Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

FUNGSI JANGGRUNG DALAM UPACARA NYADRAN DI PANTAI SLILI TEPUS GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA Laksono, Joko Tri
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol 9, No 1 (2009)
Publisher : Department of Drama, Dance, and Musik (Sendratasik), Semarang State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v9i1.676

Abstract

The research problems are about Nyadran ceremonial processes, functions of Janggrung in thatceremony, and special musics in Janggrung offbeat. Results and discussions: (1) Nyadranceremony can be concluded in ritual ceremony since day, time, place, head, and congregationchosen by Janggrung performance. (2) In Nyadran ceremony, Janggrung functioned as anemotional expression, an entertainment, means of communication, a symbolic representation, aphysical response, a legalization of social and ritual religion organization, to keep continuity ofculture, and as a prop of social integration. Moreover, Janggrung also functioned as extrication ofone’s vow. Janggrung dancers (tledhek) who functioned in nyadran ceremony have severalprohibition that cannot be broken, that is one of those dancers must be a virgin. (3) There are fivespecial music to accompany Janggrung those are Lung Gandhung, Sekar Gandhung, KinanthiSandhung (called Kinanti Boyong by door-keeper), Cangklek and Kebogiro Gangsaran. The Beatthat accompanies Janggrung is Javanese barreled orchestra Slendro without using garap ngajenginstrument. It is because there is no need to present lirihan instrument in Janggrung performanceinstrumentation.Kata Kunci: fungsi janggrung, upacara nyadran, fungsi gending
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG POLIS ASURANSI TERHADAP KENDARAAN BERMOTOR DALAM ANGKUTAN PENYEBERANGAN Laksono, Joko Tri
Jurnal Hukum Magnum Opus Vol 1 No 1 (2018): Agustus 2018
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (142.428 KB) | DOI: 10.30996/jhmo.v0i0.1765

Abstract

Asuransi memegang peranan penting, karena disamping memberikan perlindungan terhadap kemungkinan kemungkinan kerugian yang akan terjadi, asuransi memberikan dorongan yang besar sekali ke arah perkembangan ekonomi lainnya. Sayangnya dalam praktik jaminan perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi kurang terlindungi. Permasalahan yang selalu dialami oleh pemegang polis adalah sulitnya memperoleh pembayaran ganti kerugian ketika evenement terjadi. Adapun penyebab mengapa polis tidak dibayar oleh perusahaan asuransi adalah karena kurangnya pengetahuan masyarakat itu sendiri, selain juga karena faktor agen asuransi yang tidak memberikan informasi yang jelas. Terhada pobjek suransi yang mengalami kecelakan di dalam pengangkutan maka penerapan Prinsip tanggung jawab pengangkut yang berdasarkan kesalahan, tidak dapat memberikan perlindungan hukum yang maksimal bagi penumpang (korban kecelakaan). Sedangkan keberadaan program asuransi kecelakaan penumpang sebagai wujud tanggung jawab pengangkut mengandung potensi ketidak pastian pembayaran asuransinya.Kata kunci: asuransi, pemegang polis, pengangkut.
FUNGSI JANGGRUNG DALAM UPACARA NYADRAN DI PANTAI SLILI TEPUS GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA Laksono, Joko Tri
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol 9, No 1 (2009)
Publisher : Department of Drama, Dance and Music, FBS, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v9i1.676

Abstract

The research problems are about Nyadran ceremonial processes, functions of Janggrung in thatceremony, and special musics in Janggrung offbeat. Results and discussions: (1) Nyadranceremony can be concluded in ritual ceremony since day, time, place, head, and congregationchosen by Janggrung performance. (2) In Nyadran ceremony, Janggrung functioned as anemotional expression, an entertainment, means of communication, a symbolic representation, aphysical response, a legalization of social and ritual religion organization, to keep continuity ofculture, and as a prop of social integration. Moreover, Janggrung also functioned as extrication ofone’s vow. Janggrung dancers (tledhek) who functioned in nyadran ceremony have severalprohibition that cannot be broken, that is one of those dancers must be a virgin. (3) There are fivespecial music to accompany Janggrung those are Lung Gandhung, Sekar Gandhung, KinanthiSandhung (called Kinanti Boyong by door-keeper), Cangklek and Kebogiro Gangsaran. The Beatthat accompanies Janggrung is Javanese barreled orchestra Slendro without using garap ngajenginstrument. It is because there is no need to present lirihan instrument in Janggrung performanceinstrumentation.Kata Kunci: fungsi janggrung, upacara nyadran, fungsi gending
Menelusuri Karya dan Karsa Manthou’s Sebagai Seniman dan Pencipta Campursari JOKO TRI LAKSONO
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan (Journal of Performing Arts) Vol 9, No 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v9i2.458

Abstract

Manthous as Campursari Musician and Composer. The study reveals that in his early age Manthous wasnurtured in a highly disciplined environment, and he had a strong determination to become a reliable fi gure in theart-world. Before composing Campursari Manthous had dealt with Pop Krontjong which was well-recognizedworldwide. In addition, Manthou’s also served as a recording programmer in several well-known recording studios.Through years Manthous has developed his musical skills as music player, singer, composer and artist manager. Hiscompositions contain simple lyric, diction, and rhyme. They have been composed in accordance to his personalmoods, marketing strategies and orders. By composing Campursari, he expects all groups of people, especially theyoung generation, can accept and enjoy Javanese musical performance (karawitan) in different form
PERSPEKTIF HISTORIS CAMPURSARI DAN CAMPURSARI ALA MANTHOU’S Joko Tri Laksono
Imaji Vol 8, No 1 (2010): IMAJI FEBRUARI
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.708 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v8i1.6654

Abstract

Campursari is an ensemble of a highly and aesthetically musical taste of various musical instruments, each of wich has distinctive characteristics and playing patterns. The problems arising from the difference in the system of notation and harmony can be overcome in so far each, musician is aware of the importance of togetherness needed in the musical performance. In history instrumentation of campursari cannot leave karawitan and music keroncong which represents beginning at first merger from bath the ensembles. Manthou’s as originators campursari tries to alli the instrumentation becames one fully unity especially about its tune. Kata kunci: musik campursari, perspektif historis
Pelatihan Iringan dan Teknik Garap Gejog Lesung pada Grup Seni Gejog Lesung “Kumandhang” Joko Tri Laksono
Jurnal Pengabdian Seni Vol 1, No 1 (2020): MEI 2020
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jas.v1i1.4701

Abstract

Gejog Lesung “Kumandhang” merupakan kelompok kesenian di masyarakat padukuhan Karanganom I– Ngawis–Karangmojo–Gunungkidul, yakni merupakan masyarakat yang percaya bahwa kesenian yang dimilikinya yakni Gejog Lesung tersebut telah ada sejak zaman nenek moyang mereka yang selalu difungsikan setiap upacara ulang tahun Desa maupun Rasulan. Namun, belum tersedianya instruktur profesional sesuai kompetensinya dalam kesenian Grup Seni Gejog Lesung “Kumandhang” sehingga gerak penyanyinya, iringan, maupun teknik garap penyajian terlihat sekedarnya sehingga perlu mendapat sentuhan akademisi untuk menggarap Grup Seni Gejog Lesung “Kumandhang”, agar tidak monoton dan terkesan membosankan. Penyuluhan dilakukan pada 11 Maret sampai dengan 21 Agustus 2020. Peserta penyuluhan Seni Gejoglesung “Kumandhang” berjumlah 20 (duapuluh) orang peserta. Materi penyuluhan berupa modifikasi motif pukulan dan teknik garap Gejog Lesung dengan lagu Kuwi Apa Kuwi, Suwe Ora Jamu, dan Swara Suling dengan metode ceramah, demonstrasi, dan latihan. Hasil penyuluhan adalah peserta paham bagian-bagian dalam sajian motif pukulan untuk Introduksi, Interlude dan Coda pada sebuah lagu, mengerti pentingnya aransemen dalam sebuah lagu, mengenal dinamika dan permainan tempo dalam garap pada sebuah ansambel Selain itu, pementasan jauh lebih hidup dan dinamis terutama lagu-lagu yang disajikan telah diaransemen, karena adanya tekhnik penggarapan dalam beberapa komposisi lagu sehingga tidak monoton dan membosankan. Pemahaman pentingnya manajemen terbuka dalam sebuah kelompok juga didapatkan dari penyuluhan ini. Gejog Lesung "Kumandhang" is an art group in the Karanganom I Ngawis Karangmojo Gunungkidul community, namely people who believe that the art they have, namely Gejog Lesung, has existed since the time of their ancestors, which has always been used every Village and Rasulan birthday ceremony. However, the unavailability of professional instructors according to their competence in the art of the Gejog Lesung Art Group "Kumandhang" so that the movements of the singers, accompaniments, and presentation techniques look modest, so it is necessary to get a touch from academics to work on the Gejog Lesung Art Group "Kumandhang", so as not to be monotonous and seem boring. The counseling was held on March 11 to August 21, 2020. There were 20 (twenty) participants of the "Kumandhang" Gejoglesung art extension. The counseling material was in the form of modification of the punch motif and the technique of working on Gejog Lesung with the songs Kuwi Apa Kuwi, Suwe Ora Jamu, and Swara Suling using lecture, demonstration, and exercise methods. The result of the counseling is that the participants understand the parts of the punch motive presentation for the Introductions, Interlude and Coda in a song, understood the importance of arrangements in a song, recognized the dynamics and tempo play in working on an ensemble. , the performance is much more lively and dynamic, especially the songs presented have been arranged, because of the cultivation techniques in several song compositions so that they are not monotonous and boring. An understanding of the importance of open management in a group was also obtained from this counseling.
Eksistensi Reog Singo Mangku Joyo di Surabaya Anbie Haldini; Joko Tri Laksono; Haryanto Haryanto
IRAMA Vol 1, No 2 (2019): IRAMA: JURNAL SENI DESAIN DAN PEMBELAJARANNYA
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (344.798 KB) | DOI: 10.17509/irama.v1i2.22262

Abstract

Eksistensi Reog Singo Mangku Joyo di Surabaya tidak terlepas dari peranan figur pemimpin yang mengayomi dan managamen Reog Singo Mangku Joyo. Keberadaan visualisasi patung Reog juga mendukung agar Reog dapat eksis sampai menciptakan karakter tersendiri dalam bermainnya. Terlepas dari itu semua peranan kerjasama dengan pihak luar sangat mendukung agar kesenian ini dapat teringankan dengan adanya kerjasama. Musik Reog Singo Mangku Joyo dari waktu ke waktu mengembangkan dari yang ada menjadi berkembang bentuk penyajiannya serta musiknya. Bentuk peranan yang terdapat dari Reog Singo Mangku Joyo sampai bentuk kekompakan serta kreatifitas penyajian atau musik membuat Reog Singo Mangku Joyo mendapatkan prestasi tingkat Nasional maupun Mancanegara.
Peran Musik dalam Kesenian Montro di Yogyakarta Sukotjo, Sukotjo; Md, Shahanum; Trilaksono, Joko
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan Vol 24, No 3 (2023): December 2023
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v24i3.9374

Abstract

Montro sebagai salah satu seni pertunjukan merupakan perpaduan dari berbagai media komunikasi yaitu gerak tubuh sebagai garap tari, bunyi dan bahasa sebagai garap iringan, serta rias dan busana sebagai garap seni rupa, yang kesemuanya direalisasikan kemunculannya secara komplementer. Bentuk kompleksitas pertunjukan tari mengarahkan penghayat pada pemahaman yang menyeluruh terhadap unsur-unsur tari yang pada dasarnya tidak bersifat parsial. Hubungan yang terjalin antara unsur musik dengan wiraga, wirasa, dan wirama dalam pertunjukannya membuat kesenian Montro menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk diungkap dalam memahami tentang makna yang terkandung di dalamnya. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif dengan pendekatan  multidisiplin seperti: etnomusikologis, sejarah, antropologis, sosiologis, dan semiotika. Peranan musik dalam kesenian Montro memiliki peranan yang penting dalam memberikan unsur estetis dalam pertunjukannya. Hal ini dapat mengungkap tentang apa yang terkandung dalam makna kesenian tersebut.
Genikng Niti dalam Upacara Adat Kematian Suku Dayak Tunjung Rentenukng Desa Linggang Muara Batuq Kabupaten Kutai Barat Alya, Farah; Arsana, I Nyoman Cau; Laksono, Joko Tri
SELONDING Vol 20, No 1 (2024): : Maret 2024
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/sl.v20i1.7677

Abstract

Genikng menurut masyarakat suku Dayak Tunjung Rentenukng berarti Instrumen Gong dan Niti berarti sebutan bunyi dari pada Genikng ketika terdapat adanya kabar duka. Genikng Niti merupakan tindakan yang wajib dalam upacara adat kematian suku Dayak Tunjung Rentenukng. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk penyajian Genikng Niti dalam upacara adat kematian serta mengetahui wujud komunikasi Genikng Niti dalam upacara adat kematian. Untuk menganalisis objek material tersebut, menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Etnomusikologis. Genikng Niti dalam upacara adat kematian suku Dayak Tunjung Rentenukng, memiliki ciri-ciri yang dapat dilihat dari aspek tekstual dalam penyajiannya yaitu, pelaku, instrumen, pola Genikng, tempat, dan waktu. Wujud komunikasi pada Genikng  dapat dilihat dari komunikasi vertikal dan horizontal. Komunikasi horizontal yaitu, komunikasi Genikng Niti sebagai aktivitas simbolis, komunikasi Genikng Niti sebagai proses upacara adat kematian, komunikaasi Genikng Niti sebagai makna.Kata kunci: Genikng Niti, Upacara adat kematian, Suku Dayak Tunjung Rentenukng, Komunikasi.
Campursari as a Hybrid Music: A Case Study on Three Models of Campursari Music Wahyudi, Aris; Laksono, Joko Tri; Abdullah, Zolkipli; Sriwulan, Wilma
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan Vol 25, No 3 (2024): Desember 2024
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v25i3.14343

Abstract

Some music researcher state that campursari is a hybrid music. However, this opinion is only based on the combination of diatonic and pentatonic tones. But, Clothier explains, what is meant by hybrid culture is not just a mixture of several types of culture, but there are historical aspects and certain conditions to declare its existence as a hybrid culture. Therefore, this research aims to review the campursari phenomenon to gain clarity its capacity on theoretical. This research is qualitative research using analytical descriptive methods through tracing the history of campursari music. The term campursari appeared around the 1950s when Waljinah performed the “Kembang Kacang” song in keroncong music. This song was adopted from Javanese musical compositions, and then developed until now. in terms of major genres, campursari music consists of three models, there are Waljinah (keroncong), Manthou’s (Javanese musical/pentatonic), and Didi Kempot (Western/diatonic music). Through the case of the “Kembang Kacang” song which was analyzed by the hybrid cultural theory of Bhaba, Livenson, and Clothier and combined with Titon’s theory, it was concluded that the Waljinah model campursari is first derivative (F1), the Manthou’s model campursari is true hybrid music (pure strain), while the other model of campursari called “gedanken” hybrid.