Muhammad Hamdan
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga; RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Indonesia

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Pengaruh Usia dan Jenis Kelamin pada Skala Nyeri Pasien Trigeminal Neuralgia Hanik Badriyah Hidayati; Elena Ghentilis Fitri Amelia; Agus Turchan; Nancy Margarita Rehatta; Atika; Muhammad Hamdan
AKSONA Vol. 1 No. 2 (2021): JULY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.957 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i2.149

Abstract

Pendahuluan: Trigeminal neuralgia (TN) merupakan kondisi yang digambarkan sebagai nyeri hebat seperti tersilet pada satu sisi wajah  pada distribusi area saraf ke lima. Nyeri ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Rasa nyeri merupakan fenomena subjektif yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti usia dan jenis kelamin. Tujuan: Mengetahui pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap skala nyeri pasien Trigeminal Neuralgia. Metode: Data diambil dari rekam medik pasien pada periode Januari 2017 hingga Juni 2019 di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, RS PHC Surabaya, dan RSUD Bangil Pasuruan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Hasil: TN banyak ditemukan pada kelompok usia  36-64 tahun (55,55%) dan jenis kelamin perempuan (66,67%). Tidak didapatkan hubungan pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap skala nyeri pasien (p > 0.05). Kesimpulan: Usia dan jenis kelamin merupakan faktor yang tidak dapat diubah dalam mempengaruhi nyeri. Usia dan jenis kelamin mempengaruhi nyeri melalui perubahan anatomi, hormonal, dan psikologis. Tidak ada hubungan antara usia dan jenis kelamin pada skala nyeri pasien dengan TN.  
Penyakit Parkinson: Tinjauan Tentang Salah Satu Penyakit Neurodegeneratif yang Paling Umum Safia Alia; Hanik Badriyah Hidayati; Muhammad Hamdan; Priya Nugraha; Achmad Fahmi; Agus Turchan; Yudha Haryono
AKSONA Vol. 1 No. 2 (2021): JULY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.044 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i2.145

Abstract

Penyakit Parkinson (PP) adalah penyakit neurodegeneratif paling umum ke dua yang melibatkan hilangnya neuron dopaminergik di otak tengah yang menyebabkan gejala motorik dan nonmotorik pada pasien yang mengalaminya. Gejala motorik ini dapat dikelola dan dikendalikan dalam  jangka waktu tertentu dengan menggunakan obat-obatan seperti levodopa. PP mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia, oleh karena itu tinjauan pustaka tinjauan pustaka tentang PP menjadi penting dan kami akan menyampaikan berbagai hal penting dari PP mulai dari patofisiologi hingga tindakan pengobatan baik medikamentosa maupun tindakan intervensi.
Hemichorea Onset Lambat pada Stroke Perdarahan Thalamus Kanan Diayanti Tenti Lestari; Priya Nugraha; Muhammad Hamdan
AKSONA Vol. 1 No. 2 (2021): JULY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.654 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i2.140

Abstract

Pendahuluan: Chorea merupakan gangguan gerak involunter hiperkinetik. Chorea dapat disebabkan lesi vaskular serebral iskemik atau perdarahan. Gejala klinis melibatkan satu sisi tubuh dan lesi terletak di hemisfer otak kontralateral. Gangguan gerak pasca stroke paling sering dikaitkan dengan lesi di basal ganglia (44%) dan thalamus (37%). Laporan ini bertujuan untuk menyampaikan kasus hemichorea, gangguan gerak pascastroke perdarahan yang meliputi diagnosis, terapi dan prognosis. Kasus: Seorang laki-laki 59 tahun menderita tekanan darah tinggi, dislipidemia dan mengalami stroke perdarahan dengan kelemahan tubuh di sisi kiri. 5 bulan paca stroke pasien datang ke poliklinik rawat jalan saraf dengan keluhan lengan bawah kiri bergerak seperti menghentak. Pasien mengaku gerakan mulai muncul pada jemari tangan, terasa tertarik tarik otomatis menyentak, gerakannya tidak dapat dikendalikan. Pemeriksaan fisik dalam batas normal, pemeriksaan neurologis menunjukkan hemiparese sisi kiri dan gerakan otot berlangsung cepat, tanpa ritme, melibatkan satu anggota badan yaitu lengan kiri dan tes laboratorium menunjukkan dislipidemia. Pencitraan otak menunjukkan area hipointens pada thalamus kanan. Gejala dapat terkontrol dengan pemberian obat antidopaminergik (haloperidol) dan agonis GABA (klonazepam). Kesimpulan: Gangguan gerak dapat terjadi pascastroke sehingga penting untuk mengetahui dan mempertimbangkan terapi serta prognosis untuk kualitas hidup pasien pascastroke. Pemberian haloperidol dan klonazepam pada kasus hemichorea mengurangi klinis gerakan involunter.
Multiple Sistem Atrophy: Sebuah Laporan Kasus Edfina Rahmarini; Muhammad Hamdan; Priya Nugraha; Paulus Sugianto; Yudha Haryono
AKSONA Vol. 1 No. 1 (2021): JANUARY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.173 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i1.102

Abstract

Pendahuluan: Multiple sistem atrophy adalah penyakit degeneratif yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Sedikit jurnal yang yang membahas tentang diagnosis dan penanganan multiple system atrophy secara menyeluruh. Kasus: Seorang laki-laki berusia 44 tahun datang ke poli saraf dengan keluhan kelemahan pada keempat ekstremitas dengan disertai gejala parkinsonisme yang khas. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan gangguan fungsi serebelum. Pada pemeriksaan MRI kepala dengan kontras didapatkan gambaran khas suatu multipel system atrophy tipe cerebellar. Kesimpulan: Multipel system atrophy adalah kasus degeneratif yang bersifat jarang namun seringkali dapat menyebabkan kematian. Dibutuhkan diagnosis yang cepat dan penanganan yang memadai secara multidisiplin untuk mencegah beratnya gejala multiple system atrophy. Terapi simptomatik dan suportif sangat dibutuhkan untuk meningatkan kualitas hidup pasien.
Komorbiditas Pasien Demensia di RSUD Dr. Soetomo Periode Januari–Desember 2017 Nabilah Hasna Imami; Yudha Haryono; Anggraini Dwi Sensusiati; Muhammad Hamdan; Hanik Badriyah Hidayati
AKSONA Vol. 1 No. 1 (2021): JANUARY 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.436 KB) | DOI: 10.20473/aksona.v1i1.95

Abstract

Pendahuluan: Demensia merupakan proses hilangnya fungsi kognitif seperti berpikir, mengingat, dan bernalar sehingga penderita demensia terganggu dalam melakukan kehidupan dan aktivitas sehari-hari pada seseorang. WHO menyebutkan bahwa jumlah pasien demensia di dunia terus meningkat. Pada tahun 2015, pasien demensia diprediksi mencapai 47,47 juta pasien dan dapat mencapai 75,63 juta pada 2030. Semakin meningkat usia lansia, faktor komorbiditas yang menyerang lansia juga semakin meningkat. Faktor komorbiditas dapat berupa penyakit kronik seperti stroke, hipertensi, DM, juga penyakit jantung. Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi komorbiditas pada pasien lansia demensia di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Metode: Data diambil dari rekam medis pasien pada periode Januari hingga Desember 2017 di RSUD Dr. Soetomo Surabaya berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Hasil: Faktor komorbiditas yang paling banyak terjadi pada pasien demensia adalah stroke (57,3%), diikuti oleh hipertensi (50,6%), DM (30,3%), penyakit Parkinson (24,7%), dan penyakit Jantung (19,1%). Kesimpulan: Stroke merupakan komorbiditas paling banyak terjadi pada pasien dengan demensia. Hipertensi berada di tempat kedua paling banyak diderita lansia demensia. Pengendalian komorbiditas pada lansia sangat penting untuk dilaksanakan untuk mengendalikan risiko terjadinya penurunan fungsi kognitif.
Correlation between Blood and Cerebrospinal Fluid (CSF) Neutrophil-Lymphocyte Ratio With Bacterial Meningitis Prognosis Patient Paulus Sugianto; Abdulloh Machin; Devi Ariani Sudibyo; Muhammad Hamdan
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 8, No 2: June 2023
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.743 KB) | DOI: 10.30604/jika.v8i2.1993

Abstract

Bacterial Meningitis is a bacterial infection of the central nervous system’s protective membranes called the meninges. Bacterial Meningitis has a high disability and case fatality rate. This inflammatory process not only manifests in CSF but also systemically. The neutrophil-lymphocyte ratio(NLR) can be a predicting factor of severity and prognosis in systemic inflammation. Only a few studies in Indonesia evaluate the neutrophil-lymphocyte ratio as a predictor of mortality in adult bacterial meningitis. This study also aimed to compare neutrophil-lymphocyte ratio in LCS and systemic as a predictor of mortality in patients with adult bacterial meningitis. This is an analytic cross-sectional study in Dr. Soetomo's general hospital—a total sample of 44 bacterial meningitis patients from the inpatient ward of Dr. Soetomo General Hospital Surabaya. The blood Neutrophil- Lymphocyte ratio, Glasgow Coma Scale upon admission, and  Absolute lymphocyte count were significant with bacterial meningitis outcome with p-value less than 0.05. Early detection of bacterial meningitis patient prognosis could alert the healthcare provider to give careful monitoring and aggressive treatment. Abstrak: Meningitis bacterial adalah inflamasi akibat bakteri di selaput otak dan sumsum tulang belakang bernama meningen. Meningitis merupakan penyakit dengan angka kematian dan angka kecacatan yang cukup tinggi walaupun sudah memberikan pengobatan yang tepat. Proses inflamasi ini terjadi tidak hanya pada system saraf pusat namun juga terjadi di seluruh tubuh. Rasio neutrophil-limfosit pada darah selama ini dapat menjadi tanda derajat keparahan dan prognosis pada kasus inflamasi sistemik. Hanya beberapa penelitian yang mencari tentang hubungan rasio limfosit dan neutrophil pada cairan serebrospinal apakah dapat menunjukan derajat keparahan pada infeksi meningitis bakteri. Dalam penelitian ini juga ingin mencari rasio limfosit dan neutrophil darah apakah selaras dengan rasio di dalam cairan serebro spinalis. Penelitian ini merupakan studi reptrospektif kroseksional analitik. Total sampel dari populasi ini adalah 44 yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Secara Statistik didapatkan rasio neutrophil-limfosit darah, tingkat Glassgow Coma Scale saat masuk, dan nilai limfosit absolut signifikan dalam menentukan prognosis pasien dengan meningitis bakteri dewasa (P kurang dari 0.05 ).
- Relevansi Klasifikasi Lesi Hemisfer Kanan dan Kiri dalam Memprediksi Gangguan Kognitif Pascastroke Savira Dienanta; Muhammad Hamdan; Soetjipto Soetjipto; Abdulloh Machin
Majalah Kedokteran Indonesia Vol 70 No 8 (2020): Journal of The Indonesian Medical Association - Majalah Kedokteran Indonesia, Vo
Publisher : PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA (PB IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47830/jinma-vol.70.8-2020-201

Abstract

Introduction: Stroke is the fifth leading cause of disability-adjusted life years (DALYs) in the world. Cognitive impairment is one of the disabilities found in the acute phase of stroke and persists in long-term outcomes which can be assessed using the Mini-Mental State Examination (MMSE). However, a clinical classification to predict the cognitive outcome remained unclear. This study is aimed to identify differences of MMSE results in stroke patients between right and left hemisphere lesions to ensure the mentioned location classifications may contribute to cognitive outcome prediction.Method: With the cross-sectional analytic observational design, 32 acute phase patients hospitalized in the Neurology Department Soetomo General Hospital from October–December 2019 were assessed using the Indonesian version of MMSE with purposive sampling and analyzed using the chi-square test.Result: There was no significant difference between MMSE scores in right or left hemisphere lesion. This might happen because (1) MMSE was insensitive and not a domain-specific test; (2) a more specific infarct location was needed to predict cognitive outcome post-stroke, including microarchitecture of the brain especially those involved in the cortico-striato-thalamocortical loop.Conclusion: The right or left hemisphere lesion classification did not contribute significantly to predict cognitive impairment.