Pencemaran lingkungan akibat limbah peternakan ayam di Glumpang Baro, Kabupaten Pidie, menjadi permasalahan yang berdampak signifikan terhadap masyarakat sekitar. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/OT.140/7/2011 telah mengatur hak masyarakat atas lingkungan yang sehat dan menetapkan jarak minimum 500 meter antara kandang dan permukiman. Namun dalam praktiknya, masih ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, di antaranya lokasi kandang yang terlalu dekat dengan rumah warga, usaha tanpa izin lingkungan, dan pengelolaan limbah yang buruk.. Regulasi ini juga menegaskan hak masyarakat untuk menikmati lingkungan yang bersih dan sehat serta mengatur sanksi bagi pelanggar. Limbah peternakan yang tidak dikelola dengan baik menyebabkan bau tidak sedap, peningkatan jumlah lalat, serta gangguan kesehatan bagi masyarakat sekitar. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan pendekatan pendekatan sosiologi hukum, dimana data dikumpulkan melalui wawancara dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup, pelaku usaha peternakan, serta masyarakat terdampak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap pencemaran lingkungan di Kabupaten Pidie masih belum optimal. Kurangnya koordinasi antara pelaku usaha peternakan dengan pemerintah daerah serta lemahnya pengawasan menjadi kendala utama dalam penerapan regulasi lingkungan. Sanksi yang diberikan lebih bersifat administratif, sementara upaya penegakan hukum perdata dan pidana masih jarang diterapkan. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pengawasan, sosialisasi yang lebih intensif, serta penegakan hukum yang lebih tegas guna mewujudkan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan.