ANAK AGUNG GEDE AGUNG INDRA PRATHAMA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NGURAH RAI

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

DESA ADAT SEBAGAI SUBYEK HUKUM DALAM STRUKTUR PEMERINTAHAN PROVINSI BALI ANAK AGUNG GEDE AGUNG INDRA PRATHAMA
Jurnal Yustitia Vol 16 No 1 (2022): YUSTITIA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Desa Adat menurut Pasal 1 Angka 8 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali (selanjutnya disebut dengan Perda Bali 4 Tahun 2019) adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali. Tidak ada penjelasan dalam Perda Bali Tahun 2019 batas-batas kewenangan desa adat sebagai subjek hukum yang berbentuk badan hukum apa. Dari Uraian diatas maka dapat disampaikan permasalahan yaitu: Bagaimanakah pengaturan desa adat sebagai subyek hukum dalam struktur pemerintahan Provinsi Bali. Apakah desa adat dapat melaksanakan Hak dan Kewajiban sebagai subyek hukum. Dalam teori negara hukum, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah merupakan sumber hukum tertinggi di Indonesia, konsep otonomi daerah, hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Teori hukum yang berjenjang disebutkan bahwa norma hukum tersusun secara berjenjang yang membentuk piramida hukum (stufen theory). Konsep desa adat adalah meliputi kesatuan-kesatuan pemerintahan, kesatuan ekonomi, kesatuan kultur dan tradisional yang kokoh dan kuat, dan disana-sini sudah atau sedang mengalami perubahan maju ke arah perkembangan sebagai akibat pengaruh perkembangan teknologi. Penyusunan substansi peraturan daerah itu tidak mengacu pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, tetapi pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai badan hukum publik, pengaturannya dalam Perda perlu diatur dengan tegas pada muatan substansi perda tersebut. Sebagai sebuah subyek hukum, maka keberadaan masyarakat adat masuk kategori sebagai badan hukum publik, karena pengaturannya oleh negara yaitu Undang-Undang desa. Desa adat memiliki hak menjaga dan mengatur kekayaan desa adat yang dimiliki termasuk hak ulayat. Pengaturan dalam perda belum sepenuhnya menjelaskan kedudukan desa adat sebagai Badan hukum publik maka perda yang akan datang memasukkan muatan muatan substansi desa adat sebagai badan hukum publik.
HAKEKAT HUKUM DESA ADAT BALI SEBAGAI SUBJEK HUKUM DALAM PENGELOLAAN PARIWISATA BUDAYA Anak Agung Gede Agung Indra Prathama
Jurnal Meta-Yuridis Vol 5, No 2 (2022)
Publisher : fakultas hukum universitas PGRI Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26877/m-y.v5i2.12854

Abstract

Desa Adat menurut Pasal 1 Angka 8 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali (selanjutnya disebut dengan Perda Bali 4 Tahun 2019) adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali. Pengembangan Pariwisata Budaya di Bali tidak dapat dipisahkan dari Kebudayaan masyarakat adat di Bali. Pemerintah Provinsi Bali sudah memproteksi akibat hukum ini sehingga dibuatkanlah payung hukum untuk melindungi desa adat dari gempuran bisnis pariwisata dan jeratan hukumnya dengan memberlakukan  peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali (selanjutnya disebut dengan Perda Bali 4 Tahun 2019).Adanya pergeseran perilaku dalam mengelola peradaban dan budaya lokal. perkembangan bisnis pariwisata di Indonesia dan Bali Khususnya. Bahwa fungsi hukum hanyalah sebagai perekayasa social oleh karena itu cara kerja fungsi hukum melindungi kearifan lokal dari gempuran bisnis pariwisata, Dari Uraian diatas maka dapat disampaikan permasalahan yaitu: Bagaimanakah hakekat dari pengaturan desa adat Bali sebagai subjek hukum, Manfaat apakah yang diperoleh oleh masyarakat dalam pengelolaan  pariwisata. Pada penelitian ini menggunakan Konsep Desa adat sebagai subyek hukum dan Konsep Pengelolaan usaha pariwisata serta menggunakan Teori Keadilan Hukum dan Teori Utilitarisme (Kemanfaatan Hukum). Desa adat memiliki hak menjaga dan mengatur kekayaan desa adat yang dimiliki termasuk hak ulayat.
PENGAWASAN BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERKAIT PENERAPAN FINANCIAL TECHNOLOGY I Putu Raditya Sudwika Utama; ANAK AGUNG GEDE AGUNG INDRA PRATHAMA
Jurnal Yustitia Vol 16 No 2 (2022): JURNAL YUSTITIA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62279/yustitia.v16i2.978

Abstract

Keberadaan manusia di era globalisasi, memiliki kepentingan dan tuntutan yang harus dicapai.Salah satunya kemudahan, khususnya dalam layanan jasa keuangan secara digital. Dengan adanyalayanan jasa keuangan digital semakin mudahnya bertransaksi kepada manusia untuk memenuhikebutuhannya. Agar mendapatkan perlindungan maka diperlukan sebuah aturan, dan lembaga agarsah untuk melakukan transaksi. Bank Indonesia merupakan lembaga bank sentral yang memilikiperanan penting dalam perekonomian di Indonesia. Peran Bank Indonesia, yaitu menetapkan,melaksanakan, mengatur, dan mengawasi bank yang ada di seluruh Indonesia. Bank Indonesiaharus menciptakan sistem pembayaran yang aman dan efisien. Maka dari itu terciptanya FinancialTechnology (Fintech) guna mencakup layanan jasa keungan saat ini, diperlukan pengawasan didalam sektor jasa keuangan yang mampu melindungi kegiatan masyarakat. maka dari itu hadirnyaOtoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki dasar UU No. 21 tahun 2011 tentang OJK diharapkanuntuk melakukan pengawasan, maupun pemeriksaan. Pada tahun 2016 OJK mengeluarkan aturanPOJK Nomor 77/POJK.01/2016. Dengan adanya aturan tersebut dapat melakukan pengawasankegiatan usaha yang bersifat Fintech. Namun dalam pelaksanaan masih belum sesuai denganOJK, dimana salah satu perusahaan fintech masih menyimpang dari aturan tersebut. Terdapatkaijan masalah bentuk pemantauan dan pengawasan Bank Indonesia terhadap Penyelenggarafinancial technology. Dan mekanisme pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap financialtechnology berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016.Metode Penelitian yang digunakan Metode Normatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahuibentuk pemantauan dan pengawasan Bank Indonesia terhadap Penyelenggara financial technology,dan mekanisme pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap financial technology berdasarkanPeraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016. Hasil dari pembahasan yang pertamaBank Indonesia telah menerbitkan aturan khusus mengenai fintech, yang memiliki urgensiuntuk menstabilkan perekonomian di Indonesia. Dan hasil pembahasan kedua POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi mengaturmekanisme pengawasan OJK terhadap Fintech P2P Lending memiliki 2 tahap: pra operasionaldan operasional. Saran yang bisa kami sampaikan penerapan dari Fintech harus sesuai denganregulasi agar tidak terjadi kekosongan aturan, dan Pemerintah segera membuat infrastruktur danregulasi pada bidang layanan pinjam meminjam uang agar dapat berjalan dengan baik
UPAYA POLISI DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH HUKUM POLDA BALI Anak Agung Gede Agung Indra Prathama; I Made Rony Arta Wijaya; Dewa Made Rasta
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 5 No. 1 (2023): JURNAL HUKUM SARASWATI , MARET 2023
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

pencurian kendaraan bermotor merupakan salah satu kejahatan atau tindak pidana yang paling sering terjadi di masyarakat, dimana hampir terjadi di beberapa daerah di Indonesia termasuk di daerah Bali. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti sangat tertarik mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul Upaya Polisi dalam Menanggulangi Kejahatan Pencurian Kendaraan Bermotor di wilayah hukum Polda Bali, dengan merumuskan masalahnya yaitu upaya polisi dalam menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor dan faktor penghambat polisi dalam menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor di wilayah hukum Polda Bali. Jenis penelitian yang digunakan penelitian hukum empiris. Sifat penelitian yang dipergunakan bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakanadalah observasi, wawancara dan studi kepustakaan, kemudian data yang dikumpulkan dianalisis secara kualitatif. Dari hasil pengumpulan data dan analisis, maka dijelaskan kesimpulan sebagai berikut: Upaya polisi dalam menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor di wilayah hukum Polda Bali antara lain melalui upaya pre-emtif, upaya preventif dan upaya represif. Faktor penghambat polisi dalam menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor di wilayah hukum Polda Bali adalah modus operandi yang dilakukan, jaringan kejahatan yang sangat rapi dan terorganisir, sulitnya menemukan barang bukti dan minimnya informasi dari masyarakat guna menggungkap pelaku kejahatan pencurian kendaraan bermotor.
DESA ADAT SEBAGAI SUBYEK HUKUM DALAM STRUKTUR PEMERINTAHAN PROVINSI BALI ANAK AGUNG GEDE AGUNG INDRA PRATHAMA
Jurnal Yustitia Vol 16 No 1 (2022): YUSTITIA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62279/yustitia.v16i1.901

Abstract

Desa Adat menurut Pasal 1 Angka 8 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali (selanjutnya disebut dengan Perda Bali 4 Tahun 2019) adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali. Tidak ada penjelasan dalam Perda Bali Tahun 2019 batas-batas kewenangan desa adat sebagai subjek hukum yang berbentuk badan hukum apa. Dari Uraian diatas maka dapat disampaikan permasalahan yaitu: Bagaimanakah pengaturan desa adat sebagai subyek hukum dalam struktur pemerintahan Provinsi Bali. Apakah desa adat dapat melaksanakan Hak dan Kewajiban sebagai subyek hukum. Dalam teori negara hukum, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah merupakan sumber hukum tertinggi di Indonesia, konsep otonomi daerah, hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Teori hukum yang berjenjang disebutkan bahwa norma hukum tersusun secara berjenjang yang membentuk piramida hukum (stufen theory). Konsep desa adat adalah meliputi kesatuan-kesatuan pemerintahan, kesatuan ekonomi, kesatuan kultur dan tradisional yang kokoh dan kuat, dan disana-sini sudah atau sedang mengalami perubahan maju ke arah perkembangan sebagai akibat pengaruh perkembangan teknologi. Penyusunan substansi peraturan daerah itu tidak mengacu pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, tetapi pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai badan hukum publik, pengaturannya dalam Perda perlu diatur dengan tegas pada muatan substansi perda tersebut. Sebagai sebuah subyek hukum, maka keberadaan masyarakat adat masuk kategori sebagai badan hukum publik, karena pengaturannya oleh negara yaitu Undang-Undang desa. Desa adat memiliki hak menjaga dan mengatur kekayaan desa adat yang dimiliki termasuk hak ulayat. Pengaturan dalam perda belum sepenuhnya menjelaskan kedudukan desa adat sebagai Badan hukum publik maka perda yang akan datang memasukkan muatan muatan substansi desa adat sebagai badan hukum publik.