Theophylus Doxa Ziraluo
Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PERAN MANUSIA ALLAH MENURUT I TIMOTIUS 6:11-21 Theophylus Doxa Ziraluo
Missio Ecclesiae Vol. 3 No. 1 (2014): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v3i1.37

Abstract

Kendatipun Timotius masih muda dalam memimpin jemaat di Efesus, namun Paulus tidak ragu akan hal itu. Bahkan Paulus menyebut Timotius dengan sebutan “manusia Allah.” Sebutan tersebut merupakan gelar yang paling terhormat yang menyatakan akan kepemilikan Allah atas dirinya. Gelar ini diberikan Paulus untuk membedakan Timotius dari pengajar-pengajar palsu. Sebagai pribadi yang dimiliki Allah tidak bisa dilepaskan dari pertobatan Timotius sebagai hasil pelayanan Paulus. Sebagai milik Allah, Paulus memberikan rambu-rambu mengenai apa yang tidak perlu dilakukan (dihindari) dan mana yang perlu dilakukan. Bersilat kata, dengki, fitnah, curiga, percekcokan dan cinta uang harus dijauhi karena akan menghancurkan reputasi Timotius dan pelayanannya. Sebaliknya yang harus dilakukan dengan sekuat tenaga yaitu hidup dalam keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Hal-hal tersebut tidak hanya mencerminkan karakter Paulus tetapi juga merupakan kehendak Allah sendiri. Dalam memenuhi semuanya itu, Paulus berkata bahwa hidup itu bagaikan pertandingan yang menuntut ketahanan, bukan hanya fisik tetapi juga spiritual. Dalam pertandingan tersebut Paulus berkata bahwa Timotius tidak berjuang sendiri. Tuhan yang adalah Sumber hidup akan menopang dan memberikan semangat kepada Timotius untuk dapat memenangkan pertandingan. Oleh karena itu, tidak perlu bimbang dan ragu untuk menyaksikan kebenaran kendatipun konsekuensi yang dihadapi tidaklah mudah. Paulus memberikan referensi mengenai bagaimana Kristus berani mengikrarkan ikrar yang benar di hadapan Pontius Pilatus yang adalah petinggi Romawi pada waktu itu. Paulus mengarahkan pandangan Timotius bukan kepada kesulitan pelayanan yang dialami tetapi kepada kemuliaan yang sudah disediakan Allah baginya. Lakukanlah tugas panggilanmu, jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan berikan. Demikian juga dalam relasi dengan jemaat-jemaat yang kaya, jangan takut untuk berpesan kepada mereka supaya tidak sombong dan mengandalkan kekayaan mereka melainkan hidup dalam kebajikan/ kemurahan hati. Kekayaan yang dimiliki sekarang adalah bersifat sementara dimana ngengat dan karat dapat merusaknya dan pencuri dapat mencurinya. Ingatlah harta surgawi yang tidak fana. Kualitas kekayaan seseorang tidaklah bergantung pada seberapa banyak kekayaan yang dapat ditimbun (dimiliki) melainkan pada apa yang dapat dia berikan. Orang kaya yang hanya menimbun kekayaannya adalah orang kaya yang miskin. Tetapi orang kaya yang kaya adalah orang yang dengan kekayaannya dapat memperkaya orang lain (mendukung orang yang lemah dari segi finansial). Orang kaya yang demikian adalah orang kaya yang menyenangkan hati Tuhan. Pada akhirnya, Timotius dituntut untuk memelihara apa yang telah dia terima dari Paulus. Tidak perlu sibuk dengan perdebatan-perdebatan yang sia-sia (dalam hal ini pengajaran gnostik) atau omong kosong yang mengatasnamakan kebenaran sejati namun isinya penuh dengan racun.
Analisis Multidimensi Narasi Matius 8 Theophylus Doxa Ziraluo
KHARISMATA: Jurnal Teologi Pantekosta Vol 7, No 1 (2024): Kharismata: Juli 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47167/kharis.v7i1.253

Abstract

The background of the research is, First, Jesus is considered as a pro-Jewish person. Secondly, this text is considered within the framework of religious moderation. Thirdly, it emphasises Roman culture when explaining the term ‘pais’ (child). Fourthly, it doubts the healing that Jesus did - it was just a pretence. Considering this, the method used in this research is qualitative hermeneutic with Grant R. Osborne's narrative criticism steps. Based on the literature review, this research is important because previous studies did not discuss narrative texts based on Grant R. Osborne's aspects. Therefore, this study serves as an evaluation and contribution to other studies. In addition, this article aims to show the importance of examining narrative texts based on the aspects of narrative criticism. Analysing the dimensions can help the reader to follow the storyline so as to characterise the psychology, ideology, conflicts, strengths and weaknesses of a characterisation, as well as provide an accurate interpretation. Yang melatarbelakangi penelitian yaitu, Pertama, Yesus dinilai sebagai orang yang pro dengan non Yahudi. Kedua, teks ini dinilai dalam kerangka moderasi beragama. Ketiga, menekankan kebudayaan Romawi ketika menjelaskan istilah “pais” (anak). Keempat, meragukan penyembuhan yang Yesus lakukan – hanya berpura-pura. Mencermati hal tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif hermeneutik dengan langkah-langkah kritik narasi Grant R. Osborne. Berdasarkan studi literatur, penelitian ini penting dikarenakan penelitian-penelitian sebelumnya tidak membahas teks narasi berdasarkan berdasarkan aspek-aspek yang digunakan Grant R. Osborne. Oleh karena itu, penelitian ini berfungsi sebagai evaluasi dan kontribusi bagi penelitian lainnya. Selain itu, artikel ini bertujuan untuk menunjukkan akan pentingnya meneliti teks-teks narasi berdasarkan spek-aspek kritik narasi. Analisis terhadap dimensi-dimensi mampu menolong pembaca untuk mengikuti alur cerita sehingga memberikan karakteristik psikologi, ideologi, konflik, kekuatan dan kelemahan dalam sebuah penokohan, serta memberikan penafsiran dengan tepat.
Kajian Tentang Dosa Menurut Surat 1 Yohanes Wowor, Belchy; Librecht Anthony; Theophylus Ziraluo
Jurnal Pistis: Teologi dan Praktika Vol. 21 No. 2 (2021): Vol. 21 No. 2 (2021): Jurnal Pistis: Teologi dan Praktika
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pandangan orang percaya terhadap pengertian tentang sifat Allah dan pengertian terhadap manusia mempengaruhi pengertian mereka tentang dosa. Dosa adalah kegagalan memenuhi standart Allah, sehingga orang percaya yang gagal memenuhi standart Allah baik dalam hubungannya dengan Allah ataupun dengan manusia maka itu merupakan dosa. Artikel ini bertujuan orang percaya lebih memahami tentang dosa jika dikaitkan dengan Persekutuan dengan Allah dan hidup kekal, sehingga menjadi fundamental yang kuat dalam kehidupan orang percaya. Surat 1 Yohanes sebagai objek penelitian dengan menggunakan metode deskriptif dengan jenis kualitatif. Metode yang digunakan adalah hermeneutika dengan pendekatan eksegeses dan eksposisi. Dosa disini berbicara tentang segala sesuatu yang tidak sesuai dengan standart Allah baik dalam hubungannya dengan Allah dan manusia sehingga dosa harus disucikan, mengaku dosa dan berhenti berbuat dosa sebagai gaya hidup orang percaya. Penyucian Dosa hanya dapat dilakukan oleh Yesus Kristus sebagai Anak Allah. Hal tersebut harus dilakukan karena Allah tidak mentolerir dosa.
Iri Hati Orang Yahudi sebagai Motif Penolakan Kemesiasan Yesus yang Diberitakan Paulus Agustina, Amelia; Jani, Jani; Ziraluo, Theophylus Doxa
Jurnal Pistis: Teologi dan Praktika Vol. 23 No. 1 (2023): Vol. 23 No. 1 (2023): Jurnal Pistis: Teologi dan Praktika
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51591/pst.v23i1.131

Abstract

Alasan utama konflik antara beberapa orang Yahudi dan Paulus adalah sebagai akibat dari perbedaan penafsiran Kitab Suci yang berkaitan dengan Mesias. Dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti mengamati kelompok-kelompok pemimpin Yahudi dan menyusun konsep Mesianisme dari PL dan perkembangannya selama periode intertestament beserta klasifikasinya yang muncul. Penelitian mengungkapkan orang Yahudi menjalani kehidupan di bawah kompleksitas keadaan politik. Oleh karena itu, kebutuhan sosok penyelamat diperlukan. Wawasan tentang Mesias berkembang dan berkembang secara signifikan selama era tersebut. Meskipun demikian, istilah Mesias tidak disebutkan dalam PL, namun formulasi pembentuk gagasan Mesianisme sangatlah jelas. Penelitian membuktikan orang Yahudi tertentu berusaha untuk terus berbohong di depan jemaat. Mengingat para pemimpin itu menyimpan sejumlah besar naskah kuno dengan sangat baik, tidak mungkin para pemimpin itu gagal mengenali Sosok Mesias.
Strategi Pastoral Paulus dalam Menyelesaikan Konflik Pelayanan: Studi atas Filipi 4:2-3 Samosir, Kelina Sabet; Ziraluo, Theophylus Doxa; Sugiarto, Jimmy
Jurnal Pistis: Teologi dan Praktika Vol. 25 No. 1 (2025): Vol. 25 No. 1 (2025): Jurnal Pistis: Teologi dan Praktika
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51591/pst.v25i1.190

Abstract

Konflik dalam pelayanan merupakan realitas yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan gereja, termasuk pada masa gereja mula-mula. Filipi 4:2-3 mencatat perselisihan antara dua tokoh pelayanan, Euodia dan Sintikhe, yang menjadi perhatian serius bagi Rasul Paulus. Paulus menanggapinya dengan strategi pastoral yang bersifat personal, kolaboratif, dan teologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi pastoral Paulus dalam menyelesaikan konflik pelayanan berdasarkan Filipi 4:2-3 melalui penelitian kualitatif dengan pendekatan hermeneutika teologis dan metode eksegesis biblika. Hasil kajian menunjukkan bahwa Paulus menasihati secara langsung, mengedepankan kasih dan hubungan pribadi, melibatkan pihak ketiga sebagai mediator, menghargai kontribusi pelayanan masa lalu, serta memperluas perspektif eschatologis. Strategi ini menunjukkan model keteladanan Paulus dalam menyelesaikan konflik pelayanan adalah kombinasi antara konfrontasi kasih, mediasi komunitas, dan transformasi spiritual yang berkelanjutan, menjadikannya model resolusi konflik, strategi Paulus bukan hanya solusi sesaat, tetapi upaya membentuk budaya komunitas yang sehat, saling mendukung, dan bertumbuh dalam karakter Kristus. Temuan ini relevan bagi gereja masa kini dalam membangun pendekatan pastoral yang lebih partisipatif, kontekstual, dan berakar pada nilai-nilai Alkitabiah.