Belinda Pudjilianto
Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENERAPAN PLURALISME HUKUM DALAM MASYARAKAT Belinda Pudjilianto; Emy Handayani
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (563.534 KB)

Abstract

Pluralisme Hukum, sering diartikan sebagai keragaman hukum. Dalam perjalanannya, pluralisme hukum tidak terlepas dari sejumlah kritik, misalnya pluralisme hukum dianggap tidak terlalu menekan batasan-batasan hukum yang digunakan, dan pluralisme hukum dianggap kurang mempertimbangkan struktur sosial ekonomi makro yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. terjadinya sentralisme hukum dan pengabaian keadilan. Pluralisme hukum umumnya digunakan untuk memahami realitas hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu, dalam jurnal ilmiah ini akan dibahas lebih lengkap tentang pluralisme hukum di masyarakat, khususnya dalam menerapkan konsep Konsep Segitiga Hukum Pluralisme Hukum, di era globalisasi saat ini. Konsep hukum ini digagas oleh Werner Menski, sebagaimana tertuang dalam ulasannya yang berjudul Flying Kites in a Global Sky: New Models of Jurisprudence. Mengambil sikap pluralis hukum yang mencerminkan realitas sosial-hukum global, artikel ini pertama-tama mengidentifikasi hambatan mental yang signifikan bagi para sarjana hukum dalam berteori tentang pluralisme hukum. Jika hukum di mana-mana dinamis dan plural secara internal, bahkan jika tidak segera terlihat, mengakui pluralisme tentu menjadi aktivitas yang sangat dinamis, sebanding dengan tantangan menerbangkan layang-layang: Satu langkah salah, dan struktur halus runtuh. Jika pengajaran hukum tidak menanggapi pluralisme secara serius, pendidikan hukum hanya akan memberdayakan segelintir aktor yang memiliki hak istimewa, yang mampu memanipulasi hukum dan berbagai kegunaannya yang terkait dengan kekuasaan. Pendekatan yang sadar sosial terhadap pengajaran hukum harus mempermasalahkan bahwa sementara kita membutuhkan hukum untuk menghindari kekacauan, di mana-mana hal itu berisiko eksploitasi dan penyelewengan terus-menerus.
PERTANGGUNGJAWABAN PENJUALTERHADAP ADANYA WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI JUAL BELI SECARA ONLINE (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 48/PDT.Sederhana/2018/PN-MKS.) Belinda Pudjilianto; Achmad Busro; Dewi Hendrawati
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.82 KB)

Abstract

Perkembangan teknologi menimbulkan adanya inovasi baru dalam hal transaksi, khususnya mengenai jual beli, sehingga dikenal dengan istilah jual beli secara online. Dibalik banyaknya keuntungan yang diperoleh melalui transaksi jual beli secara online, terdapat juga kekhawatiran akan timbul adanya kecurangan dari salah satu pihak mengenai apa yang telah disepakati bersama, yang dikenal dengan istilah wanprestasi. Terjadinya wanprestasi dapat menyebabkan salah satu pihak mengalami kerugian, dan pihak lainnya dituntut untuk bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkannya. Oleh karena itu, dalam studi putusan perkara perdata Nomor 48/Pdt.Sederhana/2018/PN-MKS, terdapat pihak Tergugat yang berperan sebagai penjual dan pihak Penggugat sebagai pembeli, yang dalam pelaksanaan perjanjian antara kedua belah pihak ternyata tidak berjalan sesuai harapan karena munculnya hambatanberupabarang yang dijual bukanlah barang milik Tergugat, sehingga prestasi tidak dapat dipenuhi tepat waktu. Pihak Penggugat yang mengetahui hal itu merasa dirugikan, kemudian mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri agar dapat memperoleh pengganti atas kerugian yang dideritanya.