Yutu Solihat
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Universitas Sumatera Utara/ RSU Haji Adam Malik, Medan

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Perbedaan Pengaruh Morphin Controlled Release 30 mg dan Oxycodone Controlled Release 20 mg Oral terhadap Nyeri Kanker Ritonga, Abdul Hakim; Solihat, Yutu; Veronica, Ade
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (671.14 KB) | DOI: 10.15851/jap.v5n3.1163

Abstract

Morfin-CR dan oksikodon-CR merupakan opioid oral untuk mengatasi nyeri kanker. Penelitian ini bertujuan mempelajari efek morfin-CR dan oksikodon-CR pada nyeri kanker dengan pengukuran visual analogue scale (VAS). Uji klinis dengan desain uji terkontrol acak tersamar ganda untuk membandingkan pengaruh analgetik morfin-CR oral dengan oksikodon-CR oral pada pasien kanker. Pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi 2 kelompok (n=22), kelompok morfin-CR 30 mg/12jam oral dan  kelompok oksikodon-CR 20 mg/12 jam oral, ditambahkan parasetamol 1.000 mg/6 jam oral. Penilaian skala nyeri dilakukan pada 4 jam, 12 jam, 24 jam, dan 48 jam setelah  pemberian obat. Uji statistik menggunakan uji T berpasangan  untuk  sebelum  perlakuan dan uji T independen untuk sesudah perlakuan pada kedua kelompok. Data karakteristik subjek VAS pada kedua kelompok homogen dan dapat diuji. Nilai VAS antara kelompok morfin-CR dan kelompok oksikodon-CR berbeda bermakna sebelum pemberian obat dengan 4 jam, 12 jam, 24 jam dan 48 jam setelah pemberian obat pertama. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok morfin-CR dan kelompok oksikodon-CR setelah 4 jam, 12 jam, 24 jam, dan 48 jam setelah  pemberian obat (p>0.05). Simpulan, terdapat perbedaan nilai VAS pada tiap-tiap kelompok sebelum dengan 4 jam, 12 jam, 24 jam, 48 jam setelah pemberian, namun tidak terdapat  perbedaan antara kelompok morfin CR dan oksikodon Cr sebelum dengan 4 jam, 12 jam, 24 jam,  dan 48 jam setelah pemberian.Difference between the Effects of 30 mg Oral Morphine Controlled Release 30 mg and 20 mg Oral Oxycodone Controlled Release on Cancer PainMorphine-CR and oxycodone-CR are oral opioids to treat cancer pain. This study aimed to study the effects of Morphine-CR and Oxycodone-CR on cancer pain using the visual analogue scale (VAS). This was a double-blind randomized control clinical trial  comparing the effect of oral morphine-CR analgesic to that of oral oxycodone-CR in cancer patients. Patients who met the inclusion were divided into 2 groups (n=22), the 30 mg/12 hours oral morphine-CR group and the 20 mg/12 hours oral oxycodone-CR added with 1,000 mg/6 hours oral aracetamol. The pain scale assessment was performed at 4 hours, 12 hours, and 48 hours after the administration of the drug. Statistical analysis using the paired T test was performed for the before treatment data and independent T test was performed for the after treatment data in both groups. The subject characteristics were homogeneous; hence, testing can be done. The VAS values between the morphine-CR group and oxycodone-CR group were significantly different between before drug administration and 4 hours, 12 hours, 24 hours, and 48 hours after the first drug administration. There was no significant difference between the morphine CR-group and oxycodone-CR group after 4 hours, 12 hours, and 48 hours of drug administration (p>0.05). Hence, there is a difference in VAS values of both groups between before drug administration and after 4 hours, 12 hours, 24 hours, and 48 hours after drug administration but no differences are found between the two groups after 4 hours, 12 hours, 24 hours, and 48 hours of drug administration. 
Perbandingan Efek Inflasi Cuff Lidokain HCl 2% 6 ml + Natrium Bikarbonat 7,5% 0,6 ml dengan Lidokain HCl 1,5 mg/kgbb. intravena Terhadap Kejadian Batuk dan Hemodinamik Sebelum dan Sesudah Ekstubasi pada Anestesia Umum Bangun, Chrismas Gideon; Solihat, Yutu; Umar, Nazaruddin
Cermin Dunia Kedokteran Vol 42, No 6 (2015): Malaria
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (125.529 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v42i6.995

Abstract

Latar belakang dan Objektif : Batuk dan gejolak hemodinamik saat ekstubasi merupakan problem klinis yang sering pada anestesi umum. Lidokain intravena diketahui dapat mengurangi refleks batuk dan kenaikan hemodinamik bila diberikan beberapa saat sebelum ekstubasi, namun durasinya singkat dan menyebabkan sedasi yang dapat menunda pemulihan. Cuff pipa endotrakea terbuat dari polyvynilchloride memungkinkan difusi lidokain hidrofobik untuk bekerja topikal pada mukosa trakea. Alkalinisasi memungkinkan difusi lidokain pada konsentrasi lebih rendah. Sebuah penelitian in vitro menyebutkan pH optimal lidokain untuk berdifusi paling baik setelah 90 menit adalah pH 7,4 dengan campuran Lidokain HCl 2% 6 ml + Natrium Bikarbonat 7,5% 0,6 ml. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas campuran lidokain dan bikarbonat tersebut untuk mengurangi kejadian batuk dan peningkatan hemodinamik saat ekstubasi dibandingkan lidokain intravena. Metode Sejumlah 70 sampel pria dan wanita, 18- 50 tahun, status fisik ASA 1 menjalani pembedahan elektif, perkiraan lama operasi diatas 90 menit dengan anestesi umum dengan intubasi endotrakea di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan dan rumah sakit jejaring. Sampel dibagi acak menjadi 2 kelompok. Kelompok I mendapat inflasi cuff Lidokain HCl 2% 6 ml + Natrium Bikarbonat 7,5% 0,6 ml dan suntikan Plasebo intravena 3 menit sebelum ekstubasi. Kelompok II mendapat inflasi cuff dengan Plasebo dan suntikan Lidokain HCl 1,5 mg/kgBB intravena 3 menit sebelum ekstubasi. Kejadian batuk dicatat pada 1 menit sebelum, 2, 4 dan 8 menit sesudah ekstubasi. Tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, MAP dan laju nadi dicatat saat jahit kulit (baseline), ekstubasi, 2,4, dan 8 menit setelah ekstubasi. Semua data dianalisis menggunakan uji Crosstab dan Chi square. Hasil : Inflasi cuff Lidokain HCl 2% 6 ml + Natrium Bikarbonat 7,5% 0,6 ml lebih mengurangi kejadian batuk dan kenaikan tekanan darah dan laju nadi dibanding Lidokain HCl 1,5mg/kgBB intravena. Simpulan : Inflasi cuff Lidokain HCl 2% 6 ml + Natrium Bikarbonat 7,5% 0,6 ml dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi kejadian batuk dan kenaikan hemodinamik saat ekstubasi pada anestesi umum.Background and Objective : Cough and hemodynamics turmoil during extubation in general anesthesia is a common clinical problem. Intravenous lidocaine is generally administered just before extubation to reduce the risk. However, short duration (5-20 minutes), and sedation risk can delay recovery. Endotracheal tube cuff made of polyvynilchloride allows diffusion of hydrophobic lidocaine, and acts topically on tracheal mucosa. Alkalinization allow diffusion of lidocaine in smaller concentrations. An in-vitro study stated that optimal pH of lidocaine for diffusion was 7.4 by mixing 6 ml Lidocaine HCl 2% with 0,6 ml Sodium Bicarbonate 7.5%. This study is to compare the effectiveness of lidocaine and bicarbonate mixture with intravenous lidocaine in reducing cough incidence and to improve hemodynamics during extubation.Methods : Samples were 70 patients, aged 18-50 years, ASA 1, underwent elective surgery with approximate duration more than 90 minutes under general anesthesia with endotracheal intubation in Adam Malik Hospital in Medan and network hospitals. The sample was divided randomly into 2 groups. Group I got cuff inflation with 6 ml Lidocaine HCl 2% + 0,6 ml Sodium Bicarbonate 7,5% and intravenous injection of placebo 3 minutes before extubation. Group II received cuff inflation with placebo and intravenous lidocaine HCl 1.5 mg / kg 3 minutes before extubation. Cough events recorded at one minute before, 2, 4 and 8 minutes after extubation. Systolic blood pressure, diastolic blood pressure, MAP and pulse rate are recorded at wound closure (baseline), extubation, 2, 4, and 8 minutes after extubation. All data were analyzed using Chi square test and Crosstab.Result : Cuff inflation with 6 ml Lidocaine HCl 2% + 0.6 ml Sodium Bicarbonate 7.5% reduced the incidence of cough and increase in blood pressure and pulse rate better compared to intravenous Lidocaine HCl 1.5 mg / kg. Conclusion : Cuff inflation with 6 ml Lidocaine HCl 2% + 0.6 ml Sodium Bicarbonate 7.5% can be used as an alternative in reducing the incidence of cough and hemodynamics increase during extubation in general anesthesia. 
Hubungan Nilai Platelet Lymphocyte Ratio, D-dimer, dan Fibrinogen Terhadap Tingkat Keparahan Pasien Sepsis Eka Setia Miharja; Lubis, Bastian; Solihat, Yutu
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 1 (2024): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i1.325

Abstract

Pendahuluan: Sepsis merupakan suatu kondisi klinis disfungsi organ yang berpotensi mengancam nyawa, yang disebabkan oleh respons pejamu terhadap infeksi. Pada sepsis, jaringan mengalami perubahan dan ditemukan adanya tanda – tanda peradangan berupa vasodilatasi, peningkatan permeabilitas mikrovaskular, dan akumulasi leukosit. Terdapat beberapa biomarker dalam memprediksi angka kematian yang disebabkan oleh sepsis. Platelet Lymphocyte Ratio (PLR), D-dimer dan Fibrinogen merupakan beberapa biomarker yang dapat dilakukan dengan asumsi memiliki hubungan dengan tingkat keparahan pasien sepsis. Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan metode pengumpulan data secara kohort prospektif dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan priode November 2022 – Maret 2023. Pemilihan sampel dengan consecutive sampling yang memenuhi kriteria inkusi dan eksklusi. Semua sampel akan diambil data PLR, D-dimer dan fibrinogen, serta skor Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) yang dilakukan perhitungan secara statistik. Hasil: Dengan uji Chi-Square pada PLR dengan skor SOFA hari pertama dan SOFA hari ke-3 terdapat hubungan yang signifikan pada hari ke-3, didapatkan nilai p < 0,05. Hasil serupa didapatkan pada pemeriksaan D-dimer, terdapat hubungan yang signifikan pada hari ke-3 dengan didapatkan nilai p < 0,05. Sedangkan pada pemeriksaan fibrinogen tidak memiliki hubungan yang signifikan secara statistik baik pada hari pertama maupun hari ke-3 terhadap skor SOFA. Simpulan: Berdasarkan hasil studi ini, PLR disarankan sebagai indikator inflamasi sistematis alternatif baru pada sepsis. Bukti menunjukkan bahwa peningkatan PLR sangat terkait dengan peningkatan peradangan sistemik yang dapat juga digunakan sebagai prognosis yang buruk pada sepsis.
Pengaruh Pemberian Ketamin Dosis Rendah terhadap Penambahan Uterotonika pada Pasien Seksio Sesarea dengan Anestesi Spinal Isnaini, Febrina; Ronauli Silaen, Ester Lantika; Solihat, Yutu
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 7 No 3 (2024): November
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v7i3.191

Abstract

Latar Belakang: Meningkatnya angka kejadian seksio sesarea dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan atonia uteri uterus menjadi penyebab tersering dari perdarahan post partum. Ketamin memiliki mekanisme kerja yang mirip dengan oksitosin, sehingga ketamin dosis rendah digunakan sebagai agen uterotonik tambahan.Tujuan: Mengetahui perbandingan pemberian ketamin dosis rendah terhadap penambahan uterotonika pada pasien seksio sesarea dengan anestesi spinal.Subjek dan Metode: Penelitian ini menggunakan uji klinis acak terkontrol secara random tersamar ganda. Dua puluh empat sampel penelitian yang menjalani seksio sesarea dengan teknik anestesi spinal dibagi secara acak menjadi dua kelompok dengan proporsi sama sebanyak 12 sampel. Pemberian oksitosin + ketamin 0,2 mg/KgBB pada kelompok K, dan pemberian oksitosin + 2 ml NaCl 0,9 % pada kelompok C. Data dianalisis menggunakan uji statistik independent t-test dan Fisher’s Exact dengan tingkat kemaknaan α=0,05.Hasil: Pada kelompok K, kadar hemoglobin memiliki nilai mean ± SD 11,9±0,46; nilai hemoglobin (T1) memiliki nilai mean±SD 10,7±0,54. Pada kelompok C, nilai hemoglobin menunjukkan nilai mean±SD 12,1±0,56. Nilai hemoglobin (T1) menunjukkan nilai mean±SD 10,6±0,50. Pemberian uterotonika tambahan lebih banyak pada kelompok C tapi tidak bermakna secara statistik.Simpulan: Pemberian uterotonika tambahan lebih banyak diberikan pada kelompok C tapi tidak bermakna secara statistik (p>0,05).
Comparison of Pre-Loading Fluid With Norepinephrine Toward Mean Arterial Pressure (MAP) In Sepsis Patients In Intensive Care Unit (ICU) of Haji Adam Malik General Hospital, Medan: Pre-Loading Fluid With Norepinephrine Sidiq, Rendi; Lubis, Bastian; Solihat, Yutu
Journal of Society Medicine Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : CoinReads Media Prima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.484 KB) | DOI: 10.47353/jsocmed.v1i2.7

Abstract

Introduction: Sepsis is a life-threatening organ dysfunction caused by dysregulation of the host response to infection. Sepsis and septic shock are major health problems, affecting millions of people worldwide each year and killing one in six people affected. Early identification and appropriate management in the early hours after the development of sepsis improves the patient's prognosis. Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2021 recommends a fluid dose of 30mL/kgBW, but there are many studies stating that there is no difference in patient outcomes when we resuscitate patients with 10 or 20 mL/kgBW fluids. Norepinephrine is considered as the safest and most potent vasopressor agents than others. Methods: This study used a double-blind randomized clinical trial (RCT) design to assess MAP in sepsis patients in intensive care unit (ICU) of Haji Adam Malik General Hospital ,Medan. Results: There were more male (56.5%), than female (43.5%). In our study, administration of 10mL/kg and 20mL/kg fluid bolus with vasopressor resulted in increased MAP, and the differences were statistically significant (p < 0.05). Administration of 10 mL/kg fluid gave higher MAP values than the other groups, could be a consideration in choosing fluid in order to avoid fluid overload. Conclusion: There is a significant comparison in the ratio of norepinephrine pre-loading fluid toward MAP in sepsis patients. Comparison of the mean MAP value at 15, 20, 25 minutes was the highest in the 10 mL/KgBW group. Meanwhile, the lowest MAP was found in 30mL/KgBW the group.
Perbandingan Efektivitas Pemberian Antibiotik Empiris Ceftriaxone dan Levofloxacin pada Pasien Sepsis dengan Community Acquired Pneumonia (CAP) di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2020-2022 Siregar, Ahmad Habibi; Lubis, Bastian; Solihat, Yutu
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 43 No 2 (2025): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v43i2.380

Abstract

Latar Belakang: Sekitar 40-50% pasien yang dirawat di ICU dengan sepsis menunjukkan sumber infeksi pernapasan. Community acquired pneumonia (CAP) merupakan penyebab paling umum dari sepsis pada banyak kasus yang dilaporkan. Pemberian terapi antibiotik empiris yang tepat pada sepsis adalah salah satu faktor yang paling penting untuk outcome yang lebih baik dari pasien sepsis dengan CAP. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan efektivitas levofloxacin dan ceftriaxone pada terapi antibiotik empiris karena kedua obat ini merupakan obat yang paling sering digunakan sebagai terapi empiris sesuai pola kuman dan kepekaannya terhadap antibiotik di RSUP H. Adam Malik Medan.Metode: Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan sumber data sekunder yang diperoleh dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan periode tahun 2020-2022. Populasi penelitian adalah semua pasien sepsis dengan CAP yang menjalani perawatan di RSUP H. Adam Malik. Pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.Hasil: Tidak dijumpai adanya perbedaan nilai mortalitas subjek penelitian yang menggunakan levofloxacin dan ceftriaxone dengan p value 0,107. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada lama rawatan antara kelompok pemberian antibiotik levofloxacin dan ceftriaxone dengan p value 0,90.Simpulan: Tidak terdapat perbedaan signifikan antara efektivitas penggunaan levofloxacin dan ceftriaxone terhadap pasien sepsis dengan CAP di RSUP H. Adam Malik.