Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

REDESIGN KONTRUKSI REAKTOR BIOGAS MENGGUNAKAN REVERSE ENGINEERING Jakfar, Mahdi; Suheryanto, Dwi
Jurnal Riset Industri Vol 4, No 3 (2010): Green Industry
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Industri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2117.501 KB)

Abstract

Makin tingginya kebutuhan bahan bakar, terutama gas dan minyak untuk kebutuhan  rumah tangga mengakibatkan harga semakin mahal, dan juga semakin langka di pasaran. Usaha untuk mengatasi hal-hal yang demikian,  mendorong  pemikiran akan perlunya pencarian sumber-sumber  energi alternatif  agar kebutuhan bahan bakar dapat dipenuhi tanpa merusak Iingkungan. Salah satu energi alternatif adalah biogas dari kotoran ternak. Penelitian ini bertujuan menganalisa dan mengoptimalkan kontruksi reaktor biogas yang telah  ada, dengan  cara mendisain  ulang (redesign)  pada bagian-bagian  kontruksi  yang dapat dioptimalkan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan pada kontruksi reaktor biogas yang telah ada dengan menggunakan metode reverse engineering (menduplikat dan mengembangkan yang sudah ada). Redesign akan disimulasikan menggunakan software komputer untuk mengetahui hasil output. Hasil dari simulasi menunjukkan bahwa redesign kontruksi reaktor biogas dapat menambahkan output yaitu gas lebih banyak dari pada kontruksi reaktor biogas yang telah ada sebesar 4 kg atau menghasilkan tekanan sebesar 0, 127psi pada pagi hari, sementara pada sore hari 2 kg atau menghasilkan tekanan sebesar 0,090 psi dari bak penampung yang telah dijadikan digester. Kata Kunci: kontruksi reaktor biogas, redesign, reverse engineering.
REDESIGN KONTRUKSI REAKTOR BIOGAS MENGGUNAKAN REVERSE ENGINEERING Jakfar, Mahdi; Suheryanto, Dwi
Jurnal Riset Industri Vol 4, No 3 (2010): Green Industry
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Industri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2117.501 KB)

Abstract

Makin tingginya kebutuhan bahan bakar, terutama gas dan minyak untuk kebutuhan  rumah tangga mengakibatkan harga semakin mahal, dan juga semakin langka di pasaran. Usaha untuk mengatasi hal-hal yang demikian,  mendorong  pemikiran akan perlunya pencarian sumber-sumber  energi alternatif  agar kebutuhan bahan bakar dapat dipenuhi tanpa merusak Iingkungan. Salah satu energi alternatif adalah biogas dari kotoran ternak. Penelitian ini bertujuan menganalisa dan mengoptimalkan kontruksi reaktor biogas yang telah  ada, dengan  cara mendisain  ulang (redesign)  pada bagian-bagian  kontruksi  yang dapat dioptimalkan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan pada kontruksi reaktor biogas yang telah ada dengan menggunakan metode reverse engineering (menduplikat dan mengembangkan yang sudah ada). Redesign akan disimulasikan menggunakan software komputer untuk mengetahui hasil output. Hasil dari simulasi menunjukkan bahwa redesign kontruksi reaktor biogas dapat menambahkan output yaitu gas lebih banyak dari pada kontruksi reaktor biogas yang telah ada sebesar 4 kg atau menghasilkan tekanan sebesar 0, 127psi pada pagi hari, sementara pada sore hari 2 kg atau menghasilkan tekanan sebesar 0,090 psi dari bak penampung yang telah dijadikan digester. Kata Kunci: kontruksi reaktor biogas, redesign, reverse engineering.
Pengaruh Penggunaan Konsentrasi Amonium Sulphide pada Pewarnaan Kerajinan Logam Perak Suheryanto, Dwi
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 22 (2005): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v22i1.971

Abstract

Proses pewarnaan kerajinan logam perak dengan amonium sulphide dapat memberikan hasil yang memberi kesan dekoratif dan menarik, karena proses tersebut merupakan hasil reaksi antara zat tersebut dengan logam perak sebagai benda kerja.Proses pewarnaan logam perak menggunakan variasi konsentrasi ammonium sulphide 100 cc, 125 cc, dan 125 cc per 850 cc air dengan variasi waktu 5 menit; 7,5 menit; dan 10 menit. Logam perak yang digunakan perak 925 ukuran 2 x 3 cm berat 25 gram, dan teknik yang digunakan dengan cara merendam benda kerja pada larutan ammonium sulphide pada suhu 50o C.Hasil pengujian terhadap ketahanan atau perubahan warna dan ketuaan warna menunjukkan bahwa proses pewarnaan logam perak 925 pada temperatur 50o C, dengan konsentrasi 125 cc dengan waktu 7,5 menit memberikan hasil ketuaan dan ketahanan warna yang baik dengan nilai rata – rata 1 dan menimbulkan warna hitam keabu – abuan dengan nilai rata – rata 1 – 2. Kata kunci : ammonium sulphide, perak, pewarnaan
Alat Pengolah Sabut Kelapa Bagi Usaha Kecil Azis, Sentot; Suheryanto, Dwi
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah No. 10 (1992): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v0i10.985

Abstract

Pengolahan sabut kelapa menjadi serat sabut kelapa telah dilakukan secara sederhana oleh para perajin, yaitu dengan cara direndam yang memerlukan waktu lama sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh prototip alat pengolah sabut kelapa yang dapat meningkatkan produktivitas dan sesuai bagi usaha kecil.Penelitian ini menghasilkan alat pengolah sabut kelapa jenis mesin pemisah serat kelapa dengan silinder bersisir (defibring machine) yang diberi kode pengenal MSK-M1. Alat ini menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh di pasaran seperti: besi siku, as, bantalan peluru, multiplex, baut-mur dan sekrup kayu. Pembuatan alat ini meliputi pekerjaan-pekerjaan: potong bubut dan las; sehingga dapat dilaksanakan di bengkel kontruksi kecil.Pada uji coba di lapangan alat ini dapat menghasilkan serat kelapa kering sebanyak 3,675 s/d 4,757 kg per jam. Hasil perhitungan ekonomis menunjukkan bahwa usaha pengolahan sabut menjadi serat sabut dengan menggunakan MSK-M1 ini cukup layak untuk dilaksanakan sebagai usaha industri kecil.  Pengolahan sabut kelapa menjadi serat sabut kelapa telah dilakukan secara sederhana oleh para perajin, yaitu dengan cara direndam yang memerlukan waktu lama sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh prototip alat pengolah sabut kelapa yang dapat meningkatkan produktivitas dan sesuai bagi usaha kecil.Penelitian ini menghasilkan alat pengolah sabut kelapa jenis mesin pemisah serat kelapa dengan silinder bersisir (defibring machine) yang diberi kode pengenal MSK-M1. Alat ini menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh di pasaran seperti: besi siku, as, bantalan peluru, multiplex, baut-mur dan sekrup kayu. Pembuatan alat ini meliputi pekerjaan-pekerjaan: potong bubut dan las; sehingga dapat dilaksanakan di bengkel kontruksi kecil.Pada uji coba di lapangan alat ini dapat menghasilkan serat kelapa kering sebanyak 3,675 s/d 4,757 kg per jam. Hasil perhitungan ekonomis menunjukkan bahwa usaha pengolahan sabut menjadi serat sabut dengan menggunakan MSK-M1 ini cukup layak untuk dilaksanakan sebagai usaha industri kecil.  
Pewarnaan Serat Sabut Kelapa Sebagai Bahan Baku Siap Pakai Untuk Industri Kerajinan Suheryanto, Dwi
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah No. 10 (1992): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v0i10.986

Abstract

Pengolahan serat sabut kelapa menjadi bahan baku siap pakai untuk industri kerajinan antara lain adalah proses pewarnaan termasuk didalamnya proses pemutihan.       Proses pemutihan dilakukan dengan cara panas dan dingin, untuk proses pewarnaan menggunakan zat warna direk, basa, naphtol, reaktif dan bejana.       Proses pemutihan dengan cara panas pada temperatur 85°C - 90°C memberikan hasil yang relatif lebih putih bila dibandingkan dengan pemutihan cara dingin, akan tetapi dapat menurunkan kekuatan tariknya, yaitu 9,7% untuk pemutihan cara panas dan 5,6% untuk cara dingin.       Pewarnaan dengan zat warna basa memberikan hasil ketuaan warna yang baik (nilai rangking 5), sedang dengan zat warna reaktif memberikan hasil ketahanan luntur warna terhadap gosokan (nilai 4), sinar (nilai 4-5) dan pencucian (nilai 4-5) yang lebih baik dibandingkan dengan zat warna na[htol, basa, direk dan bejana.
Pengaruh Konsentrasi Tawas terhadap Ketuaan dan Ketahanan Luntur Warna pada Pencelupan Kain Sutera dengan Zat Warna Gambir Suheryanto, Dwi; Haryanto, Tri
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 25 (2008): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v25i1.1023

Abstract

Zar warna gambir diperoleh dari hasil ekstrak tanaman gambir yang merupakan saah satu tanaman komoditi ekspor unggulan Sumatera Barat yang memberikan devisa cukup besar dengan prospek pengembangan yang cukup baik. Zat warna gambir adalah zat wama alam jenis mordan-dye dan  tidak tahan terhadap garam yang dipakai dalam pencucian. Ketahanan luntur warna terhadap pencucian memegang peranan penting dan sebagai penentu kualitas produk batik. Untuk meningkatkan kualitas hasil celupan zat warna gambir pada kain sutera, maka perlu dilakukan penelitian penggunaan tawas sebagai zat fiksator pada proses pencelupan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan tawas terhadap ketuaan dan ketahanan luntur warna pencelupan kain sutera dengan zat warna gambir. Konsentrasi tawas yang digunakan adalah 30 gram/I, 50 gram/I dan 70 gram/I. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, ada pengaruh yang nyata pada penggunaan tawas 30 gram/I, 50 gram/I dan 70 gram/I terhadap ketuaan warna kain sutera yang dicelup dengan zat warna gambir menghasilkan ketuaan warna yang berbeda dengan kain sutera yang tidak difiksasi. Tidak ada pengaruh yang nyata pada penggunaan konsentrasi tawas 30 gram/I, 50 gram/I dan 70 gram/l terhadap ketahanan luntur warna ditinjau dari perubahan warna pada kain sutera yang dicelup dengan zat warna gambir. Kain sutera yang difiksasi dengan tawas 70 gram/l menghasilkan warna yang lebih tua bila dibandingkan dengan kain sutera yang difiksasi dengan tawas 30 gram/l dan 50 gram/l.Kata kunci : fiksator, konsentrasi tawas, ketuaan warna, ketahanan luntur warna, zat warna gambir.
Analisa Pengaruh Soda Abu terhadap Pelorodan Lilin Batik dan Kekuatan Tarik Kain Batik Sutera Haryanto, Tri; Suheryanto, Dwi
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 25 (2008): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v25i1.1024

Abstract

Proses pelorodan (pelepas lilin) Iilin pada kain batik sutera umumnya dapat menggunakan kanji dan waterglas. Penggunaan kanji biasanya digunakan pada kain katun. Jika digunakan pada kain sutera hasilnya kurang sempurna dan menyebabkan kain sutera berkerut. Sedangkan penggunaan waterglass dapat memberikan hasil yang diketahui dapat menurunkan kekuatan tarik kain sutera tersebut.Tujuan penelitian ini adalah menguji pelorodan Iilin dengan zat kimia yang lain yaitu soda abu (Na2CO3) sekaligus terhadap kekuatan tarlk kain batik hasil pelorodan tersebut. Pada penelitian proses pelorodan ini digunakan berbagai konsentrasi soda abu. Sedangkan kain sutera yang dipakai sebagai sampel yang diuji adalah jenis T 54 dengan pewarnaan menggunakan zat warna lndigosol Green IB.Penelitian memberikan hasil bahwa nilai rata-rata konsentrasi soda abu yang meningkat memberikan kekuatan arah lusi yang meningkat diikuti pula meningkatnya arah pakan. Selanjutnya hasil yang diperoleh adalah prosentasi berat Iilin yang terlorod menunjukan hasil similar, yaitu meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi soda abu yang digunakan. Ternyata dari hasil analisa dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap uji kekuatan tarik terhadap penggunaan konsentrasi soda abu pada proses pelorodan. Akan tetapi diperoleh hasil bahwa soda abu dengan konsentrasi 1 g/l dapat digunakan untuk pelorodan batik dan nilai yang lebih ekonomis. Kata kunci: kain batik sutera; kekuatan tarik; lilin batik; pelorodan; soda abu
Penelitian Pembuatan Arang Bambu (Bamboo Charcoal) pda Suhu Rendah untuk Produk Kerajinan Suheryanto, Dwi
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 32 No. 2 (2012): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v32i2.1032

Abstract

AbstrakProses pengarangan terjadi bila ada suatu benda yang dipanasi sampai mencapai titik bakarnya sehingga benda terlihat membara, kemudian pemasukan oksigen dihentikan atau dibatasi agar benda tersebut tidak terbakar menjadi abu. Untuk melakukan uji coba penelitiaan pengarangan bambu menggunakan 2 jenis tungku, yaitu: tungku Tipe-1 tungku pengarangan suhu rendah (<120°C), dan tungku Tipe-2 tungku pengarangan suhu menengah 120°C -260°C, yang terbuat dari drum dengan Ǿ 35 cm. Bahan bambu yang digunakan terdiri dari 3 jenis bambu, yaitu; bambu cendani, petung, dan legi, dan produk bambu setengan jadi. Prosedur pengerjaan meliputi, penyiapan bahan (pemotongan dan seleksi), pengeringan, pengukuanr kandungan air awal, pengarangan, pengamatan proses pengarangan, dan identifikasi tingkat keberhasilan pengarangan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor yang mempengaruhi proses pengarangan dan kinerja tungku suhu rendah dan menengah. Dari hasil pengukuran kandungan air awal dari ke 3 jenis bambu yaitu dibawah 15%, sedangkan dari hasil pengamatan dan identifikasi pengarangan, pengarangan dengan menggunakan tungku Tipe-1, temperatur tertinggi rata-rata yang dapat dicapai 107,4 ºC dalam waktu 5 jam, dengan tingkat keberhasilan pengarang antara 60 % - 90 %, atau rata-rata 73 %;  dengan tungku Tipe-2, temperatur tertinggi rata-rata yang dapat dicapai 112,8 ºC dalam waktu 3,5 jam, dengan tingkat keberhasilan pengarang antara 50 % - 90 %, atau rata-rata 81 %. Kata kunci: arang bambu (bamboo charcoal), pengarangan, suhu, tungku pengarangan ABSTRACTA charcoal formation process occurs when an object is being heated until it reaches its burning point and smoldered, then the oxygen intake is stopped or restricted, so the object will not get burned into ashes. In this research, there are two tipes of furnaces being used, those are: Furnace Tipe-1, with low temperature (120°C) and Furnace Tipe-2, with medium temperature (120°C 260°C), which are made from barrel with 35 cm of diameters. There are 3 tipes of bamboo used in this research, namely: Cendani, Petung, and Legi Bamboo, also semi-finished bamboo products. The procedures are: material preparation (cutting and selection), drying, and measurement of initial water content, charcoal formation process, observation of the process and success rate identification. The objective of this research is for to know the influence the factor of a charcoal formation process at low and medium temperature From the measurement, the initial water content of those 3 tipes of bamboo is under 15%. Meanwhile, from the observation and identification, it obtained that in the charcoal formation process using Furnace Tipe-1, the average highest  temperatures reached is 107,4°C during 5 hours, with success rate between 60% - 90%, or 73 in average. In Furnace Tipe-2, the average highest temperature is 112,8°C during 3,5 hours, with success rate between 50% - 90% or 81% in average. Keywords: bamboo charcoal (bamboo charcoal), charcoal formation process, temperature, furnace 
Penelitian Pengaruh Konsentrasi Natrium Silikat pada Proses Pelorodan Kain Batik Sutera Suheryanto, Dwi
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 26 (2009): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v26i1.1038

Abstract

Proses pelorodan (pelepas Iilin) Iilin pada kain batik sutera umumnya dapat menggunakan kanji, natrium silikat, dan bensin. Penggunaan kanji biasanya digunakan pada kain katun. Jika digunakan pada kain sutera hasilnya kurang sempurna dan menyebabkan kain sutera berkerut. Sedangkan penggunaan natrium stlikat selain dapat menurunkan kekuatan tarik juga menurunkan derajat intensttas warna. Penggunaan bensin juga tidak ekonomis dan sangat berbahaya bagi keselamatan kerja, selain juga akan menurunkan intensitas warna.Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pelorodan Ii/in batik dengan bahan kimia yang lain yaitu natrium silikat (Na2Si03) sekaligus terhadap kekuatan tarik kain batik sutera hasil pelorodan tersebut. Pada penelitian proses pelorodan ini digunakan berbagai konsentrasi natrium silikat, yaitu 2 gr/l, 4 gr/I. dan 6 gr/l. Sedangkan kain sutera yang dipakai sebagai contoh diuji adalah jenis T 54 dan pewamaannya menggunakan zat warna indigosol. Pengujian dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh prosentase Iilin batik yang lepas dari kain, dan kekuatan tarik kain sutera.Penelitian memberikan basil bahwa nilai rata-rata konsentrasi natrium silikat yang meningkat memberikan kekuatan arah lusi yang meningkat diikuti pula meningkatnya arah pakan. Selanjutnya hasil yang diperoleh adalah prosentasi berat Iilin yang terlorod menunjukan hasil similar, yaitu meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi natrium silikat yang digunakan. Ternyata dari hasil analisa dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap uji kekuatan tarik terhadap penggunaan konsentrasi natrium silikat pada proses pelorodan. Akan tetapi diperoleh hasil bahwa natrium silikat dengan konsentrasi 2 g/l dapat digunakan untuk pelorodan kain batik sutera dan nilai yang lebih ekonomis.Kata kunci : natrium silikat, pelorodan, kain batik sutera, kekuatan tarik
Penelitian Proses Finishing Dengan Natrium Thiosulfat Pada Produk Kerajinan Kuningan Suheryanto, Dwi; Sarno, Sarno; Haryanto, Tri
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 15 (1996): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v15i1.1047

Abstract

Proses penghitaman (pewarnaan) produk kerajinan kuningan adalah merupakan hasil dari persenyawaan antara logam kuningan dengan senyawa kimia yang digunakan pada proses penghitaman tersebut.Senyawa kimia yang digunakan pada proses penghitaman adalah merupakan suatu formula yang mengandung unsur sulfid yaitu natrium thiosulfat (NA2S2O3, 5H1O). Pada pelaksanaan penelitian dilakukan beberapa variasi konsentrasi natrium thiosulfat yaitu 3 g/1,4 g/1 dan 5 g/1, pada temperatur 60oC dengan variasi waktu 10, 15 dan 20 menit.Hasil pengujian ketahanan warna dan ketuaan warna menunjukkan bahwa penghitaman pada konsentrasi 5 g/1 natrium thiosilfat dengan waktu 10 menit akan memberikan hasil yang relatif baik.Proses penghitaman (pewarnaan) produk kerajinan kuningan adalah merupakan hasil dari persenyawaan antara logam kuningan dengan senyawa kimia yang digunakan pada proses penghitaman tersebut.Senyawa kimia yang digunakan pada proses penghitaman adalah merupakan suatu formula yang mengandung unsur sulfid yaitu natrium thiosulfat (NA2S2O3, 5H1O). Pada pelaksanaan penelitian dilakukan beberapa variasi konsentrasi natrium thiosulfat yaitu 3 g/1,4 g/1 dan 5 g/1, pada temperatur 60oC dengan variasi waktu 10, 15 dan 20 menit.Hasil pengujian ketahanan warna dan ketuaan warna menunjukkan bahwa penghitaman pada konsentrasi 5 g/1 natrium thiosilfat dengan waktu 10 menit akan memberikan hasil yang relatif baik.