Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

FACIES ANALYSIS, SEDIMENTOLOGY AND PALEOCURRENT OF THE QUATERNARY NENERING FORMATION, PENGKALAN HULU, MALAYSIA Ulfa, Yuniarti; Rong Yu, Evonne Hooi; Kit, Ooi Cheng
Eksplorium Buletin Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir Vol 35, No 2 (2014): November 2014
Publisher : Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir - BATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (30.019 KB)

Abstract

Nenering Formation is essentially made up of semi-consolidated sediments, which are divided into basal conglomerate beds, conglomeratic sandstone, cross-bedded sandstone, and siltstone to muddy layers facies. It is overlie unconformable to the Berapit Formation, but conformable to the Kroh and Grik Formations. The stratigraphy of Nenering Formation is a fining upwards sequence where the thickness of conglomerate beds become thinner upwards and become thicker for conglomeratic sandstone. The thickness varies from 0.5 m to tenths of meters. The more sandy in the upper portion (cross-bedded sandstone) overlie with thin siltstone and mudstone facies. The clast and grain composition suggested that the material making up the sedimentary sequence were derived predominantly from the erosion of granitoid rocks and sedimentary and metamorphic rocks constitute a minor provenance. Imbrications and the trend sizes of clasts indicate that the palaeo-current flow toward northeast. Cross bedding that was found in conglomerate and sandstone indicates the main channel depositional environment. The sequence stratigraphy of this area match with the Saskatchewan fluvial braided channel model. Keywords: conglomerate, facies, fluvial, paleocurrent, stratigraphy, sedimentology
Geology and Land Suitability Analysis for Final Processing Waste Site in Ambon Island Mailoa, Winardcova Vania Cerwyn; Kololu, Micky; Ulfa, Yuniarti; Puradimadja, Deni Juanda
EKSPLORIUM Vol 45, No 1 (2024): May 2024
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/eksplorium.2024.7042

Abstract

From 2017 to 2021, waste production in Ambon City increased from 200 tons/day to 297 tons/day, but the condition of the Toisapu landfill in Ambon did not support this. Toisapu landfill, which has been operating since 2007, is now in overload status and needs to be re-evaluated because it is on a slope of >20% and is located close to residential areas. This research aims to find an alternative replacement for the Toisapu landfill with the status of a Waste Processing and Final Processing Site that complies with Indonesian National Standards. This research uses an environmental geology approach based on Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE), which combines geological and non-geological parameters. The analysis results for each parameter are overlaid, given a value, and then totaled to produce the most feasible land. The results of this research show that the most suitable land is in Wakal with an area of 126,668 ha. The permeability of this location is low, with the groundwater being quite deep (>80 meters), so there is little chance of leachate seepage contaminating the groundwater. In contrast to the Toisapu landfill, Wakal has a slope of <20%, far from protected forests and where residents live.
Identifikasi Kondisi Geologi dan Kualitas Airtanah di Desa Pelauw, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah Kololu, Micky; Tuasikal, Hawa; Jati, Stevanus Nalendra; Puradimaja, Deny Juanda; Limehuwey, Resti; Ulfa, Yuniarti; Purwoarminta, Ananta
Journal of Science, Technology, and Visual Culture Vol 4 No 1 (2024): Juli 2024
Publisher : Jurusan Teknologi Produksi dan Industri, Institut Teknologi Sumatera

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemenuhan kebutuhan air di Desa Pelauw sebagian besar bergantung pada air sungai dan airtanah. Namun ada sebagian masyarakat di Desa Pelauw kesulitan mendapatkan sumber air, sebab beberapa sumur gali memiliki sifat fisik payau. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi geologi dan kualitas airtanah di Desa Pelauw, Kecamatan Pulau Haruku. Metode yang digunakan adalah interpretasi kondisi geologi, dan parameter fisik-kimia airtanah. Selanjutnya dilakukan klasifikasi nilai tiap parameter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Daerah penelitian di Desa Pelauw berada pada Satuan Endapan Aluvium (Qa), Batugamping Koral (Ql), dan Batuan Gunungapi Ambon (Tpav). Sistem hidrogeologi Desa Pelauw memiliki akuifer produktivitas sedang, akuifer produktivitas tinggi-sedang, dan akuifer produktif dengan pola aliran airtanah mengalir dari arah selatan ke utara dan intensitas curah hujan menengah. Kualitas air berdasarkan Permenkes No. 492 Tahun 2010 memiliki kondisi air tawar dengan nilai EC (138-1953 µs/cm), TDS (64-872 ppm), dan salinitas (0-2,84%), kondisi air payau dengan nilai EC (2072-2712 µs/cm), TDS (1.342-2.474 ppm), dan salinitas (4,04-5,42%), pH air layak minum dengan nilai 7,30-8,42 dan pH basa pada 8,63-8,56. Sampel airtanah pada pada daerah penelitian berasal dari adanya interaksi antara air dengan material penyusun akuifer.
Analisis Kesesuaian Lahan Kawasan Permukiman dan Pertanian Ubi Kayu Berdasarkan Aspek Geologi Lingkungan di Kecamatan Teluk Ambon Baguala Kololu, Micky; Jacob, Grace Christien Julian; Puradimaja, Deny Juanda; Limehuwey, Resti; Ulfa, Yuniarti; Jati, Stevanus Nalendra; Purwoarminta, Ananta
Journal of Science, Technology, and Visual Culture Vol 4 No 1 (2024): Juli 2024
Publisher : Jurusan Teknologi Produksi dan Industri, Institut Teknologi Sumatera

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Luas lahan permukiman dan pertanian semakin mengecil seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, namun ketersediaan lahan terbatas. Perencanaan yang baik diperlukan untuk menghindari alih fungsi lahan dan memaksimalkan potensi lahan. Kecamatan Teluk Ambon Baguala mengalami laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,72% per tahun 2010 – 2020, memiliki perencanaan pengembangan kawasan permukiman dan pertanian ubi kayu, serta potensi sumber daya dan bencana geologi. Oleh karena itu, diperlukan analisis kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman dan pertanian ubi kayu berdasarkan aspek geologi lingkungan pada daerah tersebut. Metode SMCE (Spatial Multi-Criteria Evaluation) digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan. Berdasarkan analisis SMCE, kawasan permukiman terdiri dari empat kelas kesesuaian lahan, yaitu sangat sesuai (8,6%), cukup sesuai (23,5%), sesuai marginal (23,9%), dan tidak sesuai (41,6%) dengan luas kelas lahan sesuai 1977,15 ha dan lahan tidak sesuai 1625,15 ha. Kawasan pertanian ubi kayu terdiri dari empat kelas kesesuaian lahan, yaitu sangat sesuai (7,3%), cukup sesuai (6,1%), sesuai marginal (25,3%), dan tidak sesuai (19,7%) dengan luas kelas lahan sesuai 827,51 ha dan lahan tidak sesuai 2774,79 ha. Berdasarkan analisis prioritas kawasan, maka luas kawasan permukiman 1894,53 ha dan kawasan pertanian ubi kayu 221,98 ha.