Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Binatang-Binatang di Sekitar Letusan Krakatau 1883 Gustaman, Budi
Jurnal Sejarah Vol 2 No 2 (2019): Bumi Berguncang dan Ombak Menghantam: Kajian Awal tentang Bencana dalam Sejarah I
Publisher : Masyarakat Sejarawan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (132.066 KB) | DOI: 10.26639/js.v2i2.227

Abstract

Abstracts This study attempts to question the existence of animals in around Kratatau’s Eruption 1883. Narratives about animals actually often appear in post-disaster reports. In a disaster, animal behaviour is usually mentioned as marker of disaster. Although the truth is still questionable until now. In the disaster of 1883, Simon Winchester (2006) explained about some strange of animal behaviour before the eruption. This was also noted by several witnesses such as Rogier Verbeek and R.A. van Sandick. In addition, some reports mentioned the waves killed many livestock, fields, and plants. The continued impact of Krakatau’s eruption caused deforestation, population movements and changes of the agricultural system in South-Banten. Finally, a few years after eruption the tiger plague attacked many people in the region.
Menelusuri Jejak dan Rupa ‘Spesies Selebritis’ Gustaman, Budi
Jurnal Sejarah Vol 3 No 2 (2020): Menggambarkan Sejarah: Ikhtiar memperdebatkan sejarah visual
Publisher : Masyarakat Sejarawan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26639/js.v3i2.272

Abstract

This study attempts to describe the visualization of Komodo dragons based on the records of expedition, scientific journals, newspapers, and magazines in the period 1912-1939. The Komodo dragon has been so popular since P.A. Ouwens first published a scientific journal about Komodo dragons in 1912. Komodo is increasingly famous globally after Douglas Burden's expedition in 1926. Komodo is described as an exotic wildness and imagination of prehistoric. This made the explorer and collector hunt Komodo dragons to serve as the museum's collection and the inhabitants of the zoo in the Indies, Europe, and America. Komodo dragons remain a target for hunting, even after the Dutch East Indies Government enacted regulations on protecting Komodo dragons in 1931.
KESEJAHTERAAN ANJING DALAM PEMBERANTASAN WABAH RABIES DI HINDIA BELANDA Budi Gustaman
Metahumaniora Vol 9, No 3 (2019): METAHUMANIORA, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v9i3.25318

Abstract

Rabies telah menjadi masalah serius di Hindia Belanda sejak abad ke-19. Faktor utamanya adalah banyaknya jumlah anjing yang tidak dirawat (andjing kampong) di Jawa dan Sumatra. Hal ini membuat Pemerintah Kolonial membuat regulasi untuk menangkap dan membunuh anjing yang terinfeksi. Permasalahannya ialah pemberantasan rabies diwarnai praktik-praktik kekerasan terhadap anjing. Nederlandsch-Indische Vereeniging Bescherming can Dieren, sebuah perkumpulan pecinta hewan memprotes bahwa pembunuhan tersebut adalah suatu "kejahatan" karena tidak mengindahkan aspek-aspek kesejahteraan satwa. Selanjutnya, perkumpulan ini pun merekomendasikan cara-cara yang “lunak” dalam membunuh anjing. Disadari atau tidak, persoalan kekerasan ini pada dasarnya masih terjadi hingga sekarang seiring masih mewabahnya rabies di beberapa tempat di Indonesia. Tulisan ini setidaknya memberikan refleksi historis dalam penanggulangan rabies yang lebih memperhatikan kesejahteraan satwa.  
KALENDER PETANI DAN SUMBER PENGETAHUAN TENTANG MUSIM TANAM Budi Gustaman
Metahumaniora Vol 10, No 2 (2020): METAHUMANIORA, SEPTEMBER 2020
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v10i2.28762

Abstract

ABSTRAKDi wilayah tropis seperti Indonesia, pergantian musim menjadi sumber pengetahuan penting bagi kehidupan agraris. Siklus pergantian musim dengan berbagai tanda dan gejala alam pada setiap musimnya adalah kalender bagi para petani. Kalender tersebut menjadi panduan dalam menentukan pekerjaan agraris. Penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan sumber pengetahuan tentang musim tanam yang disebut Pranatamangsa. Sumber pengetahuan ini ditulis dalam beberapa naskah, serta dideskripsikan ulang dalam tulisan-tulisan orang Eropa. Secara praktis, pengetahuan ini mulai memudar di masa kini seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan modern. Selain itu, terjadinya ketidakpastian iklim juga menjadi faktor penting bagi lunturnya pranatamangsa.Kata Kunci: Iklim, Musim, Pranatamangsa, Pertanian
SYMBOL PRESERVATION AND IDENTITY OF GARUT CITY Kunto Sofianto; Agusmanon Yuniadi; Agus Nero Sofyan; Budi Gustaman
Sosiohumaniora Vol 23, No 1 (2021): Sosiohumaniora: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora, MARCH 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v23i1.31553

Abstract

This article discusses the symbols and identity of Garut City, especially with regard to heritage buildings that were established since the Dutch colonial period. These buildings are very important to be maintained so that the identity of the Garut community is not eroded by the increasingly strong current of globalization. The research method used in this research is a qualitative research method with a historical approach. In addition, the concept of conservation is also used which refers to physical and non-physical aspects and adaptive re-use theory. The conclusion from this research is that various infrastructures, especially the buildings at the beginning of the establishment of Garut city are symbols and identities for the Garut people. The conclusion of this study is that the buildings are very important to be preserved so that they could be proud of by the people of Garut city or the people of Garut regency in general. Thus the Garut people will not lose direction in building a whole human. In addition, the Garut community will understand the importance of buildings in Garut city as a symbol or identity of the Garut community.
SISI LAIN KEHIDUPAN PREANGERPLANTERS: DARI PERBURUAN HINGGA GAGASAN KONSERVASI SATWA LIAR Budi Gustaman
Patanjala: Journal of Historical and Cultural Research Vol 11, No 2 (2019): PATANJALA Vol. 11 No. 2, JUNE 2019
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (731.516 KB) | DOI: 10.30959/patanjala.v11i2.505

Abstract

Upaya pelestarian satwa liar telah muncul di Priangan sejak akhir abad ke-19. Munculnya gagasan konservasi satwa liar diawali dari kebiasaan berburu yang dilakukan para tuan kebun teh di Priangan (Preangerplanters). Studi ini mempertanyakan sebab kemunculan gagasan konservasi satwa liar akibat kebiasan berburu yang dilakukan preangerplanters. Penelitian dilakukan dengan metode sejarah dengan memanfaatkan sumber berupa arsip, buku, koran, majalah, dan internet. Temuan utama studi ini ialah kedekatan dengan alam memunculkan kebiasaan berburu sebagai proteksi diri, perlindungan tanaman perkebunan, dan rekreasi. Preangerplanters membentuk perkumpulan berburu bernama venatoria untuk mengontrol perburuan yang tidak terkendali serta berupaya melestarikan hutan Cikepuh sebagai kawasan konservasi. Kesimpulannya ialah gagasan konservasi satwa liar muncul dari ketakutan preangerplanters terhadap kelangkaan satwa buruannya. Wilayah Priangan menjadi salah satu pionir perlindungan satwa liar. Hal yang selama ini terlupakan karena upaya konservasi sangat identik dengan Buitenzorg (Bogor) sebagai poros konservasi alam di Indonesia. Wildlife conservation had emerged in Priangan since the end 19th century. The emergence of wildlife conservation idea begins with hunting habits carried out by tea plantation owners in Priangan (Preangerplanters). This study questions the cause of the emergence of the wildlife conservation idea due to hunting habits. It employs historical method by utilizing sources, such as archieves, books, newspaper, magazine, and internet. Main finding of this study is the proximity to nature led to the habit of hunting as a protection (self-safety and plantation crops), and as a pleasure. Preangerplanters formed hunting’s club called venatoria to control the uncontrolled game and preserve Cikepuh forest. The concludes is  wildlife conservation idea arises from the fear of them in the scarcity of game. Priangan is one of the forgotten pioneers because wildlife conservation refers to Buitenzorg (Bogor) which became center of nature conservation in Indonesia.
MENILIK PERTUNJUKAN ADU DOMBA DI PRIANGAN PADA MASA KOLONIAL Budi Gustaman
Patanjala: Journal of Historical and Cultural Research Vol 13, No 2 (2021): PATANJALA VOL. 13 NO. 2 OKTOBER 2021
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30959/patanjala.v13i2.788

Abstract

Adu domba sangat populer di Priangan, khususnya di wilayah Garut. Popularitas adu domba (Garut) tidak bisa dilepaskan dari historisitasnya. Penelitian ini ditujukan untuk mempertanyakan kemunculan domba Garut serta pertunjukan adu domba pada awal perkembangannya. Metode yang digunakan adalah metode sejarah, dengan memanfaatkan sumber berupa buku dan koran yang diproduksi pada masa kolonial. Temuan utama penelitian ini ialah kemunculan jenis domba Garut dilatarbelakangi impor domba yang diinisiasi oleh K.F. Holle untuk tujuan budidaya wol. Kawin silang domba impor dan domba lokal menghasilkan jenis domba petarung yang lazim disebut domba Garut. Pertunjukan adu domba muncul dari kebiasaan masyarakat pribumi dalam mengadu binatang, hingga berkembang menjadi hiburan yang sering diselenggarakan pada setiap event besar. Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai domba petarung, domba Garut muncul dari ‘ketidaksengajaan’ hingga menjadi populer sejak akhir abad ke-19, dengan diiringi berbagai kecaman dari perspektif orang Eropa perihal esensi permainannya.      Fighting sheep is very popular in Priangan, especially in the Garut region. The popularity of fighting sheep can't be separated from the history that lies behind it. This research is intended to answer the questions about the emergence of Garut sheep and sheep fighting show at the beginning of its development. The method used in this research is the historical method by utilizing sources of books and newspapers produced during the colonial period. The main finding of this study is that the emergence of the Garut sheep breed was motivated by the import of sheep initiated by K.F. Holle for wool cultivation purposes. The crossbreeding of imported sheep and local sheep has resulted in the type of fighting sheep which is now commonly referred to as Garut sheep. The fighting sheep show itself emerged from the indigenous people's habit of fighting animals which later developed into an entertainment that was often held at every major event. The conclusion of this study is that Garut sheep as fighting sheep emerged from an 'accidental habits' and then became popular since the late 19th century. On the other hand, it has also drawn criticism from the perspective of Europeans who are concerned about the essence of the fighting sheep.
Antara Mitos dan Realitas: Historisitas Maung di Tatar Sunda Budi Gustaman; Hilman Fauzia Khoeruman
Metahumaniora Vol 9, No 1 (2019): METAHUMANIORA, APRIL 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v9i1.22873

Abstract

Secara kultural, masyarakat Sunda cukup akrab dengan maung (harimau). Maung adalah sebutan khusus untuk harimau di wilayah Tatar Sunda. Maung direpresentasikan secara khusus sebagai simbol kekuatan. Simbolisasi maung tercermin dalam beberapa identitas kekinian, seperti pada julukan klub sepak bola terbesar di Jawa Barat, Persib “maung” Bandung serta pengadopsian secara visual sebagai lambang Divisi Siliwangi, satuan militer wilayah Jawa Barat. Di balik pemaknaan itu, terdapat jejak-jejak historis yang menyebabkan begitu lekatnya maung dalam benak masyarakat Sunda. Penelitian ini berusaha untuk menelusuri maung dalam bingkai mitos dan juga ekologis. Di Tatar Sunda tersebar mitos-mitos terkait harimau yang disampaikan secara lisan dan tulisan (naskah). Selain itu, jejak maung pun banyak pula ditulis pada sumber-sumber kolonial, seperti arsip, koran, hingga roman. Secara umum, maung mencerminkan mentalitas kultural masyarakat Sunda, yang pemaknaannya menjadi penghubung antara mitos dan realitas. Sundanese people are quite familiar with maung (tiger). Maung is a special name for tigers in the Tatar Sunda. Maung is represented as a symbol of strength. The symbolization of maung is reflected in several contemporary identities, such as the nickname of the biggest football club in West Java, Persib "maung" Bandung. Moreover, it is adopted visually as a symbol of military unit in the West Java region, Divisi Siliwangi. Behind the meaning, many historical traces which cause the  existence of maung in the minds of the Sundanese people. This research seeks to explore the mythical and ecological framework. In Tatar Sunda scattered myths related to tigers that were delivered orally and in manuscript. In addition, many traces of Maung were also written in colonial sources, such as archives, newspapers, and romances. In general, it reflects the cultural mentality of Sundanese society, whose meaning is the link between myth and reality. 
EDUKASI PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BAGI MASYARAKAT KAMPUNG DUKUH DESA CIROYOM KECAMATAN CIKELET KABUPATEN GARUT Kunto Sofianto; Dade Mahzuni; Ade Kosasih; Widyo Nugrahanto; Etty Saringendyanti; Eko Wahyu Koeshandoyo; Ayu Septiani; Budi Gustaman
Midang Vol 1, No 1 (2023): Midang: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Februari 2023
Publisher : Unpad Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/midang.v1i1.44448

Abstract

Kegiatan PPM yang dilakukan berjudul “Edukasi Pelestarian Warisan Budaya bagi Masyarakat Kampung Dukuh Desa Ciroyom Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut”. Kegiatan PPM yang dilaksanakan merupakan bagian integral dari riset berjudul Kehidupan Religi (Agama) Masyarakat Sunda di Jawa Barat. Kegiatan PPM ini memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat Adat Kampung Dukuh. Salah satu hal yang melatarbelakangi kegiatan PPM ini ialah generasi muda di sekitar Kampung Dukuh belum memahami dengan baik berbagai regulasi yang terkait dengan pelestarian budaya. Di samping itu, selama ini tidak ada upaya terstruktur yang mengisi kekosongan nilai-nilai di dalam pengembangan masyarakat ini karena tampaknya tidak terjangkau oleh pihak otoritas yang memiliki kewenangan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat tradisi. Setelah kegiatan ini dilakukan diharapkan generasi muda di Kampung Adat Dukuh mengetahui dan memahami regulasi yang berkaitan dengan pelestarian budaya. Selain itu diharapkan pihak otoritas yang memiliki kewenangan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat tradisi dapat menjangkau Masyarakat Adat Kampung Dukuh sebagai bagian dari pelestari warisan budaya di Jawa Barat khususnya dan Indonesia umumnya. 
MENGHIJAUKAN HULU CITARUM: EDUKASI PENANAMAN POHON DI KAWASAN TITIK NOL SUNGAI CITARUM KABUPATEN BANDUNG Gustaman, Budi; Rosfiantika, Evi; Aunillah, Rinda
Midang Vol 2, No 2 (2024): Midang: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Juni 2024
Publisher : Unpad Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/midang.v2i2.55439

Abstract

Pelestarian Sungai Citarum menjadi isu penting dalam satu dekade terakhir, salah satunya sejak Green Cross Switzerland and Blacksmith Institut, organisasi yang fokus pada pelestarian lingkungan, menyatakan bahwa Sungai Citarum merupakan salah satu tempat tercemar dan terkotor di dunia pada 2013. Faktanya, pencemaran sungai bukan satu-satunya permasalahan yang terjadi, Sungai Citarum dilanda masalah kerusakan hutan dan alih fungsi lahan di wilayah hulu, serta masalah banjir di bagian hilir. Hal ini menjadi pekerjaan bagi semua pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, militer, pelaku industri, komunitas, hingga akademisi. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintah pusat meluncurkan Program Citarum Harum pada 2018 dengan fokus pada penanganan praktis, penanganan praktik, riset, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat seputar pelestarian Sungai Citarum. Secara khusus, Universitas Padjadjaran juga terlibat aktif, yakni dengan adanya Pusat Riset Citarum atau Citarum Center of Research (CCR). Terlepas dari program tersebut, pada Januari-Februari 2023 dilakukan program Pengabdian Pada Masyarakat di wilayah hulu Sungai Citarum, yang berpayung pada program PPM Universitas Padjadjaran. Kegiatan yang dilaksanakan berupa edukasi penanaman pohon di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung. Lokasi tersebut merupakan kilometer nol Sungai Citarum, yang memiliki permasalahan kerusakan hutan dan alih fungsi hutan. Kegiatan ini memfokuskan kepada pelibatan siswa sekolah dasar dan sekolah menengah, guru, mahasiswa, aparat desa, dan karang taruna dalam edukasi dan partisipasi aktif dalam penanaman pohon. Hasil yang didapat dari program ini adalah pewarisan ide dan praktik seputar pelibatan aktif generasi muda dengan program-program pelestarian lingkungan di Desa Tarumajaya. Realisasinya adalah mengikutsertakan siswa-siswa sekolah dan karang taruna dalam program pelestarian lingkungan yang dicanangkan oleh desa. Hasilnya, program PPM yang telah diselenggarakan diadopsi oleh pemerintah desa secara ide dan praktik dalam berbagai program pelestarian lingkungan di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung.