Wahyu Sasongko
University of Lampung

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PEMBATALAN PUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA OLEH PENGADILAN NEGERI (Studi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 169 K/Pdt.Sus-Arbt/2013) Utama, Anugrah Prima; Sasongko, Wahyu; Sonata, Depri Liber
PACTUM LAW JOURNAL Vol 1, No 01 (2017): PACTUM LAW JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Putusan yang dikeluarkan oleh BAPMI bersifat final and binding dan proses penyelesaian secara private and confidential merupakan ciri khas jenis penyelesaian secara arbitrase. Namun demikian, terdapat perbedaan dalam implementasinya, hal tersebut dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 169 K/Pdt.Sus-Arbt/2013, sehingga melahirkan masalah seperti: Pertama, dasar pertimbangan hukum pembatalan putusan arbitrase BAPMI-004/ARB-03/VII/2011 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kedua, dasar pertimbangan hukum Mahkamah Agung RI dalam menguatkan Putusan arbitrase BAPMI-004/ARB-03/VII/2011. Ketiga, akibat hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 169 K/Pdt.Sus-Arbt/2013 bagi  para pihak.Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Pertama, berdasarkan pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, walaupun Putusan BAPMI-004/ARB-03/VII/2011 bersifat final and binding dan proses penyelesaian dengan prinsip private and confidential, namun terdapat upaya tipu muslihat yang dilakukan PT Bank Permata dengan memanipulasi KPD selama proses penyelesaian sengketa pada Forum Arbitrase BAPMI berlangsung. Kedua, berdasarkan pertimbangan hukum Mahkamah Agung RI dalam menguatkan Putusan BAPMI-004/ARB-03/VII/2011 adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam hal ini tidak mempertimbangkan terlebih dahulu alasan pembatalan yang diajukan kepadanya, dimana alasan pembatalan yang diajukan harus dibuktikan terlebih dahulu dengan putusan pengadilan sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam hal ini telah salah dalam menerapkan hukum. Ketiga, akibat hukum yang lahir pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 169 K/Pdt.Sus-Arbt/2013, maka secara contrario BAPMI kembali mendapatkan trust dari kalangan pelaku pasar modal sebagai lembaga arbitrase penyelesaian sengketa pasar modal yang kompeten, selain itu kekuatan hukum dari Putusan Arbitrase BAPMI-004/ARB-03/VII/2011 pun kembali memiliki kekuatan hukum, sehingga hak dan kewajiban para pihak sebagaimana ditentukan dalam  putusan arbitrase tersebut dapat segera dieksekusi. Kata Kunci: Sengketa Pasar Modal, Abitrase, Pembatalan Putusan
PERLINDUNGAN PEMEGANG KARTU KREDIT BERKAITAN DENGAN PERETASAN KARTU KREDIT Putri, Nurul; Sasongko, Wahyu; Okataviana, Selvia
PACTUM LAW JOURNAL Vol 1, No 01 (2017): PACTUM LAW JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bisnis online merupakan bagian dari teknologi yang memberikan pengaruh besar pada sektor perbankan di masyarakat.Hal ini dibuktikan dengan besarnya angka pengguna e-commerce di Indonesia.Kartu kredit juga populer sebagai alat pembayaran di pasar dan mall yang ada di kota-kota besar untuk mengurangi resiko masyarakat dalam membawa uang tunai.Sistem kartu kredit sekarang juga lebih mudah, hanya dengan memberikan tanda tangan tanpa harus memasukkan kode PIN dan tanpa menunjukkan identitas. Disisi lain, masyarakat harus berhati-hati dengan keamanan kartu kredit itu sendiri. Peringatan ini ditekankan karena kelemahan pembayaran melalu internet pada situs yang belum terverifikasi dan kelemahan dengan adanya sistem tanda tangan (“tanda tangan dan kartu” daripada “kode pin dan kartu”). Hal ini sangat menyebabkan peningkatan angka kriminalitas, seperti peretasan kartu kredit (carding).  Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris. Pengumpulan data menggunakan metode studi dokumen, studi pustaka dan studi lapangan.Bahan penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara kuantitatif.Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan hukum antara bank dan pemegang kartu kredit yaitu hubungan yang diatur dengan hukum perjanjian. Dalam hukum perjanjian diatur tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban dari kedua belah pihak, yaitu pihak bank dan pihak pemegang kartu kredit. Bank selaku pelaku usaha wajib memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang kartu kredit. Adapun 3 (tiga) tahap perlindungan hukum pemegang kartu kredit yang ditinjau dari Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu tahap pra-transaksi, transaksi, dan setelah transaksi. Apabila terjadi kejahatan dalam kartu kredit seperti carding, maka upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang kartu kredit yaitu dengan segera melaporkan kronologi kasusnya kepada Bank Mandiri dengan jangka waktu tidak lebih dari 30 hari saat kejadian berlangsung, lalu bank akan segera beraksi untuk menindak lanjuti permasalahan secepatnya. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pemegang Kartu Kredit, Peretasan Kartu Kredit.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP OBAT-OBATAN TRADISIONAL KARO MELALUI REZIM PENGETAHUAN TRADISIONAL Basta Anugerah, Oren; Sasongko, Wahyu; Dwiatin, Lindati
Pactum Law Journal Vol 2, No 01 (2018): Pactum Law Journal
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia kaya akan pengetahuan obat tradisional dan tanaman obat yang berjumlah kurang lebih 9.606 (sembilan ribu enam ratus enam) spesies tanaman obat. Permasalahan adalah perlindungan hukum terhadap obat-obatan tradisional menurut hukum kesehatan, perlindungan hukum terhadap pengetahuan tradisional mengenai obat-obatan tradisional Karo, dan faktor-faktor penghambat perlindungan obat-obatan tradisional menurut pengetahuan tradisional. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif-terapan, pengumpulan data dalam dengan cara studi pustaka dan studi dokumen, data yang diperoleh dikelola menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini bahwa: (1) Perlindungan hukum terhadap obat-obatan tradisional menurut hukum kesehatan telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (UU Kesehatan) baik itu mengenai keamanan, mutu dan kemanfaatannya secara berkelanjutan sebagai obat tradisional demi peningkatan pelayanan kesehatan, (2) Perlindungan hukum terhadap pengetahuan tradisonal mengenai obat-obatan tradisional masyarakat Karo melalui pengintegrasian secara parsial Pengetahuan Obat Tradisional (POT) sebagai salah satu bentuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI), (3) Faktor-faktor penghambat perlindungan obat-obatan tradisional menurut pengetahuan tradisional yaitu: persepsi masyarakat yang tidak merasa keberatan apabila produk mereka ditiru oleh pihak lain (dalam hal ini HKI sebagai fungsi sosial); aspek kepemilikan pengetahuan tradisional; tindakan misappropriation; terbatasnya data, dokumentasi dan informasi mengenai POT. Kata kunci: Perlindungan Hukum, Obat-Obatan Tradisional, PengetahuanTradisional
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG UNIT PENYERTAAN REKSA DANA KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF BURSA EFEK INDONESIA Hasri, Iis Faizah; Sasongko, Wahyu; Sonata, Depri Liber
PACTUM LAW JOURNAL Vol 2, No 3 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Reksa dana di Indonesia yang dikenal salah satunya adalah reksa dana Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Reksa dana KIK mengeluarkan produk terbaru yaitu reksa dana Exchange Traded Fund (ETF). Reksa dana ETF merupakan reksa dana KIK dengan bentuk baru dan produknya dapat diperjualbelikan di bursa efek. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu mekanisme pembentukan dan penerbitan unit penyertaan reksa dana ETF, mekanisme perdagangan reksa dana ETF, serta perlindungan hukum bagi pemegang unit penyertaan reksa dana ETF. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan ialah pendekatan normatif. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, kemudian analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa mekanisme pembentukan reksa dana ETF sama seperti pembentukan reksa dana KIK yang proses pembentukan berpedoman pada Peraturan Nomor IV.B.2–Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor KEP-553/BL/2010 Tahun 2010 Tentang Pedoman Kontrak Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Peraturan No. IV.B.2–Keputusan Ketua BAPEPAM-LK No. KEP-553/BL/2010), dalam perdagangan reksa dana ETF calon investor dapat membeli langsung efek-efek di pasar modal. Perlindungan hukum bagi pemegang unit penyertaan reksa dana ETF berpedoman pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal). Kata Kunci : Reksa Dana, Pemegang Efek, Perlindungan Hukum
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP PENGGUNAAN KEMASAN BUSA PUTIH (STYROFOAM) SEBAGAI KEMASAN MAKANAN Octhaviana, Dwi Citra; Sasongko, Wahyu; Wardani, Yulia Kusuma
PACTUM LAW JOURNAL Vol 2, No 02 (2019): Pactum Law Journal
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Styrofoam merupakan salah satu jenis plastik dengan kode 6 PS yaitu dikenal dengan sebutan polystyrene (PS). Jenis kemasan ini berbahaya apabila digunakan secara tidak tepat karena dapat mengeluarkan zat styrene dan bersifat karsinogenik (sifat bahan penyebab sel kanker) jika menjadi kemasan pada makanan panas apalagi bila dipanaskan mengunakan microwave. Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris dengan tipe penelitian deskriptif, pendekatan masalah eksploratoris, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, penandaan data dan sistematisasi data yang selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif. Hasil penelitian diketahui bahwa standarisasi kemasan makanan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus sesuai dengan bahan pangan yang dikemas. Peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengawasi penggunaan Styrofoam Sebagai kemasan pada makanan ada tiga (3) lapisan pengawasan yakni 1. Sub Sistem Pengawasan Produsen, 2. Sub Sistem Pengawasan Pemerintah, dan  3. Sub Sistem Pengawasan Konsumen.  dan Perlindungan bagi konsumen apabila mengalami kerugian, yang diakibatkan Penggunaan Styrofoam sebagai kemasan produk makanan sesuai dengan pasal 18 ayat 1 huruf b yaitu  pelaku usaha yang melanggar ketentuan dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,- (Dua Milyar Rupiah). Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Styrofoam, Kemasan
INDIKASI GEOGRAFIS: REZIM HKI YANG BERSIFAT SUI GENERIS Sasongko, Wahyu
Jurnal Media Hukum Vol 19, No 1 (2012)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jmh.v19i1.1980

Abstract

The existence of the Geographical Indication (GI) was estabilished at the same time as the TRIPs Agreement in 1994. In the TRIPs Agreement, GI is Intellectual Property Rights (hereafter IPR) regime that is typical of sui generis due to its distinctive features. It is reflected in the elements that are in the definition of GI. Basically, GI has set the use of Geographical names to recognise an object. Previously, the IPR regime had also set them, namely: Indication of Source (IS) and Apellation of Origin (AO), that were set in the Paris Convention in 1883, Madrid Agreement in 1891, and the Lisbon Agreement in 1958. Instead, the geographical names are also used as brands. The paper is a theoretical study towards two problems. First, the elements that become the characteristics of GI so that it is typical of sui generis. Second, the similiarities and the differences amongst GI and IS, AO and other trademarks. The findings of the study reveal that GI is typical of sui generis, reflected in the elements that are in the GI definition as it has already been agreed upon in the TRIPs Agreement. There are similiarities amongst GI and AS, AO and other trademarks, namely they can use the geographical names as a label on objects. Meanwhile, the differences are in the elements themselves. IS has the simplest element, followed by GI and the trademark is in ownership system that is individual in the trademark and communal in GI.