Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

KEKERASAN FISIK DALAM RUMAH TANGGA (TINJAUAN YURIDIS PASAL 44 AYAT (2) UU NO 23 TAHUN 2004) Rahtami Susanti; Indriati Amarini
Kosmik Hukum Vol 13, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v13i1.770

Abstract

Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa:setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945,.bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga(KDRT) merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus dan bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Ketentuan pidana terhadap perbuatan kekerasan fisik telah diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang memungkinkan adanya ancaman denda atau pidana penjara yang mengakibatkan korban jatuh sakit atau luka berat. Kata Kunci :KDRT dan Pasal 44 UU PKDRT
PRAPENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI Rahtami Susanti; yulia yulia
Kosmik Hukum Vol 14, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v14i1.754

Abstract

Dalam melakukan penuntutan jaksa penuntut umum dapat melakukan tindakan prapenuntutan terhadap berkas perkara yang dinilai belum lengkap.Prapenuntutan ini dilakukan sebelum berkas perkara diajukan ke pengadilan. Prapenuntutan ini dimaksudkan agar berkas perkara dapat dilengkapi, sebab berkas perkara tersebut nantinya akan digunakan sebagai dasar bagi jaksa penuntut umum dalam mempersiapkan penuntutan di depan sidang pengadilan. Tindakan prapenuntutan sangat penting guna mencari kebenaran materiil yang menjadi dasar dalam proses penuntutan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pasal 110 ayat (1) KUHAP dalam perkara Nomor REG.Penyidik : PDS-02/PKRTO/02/2013 di Kejaksaan Negeri Purwokerto dan hambatan yang timbul dalam perkara tersebut. Kata Kunci : Pra Penuntutan dan Tindak Pidana Korupsi.
PERAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT SAMPAH DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) GUNUNG TUGEL KABUPATEN BANYUMAS Indriati Amarini; Rahtami Susanti
Kosmik Hukum Vol 14, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v14i2.740

Abstract

Dewasa ini lingkungan perlu mendapat penanganan serius dari pemerintah khususnya .Hal ini perlu dilakukan mengingat lingkungan hidup di sekitar kita akan menunjang kelangsungan pembangunan seperti yang tertuang dalam Pasal 1 angka (3) Undang undang Pengelolaan Lingkungan Hidup,termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Badan Llingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Banyumas adalah lembaga daerah yang bersifat non teknis membantu bupati dalam penanganan maupun usaha pelestarian fungsi lingkungan hidup di Kabupaten Banyumas, khususnya dalam hal persampahan, penanggulangan pencemaran akibat sampah di TPA Gunung Tugel yang secara teknis ditangani oleh Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan yang mempunyai peran melakukan pencegahan dan penangulangan yang bersifat monitoring, pengintegrasian program, koordinatif, konsultatif serta pengawasan dan pengendalian dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Kata Kunci : Peran BLH, Pencemaran Lingkungan dan Sampah
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA OUTSOURCING YANG BEKERJA DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO Rahtami Susanti
Kosmik Hukum Vol 14, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v14i1.747

Abstract

Outsourcing atau biasa disebut alih daya didefinisikan sebagai proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja untuk bidang tertentu dari perusahaan induk kepada pihak ketiga. Menggunakan tenaga kerja outsourcing bagi sebuah perusahaan tentu ada kelebihan yang dicari. Pada awalnya program outsourcing acapkali didengungkan di negara maju sebagai salah satu jalan untuk memenangkan kompetisi dengan cara lebih memfokuskan perhatian kepada bisnis inti. Sehingga pekerjaan-pekerjaan di luar bisnis inti yang mendukung pekerjaan bisnis inti pengelolaan sumber dayanya diserahkan kepada pihak lain di luar perusahaan. Dengan menyerahkan tanggung jawab mulai dari perekrutan, pembinaan hingga pengawasan karyawan kepada pihak ketiga tentu saja akan memberikan tanggung jawab yang lebih ringan kepada perusahaan disamping juga dijamin mendapatkan karyawan pada service level yang diinginkan. Program ini juga banyak digunakan untuk tujuan lebih menghemat biaya, seiring keinginan perusahaan untuk tidak memperkerjakan karyawan kontrak untuk posisi tertentu. Namun di sisi lain, perlindungan hukum bagi tenaga kerja outsourcing banyak dipertanyakan, apakah mereka benar-benar mendapatkan hak-haknya sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kata kunci : perlindungan hukum, outsourcing
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA GRATIFIKASI (Tinjauan Yuridis terhadap Pasal 12 B Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001) Rahtami Susanti
Kosmik Hukum Vol 11, No 2 (2011)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v11i2.809

Abstract

Tindak pidana korupsi merupakan suatu fenomena kejahatan yang menggerogoti dan menghambat pelaksanaan pembangunan, sehingga penanggulangan dan pemberantasannya harus benar-benar diprioritaskan. Tidak semua tindak pidana korupsi menghendaki pembalikan beban pembuktian akan tetapi yang terbatas pada 2 (dua) hal yaitu: pertama delik pemberian (Grafitifikasi atau pemberian yang berkaitan dengan suap atau Bribery). Adapun penerapan pembuktian terbalik ini menemui hambatan dalam penerapan sistem pembuktian terbaliknnya, antara lain adanya rahasia perbankan yang sulit ditembus, karena adanya privasi dan etika dalam perbankan; serta adanya pengalihan uang atau pencucian uang hasil tindak pidana. Kata Kunci: Gratifikasi dan Pembuktian Terbalik
MEDIASI PENAL SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA DI LUAR PENGADILAN BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) Rahtami Susanti
Kosmik Hukum Vol 13, No 2 (2013)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v13i2.758

Abstract

Mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan sangat sesuai dengan nilai dan budaya yang hidup di masyarakat. Perkara akan diselesaikan secara musyawarah dengan bantuan mediator dari aparat hukum (hakim/jaksa). Hal ini tentu saja juga menguntungkan bagi Kejaksaan Negeri maupun Pengadilan Negeri karena mengurangi beban perkara yang harus diselesaikan di kejaksaan/pengadilan.Sedangkan bagi anak yang melakukan perbuatan hukum, mereka tidak perlu mengalami dampak negatif dari berlarut-larutnya proses pemeriksaan perkara di pengadilan. Selain itu mereka juga dapat terselamatkan masa depannya karena tidak harus mengalami dampak buruk menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Kata kunci : Mediasi penal, anak yang berhadapan dengan hukum
POLA PENGELOLAAN BAGI HASIL ANTARA NELAYAN DAN PEMILIK KAPAL (STUDI PADA NELAYAN ANGGOTA HNSI CABANG PEKALONGAN DENGAN PEMILIK KAPAL BINTANG MAS SAMUDRA Indriati Amarini; Rahtami Susanti
Kosmik Hukum Vol 14, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v14i2.744

Abstract

Kelautan dan perikanan meruapakan salah satu sektor pendapatan nasional dalam bidnag ekonomi. Pengelolaan sumber daya ikan secara benar pada hakikatnya adalah amanat Undang Undang Dasar 1945. Hasil eksplorasi kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber kas daerah yang dapat membantu pembangunan pemerintah daerah terutama pada daerah daerh yang memiliki wilayah pesisir pantai. Optimalisasi sektor kelautan dan perikanan juga sudah digalakan akan tetapi belum optimal. Salah satu kendala yang dihadapi nelayan adalah pola bagi hasil antara nelayan dan pemilik kapal.perjanjian bagi hasil antara nelayan DPCHNSI Kota Nelayan dengan memiliki kapal Bintang Mas berdasarkan pada adat kebiasaan dengan presentase 50:50 dengan tidak melanggar ketentuan perundang undangan yaitu undang undang no. 16 tahun 1064 tentang hasil bagi perikanan. Hal ini dikarenakan dalam ketentuan undang undang tersebut memberikan kelonggaran pada hukum adat setempat tentang bagi hasil asalkan angka pembagiaanya tidak kurang dari 40:40 dengan pengawasan walikota dan gubernur. Sedangkan sengketa yang timbul adalah keadaan dimana biaya operasional dan hasil lelang tidak imbang sehingga pemilik kapal harus memberikan kebijaksanaan untuk memberikan uang kepada ABK dan nahkoda. Selain itu juga nahkoda berbuat curang yaitu menjaul tangkapannya di tengah laut dan hasilnya masuk ke kantong pribadi. Prosedur penyelesaian apabila terjadi sengketa antara nelayan dengan pemilik kapal yaitu melalui musyawarah mufakat. Apabila penyelesaian tersebut tidak mencapai mufakat maka penyelesaian dilakukan di Pengadilan Negeri Pekalongan Kata Kunci :Bagi Hasil Nelayan dan Pemilik Kapal
Protection of Indonesian Migrant Workers (Pekerja Migran Indonesia, PMI) in Problems Abroad Pipit Saraswati; Rahtami Susanti; Bayu Setiawan
UMPurwokerto Law Review Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Law Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/umplr.v2i2.8677

Abstract

The lack of job opportunities in the country has pushed thousands of Indonesian citizens to seek work abroad. The Indonesian Migrant Workers Protection Agency (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, BP2MI) released the placement of Indonesian Migrant Workers (Pekerja Migran Indonesia, PMI) in 2018 (April) period as many as 23,431 people and 2019 as many as 25,489 people. Meanwhile, the Central Statistics Agency (Badan Pusat Statistik, BPS) stated that 520 Indonesian Migrant Workers had problems in 2018 (April) period and 846 people in 2019. This study aims to determine the protection of Indonesian Migrant Workers who have problems abroad and the government's obstacles in protecting Indonesian Migrant Workers who have problems abroad. This study uses a normative juridical approach. That is the approach taken to legal materials, both primary, secondary, and tertiary legal materials by examining theories, concepts, legal principles, and laws and regulations related to this research. The results of this study are first, protection for Indonesian Migrant Workers who have problems abroad, namely technical protection in the form of providing shelter, juridical protection in the form of legal assistance to PMI who are in a legal process, and political protection in the form of bilateral agreements. between Indonesia and recipient countries regarding the placement and protection of PMIs. Second, the obstacles faced by the government in protecting PMIs are the lack of legal awareness of PMI candidates, the weakness of the supervisory system, the difficulty of registering PMIs in the destination country, and the difficulty of providing lawyers to assist PMIs who conflict with the law. To reduce problematic PMI cases abroad, local governments must realize the existence of a Migrant Workers Care Village (Desa Peduli Migrant Workers, DESBUMI) in every village.Keywords: Protection, Migrant Workers, Problems
Legal Consequences of Mixed Marriage Document Falsification In Indonesia (Case Study of Jessica Iskandar and Ludwig Franz Willibald) Rizza Nafaani Hidayat; Rahtami Susanti; Ika Ariani Kartini
UMPurwokerto Law Review Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Law Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/umplr.v2i2.10399

Abstract

AbstractForgery of letters/documents can be interpreted as an act that has the aim of imitating, creating an object that is no longer original or making an object lose its validity. Mixed marriages are regulated in Article 57 of Law Number 16 of 2019 concerning amendments to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. For the marriage to be registered, the conditions such as marriage documents must be met. If there is a forgery of mixed marriage documents, the marriage can be annulled. The cancellation of mixed marriages has an impact on the legal status of the marriage and the parties involved. Cases of falsification of mixed marriage documents that have occurred in Indonesia are those of the artist Jessica Iskandar who falsified her mixed marriage documents. The purpose of this study is to find out the legal consequences of falsifying mixed marriage documents in Indonesia (case studies of Jessica Iskandar and Ludwig Franz Willibald) and legal protection for children born. The research method used is normative juridical, namely through literature studies which examine mainly secondary data in the form of laws and regulations, agreements or contracts, other legal documents, research results, study results, and other references.Keywords: Document Forgery, Mixed Marriage
LEGAL PROTECTION OF ABORTION ABUSERS IN THE PREGNANCY OF RAPE IN INDONESIA Firdaus Pria Pradana; Rahtami Susanti; Bayu Setiawan
UMPurwokerto Law Review Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Law Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/umplr.v1i1.8053

Abstract

Abortion is prohibited except on the basis of indications of medical emergencies and pregnancy due to rape as regulated in Article 75 paragraph (2) of Law Number 36 the Year 2009 Concerning Health. Nevertheless, there are some cases where rape victims who abort their womb are found guilty of violating Article 346 of the Criminal Code. This study discusses the legal protection of abortionists in pregnancy due to rape. The purpose of this study was to analyze the legal protection of victims of rape who had an abortion (abortion provokes). The research method used is a normative juridical approach that is through literature studies that examine secondary data in the form of legislation and other legal documents, research results, results of studies, and other references. The results of this study are that rape victim who did an abortion were not convicted in accordance with Article 75 paragraph (2) of Law Number 36 of 2009 concerning Health and the existence of pre and post-abortion counseling in accordance with Article 37 of Government Regulation Number 61 of 2014 concerning Reproductive Health.Keywords: Legal protection, Abortion, the rape victim