Industri Kecil Menengah (IKM) batik merupakan salah satu industri yang terus berkembang di Indonesia. Sentra-sentra IKM batik di Pekalongan, Solo, Jogjakarta sentra IKM yang lebih kecil seperti Bandung, Purwakarta maupun Bekasi juga terus berproduksi terus berproduksi meskipun masa pandemik ini. Pada satu sisi, hal ini menguntungkan bagi perekonomian daerah namun limbah cair yang terbentuk pada saat produksi batik sangat berpotensi merusak lingkungan. Pada umumnya IKM Batik tidak memiliki sarana instalasi pengolahan limbah cair yang baik. Penelitian pengolahan limbah cair batik telah banyak dilakukan, seperti metoda adsorpsi, koagulasi, oksidasi dan biologi. Salah satu metode yang berhasil mengolah limbah cair batik dengan baik adalah metoda koagulasi menggunakan elektrokoagulan yang tidak memerlukan penambahan bahan kimia. Namun, pada umumnya penelitian tersebut belum sampai pada skala yang lebih besar dengan volume limbah di bawah 5 liter. Penelitian ini menggunakan limbah cair yang mempunyai karakteristik melebihi baku mutu limbah cair industri tekstil yaitu COD 1.485 mg/l, warna yang sangat pekat, dan pH 9. Alat elektrokoagulan ini dilengkapi arus listrik hingga 20 ampere, jarak elektroda 1 cm dan waktu tinggal hingga 30 menit. Hasil penelitian ini adalah alat elektrokoagulasi dengan kapasitas 6 – 10 liter untuk mengatasi limbah yang dihasilkan oleh IKM Batik. Alat elektrokoagulasi tersebut mampu menurunkan kadar COD sebesar 51,9%, pH menjadi 7, dan penurunan warna hingga 76,70%.