Ketut Agus Nova
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Kajian Filsafat Seni Sakral Dalam Kekawin Niti Sastra Ketut Agus Nova
Genta Hredaya: Media Informasi Ilmiah Jurusan Brahma Widya STAHN Mpu Kuturan Singaraja Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/gentahredaya.v5i1.1298

Abstract

Seni sakral merupakan seni yang membahas mengenai kesenian yang bersifat magis atau mengandung nilai religius. Dan biasanya seni sakral ini sering terdapat dalam agama Hindu. Agama Hindu percaya bahwa seni sakral ini merupakan sebuah karya seni yang tidak boleh dipentaskan atau dipertunjukkan secara sembarangan. Dikarenakan sifatnya yang memiliki nilai magis yang sangat tinggi. Sehingga dalam pementasan seni sakral ini, harus melalui beberapa tahapan. Bagi Umat Hindu di Bali, karya seni sakral ini dipergunakan sebagai sarana untuk terhubung dengan Tuhan. Dan juga seni sakral di Bali ini biasanya identik dengan Taksu/vibrasi/aura. Maka hal inilah yang membuat seni sakral di bali tampak sangat hidup apabila dipentaskan maupun dipertunjukkan
Filsafat Positivistik, Manusia Modern dan Kegagalan Modernitas Ketut Agus Nova
Genta Hredaya: Media Informasi Ilmiah Jurusan Brahma Widya STAHN Mpu Kuturan Singaraja Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/gentahredaya.v6i1.2108

Abstract

AbstrakMunculnya filsafat positivistik yang menjunjung tinggi penalaran inderawi dan ilmu pengetahuan menjadi awal kelahiran zaman modern. Akan tetapi, kelahiran zaman ini tidak serta merta membawa manusia ke dalam tatanan hidup yang lebih baik. Justru meninggalkan berbagai masalah kemanusiaan. Tujuan penelitian ini adalah melakukan eksplanasi mengenai kegagalan modernisme didalam membawa manusia ke tahap yang lebih baik. Metode yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah studi kualitatif-eksploratif dengan fokus “literature review”. Modernisme menciptakan berbagai dampak kemanusiaan, seperti terjadinya “holocaust” atau “human waste”. Tragedi ini terjadi dilatarbelakangi oleh rasionalisme, konformitas dan terciptanya mekanisme otoritas legal rasional. Modernisme adalah fakta tentang kemajuan manusia yang justru membawa manusia pada penciptaan tragedi kemanusiaan.Kata kunci: positivistik, manusia, modernisme 
KAJIAN FILSAFAT MANUSIA UPACARA PAWIWAHAN DI DESA ADAT SEMBIRAN, KECAMATAN TEJAKULA, KABUPATEN BULELENG Luh putu Santi pradnyayanti; I Wayan Gata; Ketut Agus Nova
Vidya Darsan: Jurnal Mahasiswa Filsafat Hindu Vol 4, No 2 (2023)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/vidyadarsan.v4i2.3071

Abstract

upacara pawiwahan terdiri dari 3 tahap yakni tahap 1, ngidih/memadik, tahap 2, Kepus Pusar, Nelubulanin, Mitubulanin dan Ngotonin, tahap 3, Bebas/Mepenyari. 1. prosesi ngidih/memadik itu tentang kesiapan antara dua mempelai untuk membangun rumah tangga, prosesi ini disaksikan dan didengarkan oleh orang banyak yaitu dari keluarga besar dari kedua mempelai, 2. kepus Pusar, Nelubulanin, Mitubulanin dan Ngotonin upacara yang dilakukan kembali agar mempelai wanita terlahir sebagai orang sembiran, 3. prosesi bebas/mepenyari terdiri dari beberapa tahapan diantaranya mabyakala, upacara yang dilakukan untuk pembersihan dari kedua mempelai, nunas yaitu prosesi mepamit yang dilaksanakan di sanggah/merajan mempelai wanita, natab banten dibale yaitu prosesi yang dilaksanakan untuk memohon keselamatan dari kedua mempelai agar kedua mempelai langgeng dan dikaruniai anak yang suputra dan suputri.
KAJIAN FILOSOFI TRADISI NAWUR PENEMPUH PADA UPACARA PERKAWINAN DI DESA ADAT SELAT PANDAN BANTEN KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG Ni Putu Ayu Dian Puspa Wijayantini; I Putu Ariyasa Darmawan; Ketut Agus Nova
Vidya Darsan: Jurnal Mahasiswa Filsafat Hindu Vol 5, No 1 (2023)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/darsan.v5i1.3724

Abstract

Nawur penempuh is a continuation ceremony at the wedding ceremony, Based on this background, the following problems are formulated: 1) What is the basis for the existence of the Nawur Penempuh Tradition at the wedding ceremony in the Selat Pandan Traditional Village, Banten, 2) What is the function of the Nawur Penempuh Tradition at the wedding ceremony in the Selat Pandan Traditional Village, Banten, 3) What is the meaning of philosophy contained in the Nawur Penempuh Tradition at the wedding ceremony in the Selat Pandan Traditional Village, Banten. The basis for the Nawur Penempuh tradition is as follows: 1) History of the Nawur Penempuh tradition, 2) Religious foundation, 3)Place of implementation of the Nawur Penempuh, 4) Time of implementation of the Nawur Penempuh, 5) Stages of the implementation of the Nawur Penempuh, 6) Means of Nawur Penempuh ceremonies, 7) Prayers and spells of Nawur Penempuh performers. The functions of the nawur traveler tradition are: 1) The function of offering theology and devotional service to prostrate gratitude for the gifts that have been given, 2) The function of togetherness in the nawur traveler tradition can be seen in the togetherness that is created between the outside and local communities mutually forming a sense of togetherness between society, and 3) The symbolic function of paying the Nawur Penempuh is found in the male suckling pig which is an important requirement in the Nawur Penempuh tradition because it is the content of the bhisama and if not the male suckling pig is offered then the offering given is abstractly not accepted and is called kepindon Meaning The philosophy contained in the nawur penempuh tradition: The meaning of cultural preservation is to preserve cultural customs. The second meaning is ethics regarding controlling the minds possessed by the community during the implementation of the nawur penempuh ceremony so that the sanctity and sacredness of the event is maintained from beginning to end which is carried out in a solemn manner. Keywords : Philosophy, Nawur Penempuh Tradition