Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Sosialisasi Nilai-nilai Kepahlawanan di Lingkungan Sekolah Dasar Negeri Rahayu 06 Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung Adyawardhina, Rina; Nugrahanto, Widyo; Yuniadi, Agusmanon
Dharmakarya Vol 6, No 2 (2017): Juni
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1080.06 KB)

Abstract

Nilai-nilai kepahlawanan menjadi penting bagi pengembangan karakter anak-anak di masa kini. Penanaman nilai-nilai kepahlawanan dalam pembentukan karakter anak masih minim dilakukan. Langkah ini berpengaruh terhadap pengetahuan dan kesan yang didapat anak-anak mengenai nilai-nilai kepahlawanan. Kegiatan Sosialisasi Nilai-nilai Kepahlawanan di Lingkungan Sekolah Dasar Negeri Rahayu 06 Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kepahlawanan kepada peserta didik sebagai upaya pembentukan karakter sehingga makna nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sosialisasi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan presentasi materi tentang nilai kepahlawanan dan penyelenggaraan lomba mengarang dengan mengambil tema nilai kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari. Dari sosialisasi yang dilakukan diperoleh gambaran bahwa pemahaman siswa kelas VI terhadap nilai kepahlawanan sudah cukup tinggi. Namun tetap harus dilakukan revitalisasi dan aktualisasi nilai-nilai kepahlawanan sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.   
Penca Existence among the Sundanese Yuniadi, Agusmanon; Lubis, Nina Herlina; Zakaria, Mumuh Muhsin
MIMBAR PENDIDIKAN Vol 3, No 2 (2018): September
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/mimbardik.v3i2.13948

Abstract

ABSTRACT: “Maenpo” is one of the pillars of culture so as to be one of the elements forming the character society in Cianjur, West Java, besides “ngaos” and “mamaos”. “Maenpo” is one of a stream of traditional martial arts that prefer the flavor, rather than physical violence. The flavors here means toying his opponents with the power of its moves, so that the opponents became frustrated. In this article will explain how the process of “maenpo” development since the Netherlands colonial rule until the Republic of Indonesia. For answers to that question, in the article used the method of history that consists of four steps, namely: heuristics, critique, interpretation, and historiography. The results of this study show that at the beginning of its development, “maenpo” grown in limited circumstances, namely the circle up (noblemen) of Sunda and Islamic boarding school. The “menak” (noblemen) of Cianjur mastered the “maenpo” not to be champions, but rather as one way of sharpening the ability it feels in understanding their relationship with God and his social environment. Also in the Islamic boarding schools’ environment, “maenpo”'s training as a means of developing the control of lust. Nevertheless, the development of “maenpo” relatively faster in the Islamic boarding schools environment compared to among the “menak” of Sunda in West Java, Indonesia.KEY WORD: Maenpo; Cianjur Regency; Sundanese Noblemen; Islamic boarding school; Cultivate a Sense. ABSTRAKSI: “Keberadaan Penca di Antara Orang Sunda”. “Maenpo” merupakan salah satu pilar budaya sehingga menjadi salah satu unsur pembentuk karakter masyarakat di Cianjur, Jawa Barat, selain “ngaos” dan “mamaos”. “Maenpo” merupakan salah satu aliran seni bela diri tradisional yang lebih mengutamakan rasa, bukan kekerasan fisik. Rasa di sini berarti mempermainkan lawan dengan kekuatan jurus-jurusnya, sehingga lawan menjadi frustasi. Dalam artikel ini akan dijelaskan bagaimana proses perkembangan “maenpo” sejak masa penjajahan Belanda hingga masa Republik Indonesia. Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan, dalam artikel ini digunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil kajian ini menujukan bahwa pada awal perkembangannya, “maenpo” tumbuh di lingkungan terbatas, yakni kalangan “menak” dan pesantren. Para “menak” Cianjur menguasai “maenpo” bukan untuk menjadi jawara, melainkan sebagai salah satu cara mengasah kemampuan rasa dalam memahami hubungan mereka dengan Tuhan dan lingkungan sosialnya. Juga di lingkungan pesantren, “maenpo” berkembang sebagai sarana pelatihan pengendalian hawa nafsu. Meskipun demikian, perkembangan “maenpo” relatif lebih cepat di lingkungan pesantren dibandingkan dengan di kalangan “menak” Sunda di Jawa Barat, Indonesia.KATA KUNCI: Maenpo; Kabupaten Cianjur; Menak Sunda; Pesantren; Mengolah Rasa.    About the Authors: Agusmanon Yuniadi is a Student of Doctoral Program at the Graduate School of Humanities Studies UNPAD (Padjadjaran University) Bandung, West Java, Indonesia. Prof. Dr. Nina Herlina Lubis and Dr. Mumuh Muhsin Zakaria are the Lecturers at the Department of History and Philology, Faculty of Humanities UNPAD Bandung. Authors correspondence: agusmanon@unpad.ac.id Suggested Citation: Yuniadi, Agusmanon, Nina Herlina Lubis Mumuh Muhsin Zakaria. (2018). “Penca Existence among the Sundanese” in MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 3(2), September, pp.103-112. Bandung, Indonesia: UPI [Indonesia University of Education] Press, ISSN 2527-3868 (print) and 2503-457X (online). Article Timeline: Accepted (July 3, 2018); Revised (August 17, 2018); and Published (September 30, 2018).
SOENDA BERITA: SURAT KABAR MINGGUAN PERTAMA MODAL MILIK PRIBUMI (1903-1904) Agusmanon Yuniadi
Sosiohumaniora Vol 14, No 2 (2012): SOSIOHUMANIORA, JULI 2012
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (22.807 KB) | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v14i2.5484

Abstract

Surat kabar “Soenda Berita” didirikan oleh Raden Mas Tirto Adhi Suryo (TAS) di Cianjur pada 1903, dan merupakan cikal bakal pers nasional yang mengilhami semangat perjuangan kaum pribumi melawan kebodohan, ketertindasan dan kolonialisme. “Soenda Berita”' dalam penerbitannya menggunakan bahasa Melayu dan merupakan surat kabar pribumi pertama yang dibiayai, dikelola dan diisi oleh kabanyakan tenaga pribumi sendiri. “Soenda Berita” membangkitkan dan menganjurkan kepada kaum priyayi besar-kecil wajib mencari ilmu supaya ringan bebannya dalam mengarungi kehidupannya, agar terbuka pikiran dan kepandaiannya. Priyayi-priyayi harus cerdik dengan banyak membaca surat kabar, buku, berkala dan mengetahui betul-betul segala peraturan hukum perintah Hindia Belanda agar sesuai dengan yang dilakukannya atau bekerja dalam menolong bangsanya. Soenda Berita dalam berita dan artikelnya banyak memberitakan keadaan masyarakat Sunda dan Jawa. Artikel-artikel dalam Soenda Berita juga banyak membahas ekonomi, kesehatan, Hukum, Ilmu pengetahuan, politik dan pendidikan. Di samping itu, Soenda Berita banyak menguraikan pengetahuan pertanian, perkebunan dan pengetahuan praktis lainnya, seperti fotografi, bekerja di percetakan dan lain-lain. Soenda Berita banyak membahas masalah perempuan terutama perempuan di Sunda dan di Jawa. Di samping membahas makanan, juga membahas mengenai peranan perempuan dalam rumah tangga. Kalau perempuan maju juga akan membantu beban suami. Soenda Berita mengajarkan perempuan harus mempunyai etika atau tata krama yang baik
SYMBOL PRESERVATION AND IDENTITY OF GARUT CITY Kunto Sofianto; Agusmanon Yuniadi; Agus Nero Sofyan; Budi Gustaman
Sosiohumaniora Vol 23, No 1 (2021): Sosiohumaniora: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora, MARCH 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v23i1.31553

Abstract

This article discusses the symbols and identity of Garut City, especially with regard to heritage buildings that were established since the Dutch colonial period. These buildings are very important to be maintained so that the identity of the Garut community is not eroded by the increasingly strong current of globalization. The research method used in this research is a qualitative research method with a historical approach. In addition, the concept of conservation is also used which refers to physical and non-physical aspects and adaptive re-use theory. The conclusion from this research is that various infrastructures, especially the buildings at the beginning of the establishment of Garut city are symbols and identities for the Garut people. The conclusion of this study is that the buildings are very important to be preserved so that they could be proud of by the people of Garut city or the people of Garut regency in general. Thus the Garut people will not lose direction in building a whole human. In addition, the Garut community will understand the importance of buildings in Garut city as a symbol or identity of the Garut community.
PROSESI PERALIHAN KEKUASAAN DARI HABIBIE KE ABDURAHMAN WAHID : SEBUAH PENELITIAN AWAL Reiza D. Dienaputra; Agusmanon Yuniadi; Dwi Agusta
Sosiohumaniora Vol 3, No 3 (2001): SOSIOHUMANIORA, NOPEMBER 2001
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v3i3.5203

Abstract

Penelitian tentang Prosesi Peralihan Kekuasaan dari Habibie ke Abdurahman Wahid bermaksud mengungkap jalannya proses peralihan kekuasaan dari Habibie ke Abdurahman Wahid. Untuk memperoleh penjelasan genetis tentang jalannya proses peralihan kekuasaan tersebut, penelitian ono menggunakan metode sejarah. Berdasarkan hasil pengamatan awal ini, proses peralihan kekuasaan dari Habibie ke Abdurahman Wahid berlangsung secara demokratis dan konstitusional. Setidaknya ada dua peristiwa penting yang menandai jalannyaproses peralihan kekuasaan. Pertama, pemilihan umum pada tanggal 7 Juni 1999. Kedua, proses pemungutan suara dalam pemilihan presiden pada tanggal 20 Oktober 1999. Kedua peristiwa penting dalam proses peralihan kekuasaan dari Habibie ke Abdurahman Wahid membuat peralihan kekuasaan dari Habibie ke Abdurahman Wahid menjadi peralihan kekuasaan pertama yang kesemua prosesnya berlangsung secara demokratis di dalam gedung MPR/DPR. Di sampling itu, peralihan kekuasaan ini membuat Abdurahman Wahid menjadi presiden pertama Republik Indonesia yang dipilih melalui proses pemungutan suara. Tegasnya, peralihan kekuasaan dari Habibie ke Abdurahman Wahid merupakan peralihan kekuasaan yang paling demokratis dan konstitusional di Indonesia sepanjang era kemerdekaan. Kata kunci : Prosesi, peralihan kekuasaan, demokratis, pemungutan suara, konstitusional.
Sosialisasi Nilai-nilai Kepahlawanan di Lingkungan Sekolah Dasar Negeri Rahayu 06 Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung Rina Adyawardhina; Widyo Nugrahanto; Agusmanon Yuniadi
Dharmakarya Vol 6, No 2 (2017): Juni
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1080.06 KB) | DOI: 10.24198/dharmakarya.v6i2.14802

Abstract

Nilai-nilai kepahlawanan menjadi penting bagi pengembangan karakter anak-anak di masa kini. Penanaman nilai-nilai kepahlawanan dalam pembentukan karakter anak masih minim dilakukan. Langkah ini berpengaruh terhadap pengetahuan dan kesan yang didapat anak-anak mengenai nilai-nilai kepahlawanan. Kegiatan Sosialisasi Nilai-nilai Kepahlawanan di Lingkungan Sekolah Dasar Negeri Rahayu 06 Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kepahlawanan kepada peserta didik sebagai upaya pembentukan karakter sehingga makna nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sosialisasi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan presentasi materi tentang nilai kepahlawanan dan penyelenggaraan lomba mengarang dengan mengambil tema nilai kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari. Dari sosialisasi yang dilakukan diperoleh gambaran bahwa pemahaman siswa kelas VI terhadap nilai kepahlawanan sudah cukup tinggi. Namun tetap harus dilakukan revitalisasi dan aktualisasi nilai-nilai kepahlawanan sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.