Ningrum Sirait
Unknown Affiliation

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

MENCERMATI UU NO. 5 TAHUN 1999 DALAM MEMBERIKAN KEPASTIAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA Sirait, Ningrum
Jurnal Hukum Bisnis Vol. 5 No. 2 (2016)
Publisher : jurnalhukumbisnis.com

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mencermati UU No. 5 Tahun 1999 Dalam Memberikan Kepastian Hukum Bagi Pelaku Usaha
ANALISIS HUKUM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PADA PENGADAAN ALAT KESEHATAN (Studi Kasus : Putusan KPPU Nomor 24/KPPU-I/2016 Tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999) Chris Agave; Ningrum Sirait; Deta Sukarja
TRANSPARENCY No 1 (2018)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.713 KB)

Abstract

ABSTRAK Chris Agave Valentin Berutu* Ningrum Natasya Sirait** Detania Sukarja*** Persekongkolan dalam tender merupakan suatu bentuk kerjasama yang dilakukan oleh dua atau lebih pelaku usaha dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu. Mengenai persekongkolan tender, diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kegiatan bersekongkol dalam tender ini dapat dilakukan oleh satu atau lebih peserta yang menyetujui satu peserta dengan harga yang lebih rendah, dan kemudian melakukan penawaran dengan harga di atas harga perusahaan yang direkayasa sebagai pemenang. Kesepakatan semacam ini bertentangan dengan proses pelelangan yang wajar, karena penawaran umum dirancang untuk menciptakan keadilan dan menjamin dihasilkannya harga yang murah dan paling efisien. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana persekongkolan tender ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dan apakah PT Synergy Dua Kawan Sejati, PT Kembang Turi Healthcare, PT Dwi Putra Unggul Pratama, CV Trimanunggal Mandiri, dan CV Tiga Utama yang bergerak dalam bidang alat-alat kesehatan terbukti melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagaimana diputus oleh Majelis KPPU dalam perkara Nomor 24/KPPU-I/2016. Metode penulisan dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat tiga bentuk persekongkolan tender, yaitu persekongkolan vertikal, horizontal, dan gabungan (vertikal dan horizontal). Untuk mengetahui apakah suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai persekongkolan tender harus memenuhi unsur-unsur pelaku usaha, bersekongkol, mengatur atau menentukan pemenang tender dan mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan sebagaimana disebutkan diatas melakukan persekongkolan horizontal dan terbukti melanggar pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kata Kunci : Persekongkolan Tender, Persaingan Usaha
INDEPENDENSI KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (BERDASARKAN TINJAUAN YURIDIS UU NO. 5/1999) Luthfiya Nazla; Ningrum Sirait; Deta Sukarja
TRANSPARENCY Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (522.229 KB)

Abstract

ABSTRAK INDEPENDENSI KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (BERDASARKAN TINJAUAN YURIDIS UU NO. 5/1999) Luthfiya Nazla Marpaung * Ningrum Natasya Sirait ** Detania Sukarja ***   Atas diundangkannya Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat maka dibentuklah suatu komisi pengawas persaingan usaha atau yang disebut komisi untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang No. 5/1999 yang disebut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Oleh karena kedudukannya yang multifungsi yang tidak biasa dikenal dalam sistem hukum di Indonesia, menimbulkan beberapa pihak menafsirkan bahwa KPPU dapat bertindak secara ultra  vires (melebihi tupoksi yang sudah ada). Kedudukan independen yang diberikan negara kepada KPPU, menimbulkan inisiatif penulis untuk memperdalam kajian mengenai pengawasan persaingan usaha yang dilakukan oleh KPPU. Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyusun skripsi ini adalah penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka. Adapun dengan pengumpulan data secara studi pustaka yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder serta mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini misanya buku-buku ilmiah, peraturan perundang-undangan, jurnal hukum dari internet, dan lain-lain yang memiliki keterkaitan dengan skripsi ini. Berdasarkan hasil analisa penulis terhadap skripsi ini, maka independensi KPPU yaitu independensi yang dapat dikontrol, artinya tetap memerlukan kontrol (check and balances) dari negara terutama dalam lingkup lembaga peradilan. KPPU sebagai lembaga independen atau lembaga negara penunjang (state auxiliary organ) lembaga negara yang bersifat quasi judicial dan quasi eksekutif yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain dalam penyelesaian perkaranya. Kata Kunci : Persaingan Usaha, Putusan KPPU, Semi Yudisial  
PENETAPAN HARGA (PRICE FIXING) SEBAGAI PERJANJIAN YANG DILARANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (Studi Putusan KPPU Nomor: 2/KPPU-I/2016 tentang Dugaan Price Handling oleh PT. Artha Tetty Marlina; Ningrum Sirait; Mahmul Siregar
TRANSPARENCY Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (655.946 KB)

Abstract

Dalam dunia usaha, merupakan hal yang sangat umum apabila pelaku usaha melakukan kesepakatan diantara mereka. Sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan perjanjian dan kegiatan usaha yang mengandung unsur kurang adil terhadap dalih pemeliharaan persaingan yang sehat. Namun tidak semua perjanjian berakibat negatif. Tulisan ini membahas tentang penetapan harga (price fixing)sebagai perjanjian yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana pengaturan penetapan harga yang dilarang berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan bagaimana penerapan hukum terkait Price Handling dalam Putusan KPPU No. 20/KPPU-I/2016 tentang dugaan Price Handling yang dilakukan oleh PT. Artha Samudra Kontindo dan PT. Sarana Gemilang. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data skunder guna memperoleh yang dibutuhkan yakni meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang terkait dengan permasalahan. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif guna memperoleh penjelasan dari masalah yang dibahas. Salah satu perjanjian yang dilarang adalah Penetapan harga. Pengaturan mengenai perjanjian yang dilarang ini diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Paktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun dalam undang-undang ini tidak mengatur jelas bagaimana cara untuk membuktikan bahwa suatu perjanjian penetapan harga tersebut telah terjadi. Penggunaan indirect evidence sebagai bukti petunjuk dalam pembuktian terjadinya suatu perjanjian yang dilarang merupakan hal yang sangat tepat. Hal ini dikarenakan sulitnya menemukan adanya bukti langsung perjanjian antar pihak pelaku usaha. Sehingga dengan konsep indirect evidence dapat melihat bahwa pelaku usaha saling berkomunikasi dan apakah perbuatan pelaku usaha menunjukkan adanya dampak kerugian yang signifikan. Kata kunci:  Perjanjian, Perjanjian yang dilarang, Persaingan Usaha, Penetapan Harga.
PENERAPAN BUKTI TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVIDENCE) DALAM HUKUM ACARA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) (STUDI KASUS YAMAHA DAN HONDA PUTUSAN KPPU PERKARA NOMOR.04/KPPU-I/2016) Gary Barus; Ningrum Sirait; Detania Sukarja
TRANSPARENCY Vol 2, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.45 KB)

Abstract

Pada prinsipnya persaingan usaha adalah baik adanya, karena melalui persaingan usaha, efisiensi ekonomi secara keseluruhan akan meningkat. Perusahaan-perusahaan yang bersaing secara sehat akan menghasilkan produk-produk dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, dan pelayanan yang lebih memuaskan. Pelaku usaha yang efisien akan selalu mencoba memaksimalkan keuntungan yang diraihnya. Keuntungan yang paling besar adalah apabila pelaku usaha dapat menguasai pasar. Hukum persaingan pada dasarnya memperbolehkan penguasaan pasar dengan persyaratan penguasaan pasar tersebut diperoleh dan dipergunakan dengan cara persaingan usaha yang sehat. Namun, banyak strategi bisnis yang dilakukan untuk dapat memenangkan persaingan yang ada dengan cara yang tidak sehat seperti kartel, posisi dominan, persekongkolan dan praktik persaingan usaha tidak sehat lainnya untuk mendapatkan keuntungan yang pada akhirnya mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. PT. Yamaha Indonesia Manufacturing dan PT. Astra Honda Motor sebagai pabrikan sepeda motor di Indonesia yang saat ini menguasai pangsa pasar, diindikasikan melakukan praktik kartel sehingga mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode pengumpulan data dengan penelitian kepustakaan (library research), yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan, seperti perundang-undangan, buku-buku, majalah dan internet yang dinilai sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini. Kata Kunci : Persaingan Usaha, Kartel, Sepeda Motor.
AKUISISI SAHAM PERUSAHAAN DAN IMPLIKASI DALAM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DITINJAU DARI UU.NO 5 TAHUN 1999 (STUDI PUTUSAN KPPU NOMOR.09/KPPU-L/2009 TENTANG AKUISISI SAHAM OLEH PT. CARREFOUR INDONESIA TERHADAP PT. ALFA RETAILINDO) Daniel Perananta Perananta; Ningrum Sirait; Detania Sukarja
TRANSPARENCY Vol 2, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.824 KB)

Abstract

Akuisisi merupakan pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain yang dapat dilakukan dengan mengambilalih aset suatu perusahaan dan dengan mengambilalih saham dari perusahaan lain. Larangan terhadap kegiatan ini ditujukan terhadap praktek akuisisi yang terjadi di setiap level perdagangan atau  sektor  industri yang  dapat mengakibatkan terjadinya  hambatan terhadap persaingan usaha dan terjadinya praktek monopoli. Pasal 29 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menetapkan bahwa penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan yang mengakibatkan nilai aset dan nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu. Dari  segi  bentuk  akuisisi  berbeda  dengan  merger.  Pada  umumnya akuisisi dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan lain yang mendukung bidang usaha dengan perusahaan yang mengakuisisi tersebut, baik yang dilakukan secara horizontal maupun vertikal. Dimana akuisisi horizontal dilakukan  dengan  tujuan  untuk  memperbesar pangsa  pasar,  yang  antara  lain ditempuh  melalui  pengurangan  tingkat  kompetisi  dan  pada  akuisisi  secara vertikal dimana perusahaan pengakuisisi akan merasa aman karena perusahaan tersebut tidak akan kehilangan pemasok, konsumen, atau distributor yang akan memasarkan  produk  yang  dihasilkan.  Tindakan  akuisisi  dalam  hal  ini  adalah untuk menciptakan konsentrasi pasar yang dapat mengakibatkan harga produk semakin  tinggi  dengan  melihat  produk  pada  pasar  yang  bersangkutan  serta berapa besar pangsa pasar yang dikuasi oleh perusahaan tersebut. Kemudian untuk menambah kekuatan pasar (market power) menjadi semakin besar yang dapat mengancam para pesaing dari perusahaan tersebut. Pengaturan   mengenai   Akuisisi   diperjelas   dengan   adanya   peraturan komisi  pengawas  persaingan  usaha  (KPPU)  No.  1  tahun  2009  mengenai pranotifikasi  penggabungan,  peleburan  dan  pengambilalihan.  Serta  dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau peleburan serta pengambilalihan saham perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kata Kunci :Akuisisi
PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN PERKARA NOMOR 14/KPPU-L/2015 TENTANG PELANGGARAN PASAL 19 DAN PASAL 25 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM PRODUK MINUMAN OLAHAN SERBUK BERPERISA BUAH YANG MENGANDUN ANDREE SERGEYEVICH; Ningrum Sirait; Mahmul Siregar
TRANSPARENCY Vol 2, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.417 KB)

Abstract

Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami perbaikan sejak reformasi. Bahkan dalam 10 tahun terakhir, bertumbuh sebesar 5,7% dan merupakan yang tertinggi dibanding emerging market di dunia. Salah satu cara menjaga pertumbuhan dilakukan dengan menjaga persaingan antar pelaku usaha tetap sehat. Pengawasan dan pengontrolan ini dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang merupakan lembaga independen yang dibentuk agar persaingan berjalan sehat, sehingga tidak ada penyalahgunaan posisi dominan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana ketentuan tentang posisi dominan yang bertentangan dengan UU No. 5/1999 dan gambaran tentang bagaimana penyalahgunaan posisi dominan dilakukan, yang dalam tulisan ini diambil dari Putusan KPPU Nomor 14/KPPU-L/2015. Putusan ini menyatakan bahwa PT. Forisa Nusapersada telah terbukti melanggar ketentuan Pasal 19 dan Pasal 25 Undang-Undang No. 5/1999.   Penelitian untuk penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan. Adapun data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara mengumpulkan data-data sekunder, yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku dan media elektronik yang berkaitan dengan Penentuan Posisi Dominan dan Penyalahgunaan Posisi Dominan.   Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan melihat unsur-unsur dalam pasal 1 angka 4 UU No. 5/1999 dan data yang diperoleh oleh KPPU didapati bahwa PT. Forisa Nusapersada memiliki pangsa pasar sebesar 92% yang menjadikannya pelaku usaha dengan posisi dominan. Kemudian melihat unsur-unsur dalam pasal 25 UU No. 5/1999 maka telah dipenuhi oleh program Pop Ice The Real Ice Blender yang membuat syarat-syarat dagang dengan pihak toko/kios. Oleh karena itu, PT. Forisa Nusapersada dapat dikatakan telah melakukan penyalahgunaan posisi dominan.   Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa dalam penyalahgunaan posisi dominan harus ditentukan dahulu posisi dominannya dengan melihat penguasaan pangsa pasar suatu pelaku usaha pada pasar bersangkutan. Kemudian penentuan didasarkan pada ada tidaknya syarat-syarat perdagangan yang ditujukan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas serta menciptakan hambatan-hambatan bagi pelaku usaha lain.   Kata Kunci: Penyalahgunaan Posisi Dominan, KPPU, Persaingan Usaha
ABSTRAK PENERAPAN BUKTI TIDAK LANGSUNG DALAM PELANGGARAN KARTEL PRODUKSI BIBIT AYAM PEDAGING (BROILER) DI INDONESIA (STUDI KASUS PUTUSAN KPPU No.02/KPPU-I/2016) Rinawati Sitorus; Ningrum Sirait; Mahmul Siregar
TRANSPARENCY Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.983 KB)

Abstract

Pembuktian dalam hukum acara persaingan usaha memungkinkan untuk menggunakan bukti tidak langsung dalam memeriksa dan memutus perkara persaingan usaha, mengingat sulitnya menemukan bukti langsung. Sebanyak 12 pelaku usaha pembibitan ayam diindikasikan melakukan praktik kartel dalam hal pengaturan produksi bibit ayam sehingga mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Bukti tidak langsung dalam kasus kartel ini penting untuk diterapkan sebagai bukti yang mendukung dan menguatkan bukti langsung yang ditemukan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif dan merupakan penelitian yang bersifat preskriprif. Penyusunan skripsi ini didukung dengan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan (library research) dan analisis data kualitatif Kasus kartel bibit ayam telah melalui upaya hukum keberatan dan kasasi. Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap kasus kartel pengaturan produksi bibit ayam menunjukkan adanya bukti komunikasi dan bukti ekonomi sebagai bukti telah terjadi kartel. KPPU mengkombinasikan kedua bukti tersebut, disamping menemukan bukti lainnya. Putusan Pengadilan Negeri membatalkan seluruh putusan KPPU dan menyatakan 12 pelaku usaha tidak terbukti melakukan kartel. Kemudian, Putusan Mahkamah Agung juga menolak permohonan kasasi dari KPPU. Dalam hal pembuktiannya, Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung tidak mengindahkan bukti tidak langsung yang telah dipaparkan KPPU dalam putusannya.   Kata Kunci : Persaingan Usaha, Kartel, Bibit Ayam