Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

INTERPRETASI SIGNIFIKANSI TOLERANSI BERAGAMA DALAM SIMBOLISME PUPUH SUNDA MAGATRU MELALUI ANALISIS SEMIOTIKA MICHAEL RIFFATERRE Moch. Agung Lukmanul Hakim; Elly Malihah Setiadi
Jurnal Education and Development Vol 9 No 3 (2021): Vol.9.No.3.2021
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (502.828 KB) | DOI: 10.37081/ed.v9i3.2615

Abstract

Berdasarkan laporan Setara Institute bahwa intensitas pelanggaran kebebasan beragama masih relatif tinggi. Potensi dan probabilitas pelanggaran bahkan diproyeksikan semakin meningkat secara signifikan, mengingat isu konservatisme dan intoleransi yang dikonversikan ke dalam berbagai format narasi. Selama pemerintahan Jokowi-JK, terdapat 846 kasus spesifik dengan 613 tindakan didominasi warga masyarakat dan organisasi keagamaan, sementara 447 tindakan dilakukan pemerintahan daerah, kepolisian, serta lembaga pendidikan, yang ketiganya menjadi bagian koheren dari institusi negara. Sampai dewasa ini, penanggulangan masalah intoleransi kehidupan beragama masih terkonsentrasi terhadap penegakan hukum, yang justru dipandang oleh masyarakat internasional sebagai restriksi terhadap ekspresi hak asasi manusia, ambiguitas dalam kebebasan beragama. Pendekatan preventif yang ada, cenderung tidak mengedepankan konsep kearifan lokal sebagai gagasan dengan pemandangan intelektualitas yang membawa kekuatan adekuat, dapat memecahkan permasalahan dalam waktu singkat, tidak terkecuali intoleransi beragama. Penelitian ini berusaha menghadirkan penyelidikan holistik terkait konteks signifikansi toleransi beragama dalam struktur Pupuh Sunda Magatru. Penelitian dengan berbasis deskriptis-analitis ini, dilakukan melalui analisis semiotika Michael Riffaterre, termasuk kajian secara mendalam terhadap 63 informasi,terdiri dari artikel nasional dan internasional serta literatur penunjang lain. Implikasi penelitian ini memberikan paradigma baru dalam merevitalisasi toleransi beragama berdasarkan kearifan lokal Sunda, melalui pengembangan model penanggulangan intoleransi beragama dalam penelitian lebih lanjut secara komprehensif.
DEMOKRASI MINIM OPOSISI: NARASI MAHA PUITIS SEJARAH ATAS REDUKSI OPOSISI Moch. Agung Lukmanul Hakim; Cecep Darmawan; Leni Anggraeni
Jurnal Education and Development Vol 10 No 3 (2022): Vol.10. No.3 2022
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (530.119 KB) | DOI: 10.37081/ed.v11i1.3732

Abstract

Ketika menyampaikan Visi Pembangunan tahun 2019-2025, Presiden Jokowi menegaskan oposisi diperbolehkan selama tidak menimbulkan alur fragmentasi dan instabilitas berlebihan. Dalam kesempatan berbeda berkaitan dengan bergabungnya Partai Gerindra ke dalam pusat pemerintahan, Presiden Jokowi menampilkan sikap yang kontras dan kontradiktif bahwa tampilan demokrasi Indonesia tidak mengenal eksistensi oposisi, melainkan demokrasi berbasis gotong royong. Tentu pernyataan demikian dinilai sangat tidak kontekstual, kesalahan dalam memahami terminologi demokrasi, bahkan kekeliruan besar dalam melihat substansi sistem pemerintahan. Oleh karena itu, penelitian ini menghadirkan berbagai penyelidikan signifikansi dan implikasi dari keberadaan oposisi, termasuk reduksi dengan tendensi yang lumayan signifikan terhadap pelembagaan oposisi. Penelitian ini dilakukan dengan berbagai eksplorasi rimba raya informasi dari 49 artikel, 6 berita online, serta 6 literatur yang lain secara mendalam untuk menegasikan konstruksi dari krusialitas oposisi secara normatif dalam demokrasi. Hasil dari penelitian ini menempatkan eksistensi oposisi sebagai ruh inheren dalam prinsip demokrasi, dapat menghadirkan intervensi prima terhadap proses pengambilan keputusan pemerintah untuk menghasilkan kebijakan yang lebih moderat. Dalam sejarah demokrasi Indonesia, setiap rezim yang tengah berkuasa mempunyai tendensi signifikan untuk melakukan reduksi terhadap oposisi dengan penerapan kooptasi dan koersi yang terus beregenerasi dalam entitas terbaru melalui samaran kontinum. Sebagai implikasi dari penelitian ini, sejarah demokrasi Indonesia menjadi untaian narasi puitis panjang atas reduksi eksistensi oposisi yang terlihat mendapatkan pembenaran dari perjalanan bangsa.
DISKURSUS KEBIJAKAN KEPEMUDAANDALAM PERSPEKTIF BEHAVIORALISME DAN NEO-INSTITUSIONALISME (Pendahuluan Studi Pelayanan Kepemudaan di Kabupaten Cianjur) Moch. Agung Lukmanul Hakim; Cecep Darmawan; Leni Anggraeni
Jurnal Education and Development Vol 10 No 3 (2022): Vol.10. No.3 2022
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.88 KB) | DOI: 10.37081/ed.v10i3.3733

Abstract

Bahwa kesenjangan terbuka antara tujuan dari pelayanan kepemudaan dalam kerangka kebijakan kepemudaan dan pencapaian kebijakan dengan kualitas Indeks Pembangunan Pemuda Kabupaten Cianjur yang termasuk dalam kualifikasi rendah, di masa depan secara hipotetik akan menjadi masalah kepemudaan yang kompleks dan krusial. Berdasarkan regularitas dari trajektori perubahan Indeks pembangunan Pemuda Indonesia (IPPI) tahun 2015 sampai 2018 dan penerapan persamaan regresi linier bahwa IPPI tahun 2030 hanya berkisar 54,30%. Bahwa proyeksi kualitas IPPI yang masih rendah akan menjadi masalah mengerikan ketika terjadi dalam tahapan kulminasi dari bonus demografis, karena terdapat probabilitas menghadirkan beban ketergantungan yang lebih tinggi dan menjadi anteseden rasional dari kriminalitas, masalah dalam hubungan keluarga bahkan ingsutan kepercayaan. Dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan bahwa masalah implementasi kebijakan kepemudaan tersebut dapat ditangani dengan memperkuat jalinan modal sosial sebagai fenomena sosial-politik yang akan dieksplorasi lebih utuh melalui pendekatan behavioralisme dan neo-institusionalisme. Bahwa hasil penyelidikan dari 25 artikel dan 39 referensi lain dengan reputasi kredibel dalam skala internasional menunjukan bahwa kualitas implementasi kebijakan kepemudaan di daerah Kabupaten Cianjur dalam perspektif behavioralisme akan ditentukan oleh bentuk responsivitas kalangan pemuda terkait kerangka kebijakan sendiri. Di pihak lain, kualitas implementasi kebijakan tersebut akan bergantung pada kemampuan dari institusi dalam memberikan constraints dan guidelines terhadap perilaku implementor kebijakan dalam arena tindakan berbasis kolektivitas sebagai konsensus bersama.
KONSTRUKSI DASAR MASALAH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPEMUDAAN DI KABUPATEN CIANJUR DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Moch. Agung Lukmanul Hakim; Cecep Darmawan; Leni Anggraeni
Jurnal Education and Development Vol 11 No 1 (2023): Vol.11 No.1. 2023
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.086 KB) | DOI: 10.37081/ed.v11i1.4527

Abstract

Konfigurasi dan signifikansi dari seluruh indikator pengukuran dalam Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) dengan trajektori pencapaian tahun 2018 di Kabupaten Cianjur yang dikualifikasikan dalam performa rendah, tidak akan dapat menunjang perkembangan generasi muda menjadi pribadi dewasa yang mandiri, penuh potensi dan bertanggung jawab sebagai bagian dari masyarakat. Tujuan terdalam konstruksi kebijakan kepemudaan untuk menempatkan kalangan muda dalam takhta tertinggi sebagai atraktor yang menjadi region magnetik akselerasi perubahan dalam realitas bermasyarakat masih merupakan fiksi kebijakan yang belum tercapai. Penelitian ini mempergunakan pendekatan kombinasi melalui metode survei, studi implementasi dan studi evaluasi kebijakan dengan bertumpu pada pendekatan behavioralisme dan neo-institusionalisme. Bahwa hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Sekalipun penyelidikan terkait persepsi sebagai orientasi nilai dalam taraf signifikansi tertentu merepresentasikan distorsi, namun pemuda Kabupaten Cianjur tidak pernah terlibat langsung dalam inklusivitas jaringan kebijakan kepemudaan yang secara diametrik ambivalen dengan persepsi konstruktif terhadap pelayanan kepemudaan yang wajib secara prosedur dilaksanakan Disparpora, DPD KNPI, Karang Taruna dan Gerakan Pramuka termasuk terhadap pembangunan pemuda berbasis pendekatan Organisasi 4-H. (2) Trajektori implementasi dari implementor kebijakan terkait masih terbatas pada skema dengan taraf signifikansi prakonsep yang belum otonom dan monoton, sehingga belum dapat mereduksi potensi masalah kepemudaan. (3) Keberadaan dari kekuatan institusi formal dan informal ternyata tidak secara ekspresif menghadirkan guidelines dan constraints baik dalam pemilihan tindakan, dalam melakukan proses proyeksi terkait probabilitas hambatan dalam tahapan implementasi maupun dalam membangun desain evaluasi kebijakan yang dapat diverifikasi dalam praktik global. Adapun bentuk implikasi krusial dari penelitian ini menghadirkan sebuah moralitas baru dalam melakukan proses penyelidikan terhadap kebijakan kepemudaan dalam mendorong transformasi pelayanan kepemudaan yang lebih moderat.
KONTEKS PERUBAHAN DAN KEBERLANJUTAN KEBIJAKAN KEPEMUDAAN DI KABUPATEN CIANJUR SEBAGAI ANALISIS PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN DALAM PERSPEKTIF INSTITUSIONALISME HISTORIS Moch. Agung Lukmanul Hakim; Karim Suryadi; Cecep Darmawan; Leni Anggraeni
Jurnal Education and Development Vol 11 No 1 (2023): Vol.11 No.1. 2023
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (391.976 KB) | DOI: 10.37081/ed.v11i1.4528

Abstract

Teori Turbulensi Intermiten dari Mandelbrot tentang harmoni dualitas realitas ketidaksinambungan dalam analisis kebijakan menjadi analogi yang mencerminkan chaos dan order sebagai kuantum transenden, dimana potensi dan probabilitas yang berkaitan dengan perubahan ataupun keberlanjutan kebijakan sangat dimungkinkan melalui critical juncture dalam perlintasan waktu tertentu. Proses penelitian dengan pendekatan institusionalisme historis ini, mempunyai tujuan krusial menjalankan penyelidikan signifikansi dan implikasi dari trajektori perubahan dan keberlanjutan kebijakan kepemudaan pada lintasan waktu tertentu sebagai analisis perkembangan kelembagaan dalam menunjang transformasi pelayanan kepemudaan di Kabupaten Cianjur yang lebih kontekstual. Adapun hasil dari penelitian ini merepresentasikan bahwa: (1) Bahwa setiap implementor dari kebijakan kepemudaan baik Disparpora, DPD KNPI, Karang Taruna Kabupaten maupun Gerakan Pramuka Kwartir Cabang Cianjur tidak secara ketat mencerminkan resistensi terhadap perubahan, yang biasa ditemukan sebagai konsekuensi rasional dari jalur kelaziman. (2) Sekalipun kondisi akumulasi bukti ilmiah, kebuntuan kebijakan kepemudaan dan guncangan bersifat eksternal telah memenuhi kualifikasi sebagai mekanisme dari perubahan kebijakan, namun tidak terdapat conjunctures yang menjadi hubungan interaksi antara seluruh implementor menimbang terdapat arah perubahan lingkungan strategis. (3) Melalui proyeksi perlintasan waktu empat tahun terakhir, tidak dapat diidentifikasi transaksi aktual persebaran ide perubahan kebijakan kepemudaan baik secara koersif maupun kooptatif dalam analisis jaringan sebagai pemerintahan. (4) Implementasi kebijakan sebagai kebijakan distingtif dari setiap implementor dengan trajektori repetitif pada perlintasan waktu tersebut, secara holistik menjadi variabel pengukuran dari inisiasi dan reproduksi kebijakan yang menunjukan seluruh implementor tidak mengalami self-reinforcing dan positive feedback dari berbagai dinamika kelembagaan. Bahwa implikasi dari penelitian ini telah menghadirkan pemetaan terkait konstruksi utama transformasi kebijakan kepemudaan berbasis analisis perkembangan kelembagaan.
KERANGKA KEBIJAKAN KEPEMUDAAN DALAM PERSPEKTIF PERILAKU PEMUDA KABUPATEN CIANJUR SEBAGAI PEMETAAN DASAR-DASAR BEHAVIORAL TRANSFORMASI PELAYANAN KEPEMUDAAN Moch. Agung Lukmanul Hakim; Cecep Darmawan; Leni Anggraeni
Jurnal Education and Development Vol 11 No 1 (2023): Vol.11 No.1. 2023
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (414.309 KB) | DOI: 10.37081/ed.v11i1.4539

Abstract

Penelitian dengan pendekatan kualitatif berbasiskan analisis data sekunder ini bertujuan melakukan penyelidikan terkait dasar-dasar behavioral dari transformasi pelayanan kepemudaan yang lebih realistis dalam menunjang tahap perkembangan pemuda terutama pada transisi adolesens yang penuh dengan gejolak. Adapun hasil penelitian ini telah memberikan proyeksi behavioral sebagai dasar dari transformasi yang harus dimanifestasikan ke dalam pelayanan kepemudaan yang relevan dengan kebutuhan perkembangan pemuda sebagai berikut: (1) Bagian krusial dalam proses pembangunan pemuda yang konstruktif tidak lain membangun kerangka kebijakan sebagai pengaturan hubungan harmonis antara pikiran, pengalaman dan emosional sebagai representasi bagian internal dari perilaku itu sendiri yang dapat diobservasi secara konkret. (2) Karena perilaku hanya dapat akurat dipahami dalam korelasinya dengan perilaku lain sebagai penyebab proksimal akselerasi penguatan dari perilaku tertentu, maka kerangka kebijakan harus memungkinkan pemuda terlibat langsung dalam program variatif sesuai kebutuhan dengan alokasi waktu tertentu. (3) Karena Classical Conditioning sebagai intervensi psikologis dapat memberikan pengaruh terhadap tindakan dalam taraf signifikansi, maka opsi pengaturan default kebijakan dapat dipertimbangkan melalui mekanisme relasi kausalitas dan seleksi dari default kebijakan kepemudaan sendiri. (4) Secara natural lingkungan perkembangan dapat mendorong perubahan perspektif, perilaku dan tindakan, maka kerangka kebijakan kepemudaan yang transformatif harus memuat kombinasi antara perilaku dan relasi fungsional dengan lingkungan perkembangan melalui pengkondisian artifisial. (5) Menimbang pada model berbasis intensionalitas perilaku merupakan responsivitas terukur, maka kerangka kebijakan harus menjadi stimulus natural terhadap potensi keterlibatan sebagai respons yang dikondisikan melalui intensionalitas. Sementara implikasi dari penelitian ini, akan memberikan tumpuan behaviorisme yang relevan dalam membentuk Design and Development Research pelayanan kepemudaan yang sesuai kebutuhan perkembangan pemuda di masa mendatang.
MENYINGKAP KEBEKUAN ADVOCACY COALITION FRAMEWORK DARI INSTITUSI KEPEMUDAAN DI KABUPATEN CIANJUR DALAM MEMBANGUN SKEMA EKSKLUSIVITAS PELAYANAN Moch. Agung Lukmanul Hakim; Cecep Darmawan; Leni Anggraeni
Jurnal Education and Development Vol 11 No 1 (2023): Vol.11 No.1. 2023
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (475.052 KB) | DOI: 10.37081/ed.v11i1.4545

Abstract

Penelitian dengan pendekatan kualitatif berbasis metode Advocacy Coalition Framework ini bertujuan untuk melaksanakan analisis terkait hambatan behavioral dalam pembentukan critical junctures sebagai titik keseimbangan antara perubahan lingkungan strategis dan reformulasi dari pelayanan kepemudaan melalui pemetaan variabel parameter relatif stabil, subsistem kebijakan bahkan perubahan keyakinan dan kebijakan. Adapun sejumlah hasil dari penelitian ini mencerminkan bahwa: (1) bahwa parameter relatif stabil secara substantif tidak mempengaruhi mobilisasi dari sumber daya, penentuan mekanisme perubahan dan pencapaian keputusan berbasis kolektivitas dan tampilan preferensi khusus pihak yang terlibat berkaitan pelayanan kepemudaan dengan karakteristik masalah yang ada. (2) Pada subsistem kebijakan pemerintah, keberadaan model individual sebagai dasar keyakinan dari intermediasi kepentingan, kelompok spesifik koalisi advokasi transformasi kebijakan, perantara kebijakan dan mobilisasi sumber daya oleh kelompok tersebut tidak dapat kembali diverifikasi, sekalipun tempat potensial jelas hanya terbatas pada sektor pemerintah. (3) Jalinan kepercayaan yang muncul melalui abstraksi persamaan keyakinan antara implementor kebijakan, juga tidak pernah diaktualisasikan dalam kerangka koalisi advokasi transformasi kebijakan, sehingga klaim jalinan demikian tidak dipandang sebagai atribut komunitas. (4) Mekanisme perubahan kebijakan seperti guncangan eksternal, kebuntuan kebijakan dan akumulasi bukti empirik, ternyata tidak berhasil untuk membentuk titik sentral keseimbangan antara perubahan lingkungan strategis dan reformulasi dari pelayanan kepemudaan. Sebagai implikasi, penelitian ini telah memberikan tumpuan teoritis untuk analisis kebijakan dalam perspektif behavioral termasuk dalam mengantisipasi hambatan pembentukan kelompok koalisi advokasi transformasi kebijakan kepemudaan di masa mendatang.