang menjadi kendala-kendala yang dihadapu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Belawan dalam meminimalisir meningkatnya tindak pidana kepabeanan. Penelitian ini menggunakan yuridis empiris yaitu dengan melakukan penelitian terhadap permasalahan melalui pendekatan terhadap perundang-undangan dengan cara menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dan pendekatan terhadap kasus dengan cara melakukan pencarian fakta langsung melalui wawancara di Kantor Pengawasan Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Belawan yang didapatkan penulis bahwa terkait peran dan upaya bea dan cukai Belawan dalam meminimalisir meningkatnya tindak pidana kepabeanan yakni sebagai pengawasan, pelayanan kepabeanan dan penindakan, yang dilakukan secara secara preventif dan secara represif.
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMABAYARAN UTANG TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA MENURUT UNDANG – UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMABAYARAN UTANG David Tambunan; Besty Habeahan; August Silaen
Jurnal Hukum PATIK Vol. 7 No. 2 (2018): Edisi Agustus 2018
Publisher : LPPM Universitas HKBP Nommensen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keberadaan MK sebagai lembaga negara merupakan fenomena baru dalam dunia ketatanegaraan belakangan ini. Pembentukan MK yang digulirkan melalui perubahan ketiga UUD 1945 yang dilangsungkan pada tahun 2001 lalu merupakan salah satu upaya penataan kekuasaan kehakiman secara kelembagaan. dari sudut keberadaan MK itu sendiri, yaitu bahwa data tersebut menunjukkan betapa tingginya tingkat kepercayaan para pencari keadilan di tanah air kepada MK, khususnya dalam bidang pengujian undang-undang terhadap UUD. Melalui kewenangan dimaksud, MK sangat diharapkan mampu memberikan keadilan dalam bentuk pengujian undang-undang terhadap UUD, yaitu menegakkan serta menjamin terpenuhinya norma-norma konstitusi dalam setiap undang-undang.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA WARGA NEGARA ASING YANG MASUK KE WILAYAH INDONESIA TANPA DOKUMEN PERJALANAN (STUDI PUTUSAN NO : 3007/Pid.Sus/2018/PN MDN) Antoni Arapenta Sembiring; Herlina Manullang; August Silaen
Jurnal Hukum PATIK Vol. 7 No. 3 (2018): Edisi Desember 2018
Publisher : LPPM Universitas HKBP Nommensen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam mengawasi orang asing diwilayah negara Republik Indonesia, maka Negara Republik Indonesia membuat undang-undang yang mengatur tentang keimigrasian. Tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2011. Menjelaskan bahwa undang-undang tersebut mengatur tentang lalu lintas yang akan masuk ke wilayah Indonesia dan keluar dari wilayah Indonesia. Dimana semua orang akan masuk ke wilayah Indonesia dan orang yang akan keluar dari wilayah Indonesia harus memiliki dokumen perjalanan. Permasalahan dalam penulisan ini mengarah pada pertanggungjawaban pidana warga negara asing yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa dokumen perjalanan. Penelitian ini bersifat normatif menggunakan sumber bahan hukum primer, sekunder. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis dalam putusan nomor 3007/Pid.Sus/2018/PN Mdn untuk menentukan bahwa seseorang memiliki aspek pertanggungjawaban pidana maka dalam hal itu terdapat beberapa unsur yang harus terpenuhi untuk menyatakan bahwa seseorang tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban yaitu unsur adanya suatu tindak pidana, kemampuan bertanggungjawab, kesengajaan, tidak ada alasan pemaaf. Dalam kasus yang diteliti penulis, majelis hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana sebagai alasan pemaaf, maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.