Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

Pelayanan KUA terhadap Persoalan Keagamaan di Kabupaten Belu Joko Tri Haryanto
Analisa: Journal of Social Science and Religion Vol 18, No 2 (2011): Analisa Volume XVIII No 02 Juli Desember 2011
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (910.452 KB) | DOI: 10.18784/analisa.v18i2.137

Abstract

Umat Islam di wilayah yang muslim merupakan kelompok minoritas memiliki persoalan keagamaan yang berbeda dengan persoalan di wilayah mayoritas. Hal ini juga berimplikasi pada pelayanan keagamaan yang dilakukan oleh  pemerintah melalui KUA. Penelitian yang dilakukan dengan  pendekatan kualitatif ini mengungkapkan persoalan keagamaan yang dihadapi oleh umat Islam di Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur (NTT) dan pelayanan KUA terhadap persoalan keagamaan yang ada, di antaranya pembinaan keagamaan, konsumsi daging halal, dan  kerukunan umat beragama.   KUA di Kabupaten Belu  melakukan pelayanan baik dalam pencatatan nikah, wakaf dan haji, juga berupaya membantu umat Islam menyelesaikan persoalan keagamaan yang dihadapi meskipun terdapat berbagai  kendala baik internal maupun eksternal.
The Under Age Marriage Phenomenon (Case Research in People of Cempaka Banjarbaru South Kalimantan) Joko Tri Haryanto
Analisa: Journal of Social Science and Religion Vol 19, No 1 (2012): Analisa Volume 19, No.01 Januari-Juni 2012
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.692 KB) | DOI: 10.18784/analisa.v19i1.151

Abstract

Marriage becames a milestone for man to build a family life as husband and wife. To construct an idealized family, the Law number 1 in 1974 set a minimum age limit19 years for becoming husband and 16 years for becoming wife. But in practice there are many people who get married under the age limit. This qualitative study revealed the phenomenon of underage married in Cempaka community Banjarbaru District of South Kalimantan.Some factors that drive them to get married are determinist on religious understanding, the abundance of the natural wealth, lack of awareness of education, tolerance of deviation rules, development of social media technology, and the familiarity of the pattern of Cempaka. Motives that drive parents to marry their children off under the age of, among others, is to maintain that children do deviate their association from religious teaching, to hide their shame if their daughter was already pregnant before marriage, and economic motives to help to enlighten the burden on families.
MEWUJUDKAN KONSEP BIROKRASI YANG KAYA FUNGSI STUDI KASUS Joko Tri Haryanto
Jurnal Manajemen Kepegawaian Vol 11 No 1 Juni (2017): Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS
Publisher : Badan Kepegawaian Negara | The National Civil Service Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.043 KB)

Abstract

Upaya mewujudkan aparatur sipil negara (ASN) sebagai bagian dari reformasi birokrasi, memerlukan penetapan ASN sebagai profesi yang mengelola dan mengembangkan dirinya serta mempertanggungjawabkan kinerjanya dalam prinsip merit manajemen. Karenanya, pola manajemen ASN justru diharapkan lebih diwarnai oleh aspek profesional dari sisi jabatan fungsional dibandingkan aparatur yang bersifat struktural. Permasalahannya, masih banyak kultur budaya yang terasa menghambat. Untuk itulah penelitian ini dilakukan untuk melihat dampak sinergi antar jabatan fungsional bagi tata laksana dalam organisasi dengan menggunakan metode analisis kesesuaian regulasi dan lokus yang dipilih adalah Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif menggunakan metode analisis data regulasi. Berdasarkan analisis terhadap PMK No 234/ PMK. 01/2015, dihampir seluruh tugas pokok dan fungsi unit BKF mengemban misi analisis dan rekomendasi kebijakan sekaligus sebagai unit penelitian dan pengembangan di lingkup Kementerian Keuangan. Namun, masih ada beberapa overlapping antara jabatan fungsional dan struktural. Untuk beberapa unit kerja terpilih, seharusnya sudah dapat diwujudkan pembentukan unit jabatan fungsional bukan lagi struktural misalnya di PKPN, PKAPBN dan PKEM. Sementara di unit PKPPIM dan PKSK, masih diperlukan pembagian proporsi antara bidang fungsional dan struktural. Khusus di PKRB, berdasarkan tugas, keseluruhan eselon III dan IV masih tetap dipertahankan menjadi pejabat struktural. Kata kunci: Birokrasi, ASN, Profesional, Struktural, Jabatan Fungsional
ANALISIS BEBAN FISKAL MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA Joko Tri Haryanto
Jurnal Manajemen Kepegawaian Vol 9 No 2 November (2015): Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS
Publisher : Badan Kepegawaian Negara | The National Civil Service Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.382 KB)

Abstract

Berdasarkan UU ASN, yang dimaksud dengan pegawai ASN adalah PNS dan PPPK. Manajemen PPPK sendiri memiliki konsekuensi pendanaan baik dari APBN maupun APBD. Untuk itu perlu dipertimbangkan kondisi keseimbangan fiskal dan alokasi belanja pegawai. Dengan menggunakan pendekatan statistik deskriptif, alokasi belanja pegawai dalam APBN ternyata belum menjadi hal yang merisaukan. Namun, dengan kebijakan reformasi subsidi, alokasi belanja pegawai justru berpotensi menimbulkan tekanan anggaran yang baru terhadap APBN. Sementara itu, dari hasil analisis di level APBD provinsi, beberapa daerah yang memiliki rasio belanja pegawai besar terhadap total belanja APBD diantaranya Provinsi Bengkulu, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi DIY, Provinsi NTT dan Provinsi Maluku Utara. Dari keseluruhan daerah tersebut, hampir sebagian besar memiliki kapasitas fiskal relatif rendah. Kondisi ini juga patut diwaspadai terlebih jika dilihat data di level kabupaten/kota di provinsi tersebut, rata-rata hampir semuanya di level kapasitas fiskal rendah. Ke depannya, sekiranya Pemerintah Pusat wajib memberikan arahan dan petunjuk terkait kebijakan pengelolaan PNS dan PPPK ini dalam kerangka UU ASN. Kata kunci: belanja pegawai, dampak fiskal, APBN, APBD, keseimbangan fiskal
ANALISIS MODEL PENGHASILAN PNS DAERAH: STUDI KASUS DI PROVINSI BALI Joko Tri Haryanto
Jurnal Manajemen Kepegawaian Vol 10 No 1 Juni (2016): Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS
Publisher : Badan Kepegawaian Negara | The National Civil Service Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.948 KB)

Abstract

Reformasi birokrasi merupakan salah satu agenda terpenting dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruhdemi peningkatan kualitas pelayanan publik dari keseluruhan aparat pemerintahan dengan mengutamakan aspekpeningkatan kesejahteraan PNS/PNSD. Berdasarkan UU ASN, upaya peningkatan kesejahteraan PNS/PNSDdilakukan melalui penataan sistem penghasilan dengan tetap memperhatikan faktor profesionalitas, keadilan sertasustainable fiskal APBN/APBD. Dengan menggunakan metode goal programming dan analisis studi kasus ProvinsiBali tahun 2013, maka dapat disimpulkan alokasi belanja tidak langsung sebesar hampir 85%, sementara sisa 15%nya dialokasikan untuk belanja langsung. Selain itu alokasi belanja pegawai dapat dibagi menjadi dua cluster. Denganmembandingkan kondisi baseline dan simulasi dengan berbagai opsi diantaranya opsi 1 (50:40:10), opsi 2 (80:10:10)dan opsi 3 (50:10:40), maka dalam opsi 1 dan 3, dampak fiskal yang dihasilkan berupa kenaikan defisit APBD sebesar3%. Secara kelas jabatan, yang akan menikmati kebijakan tersebut adalah pegawai di golongan IV/E yang akan naik2,5 kali lipat, sementara pegawai golongan I/A akan mengalami penurunan. Sebaliknya jika gaji dinaikkan hingga80% sesuai dengan opsi 2, maka dampak fiskal yang dihasilkan adalah kenaikan defisit anggaran APBD hingga 10%.Kata kunci: belanja pegawai, goal programming, APBD, sustainable fiskal
Analisis Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Kasus: Provinsi Banten Tahu 2011-2015) Joko Tri Haryanto
Inovasi Vol 15 No 1 (2018): Jurnal Inovasi Mei 2018
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33626/inovasi.v15i1.22

Abstract

Decentralization is aimed to cut off the bureaucratic chains of public services while at the same time seeking for an independency aspect. One of its policies through regional expansion includes Banten Province. Unfortunately, the expansion of regions is actually synonymous with negative things, especially related to regional financial performance. For this reason, this research is conducted to get an overview of financial performance of Banten Province 2011-2015. This research is important to associate with Banten Province position as a buffer of the state capital in megapolitan development concept, while limiting only from Local Budget performance analysis. Using the ratio of regional financial independence, the conclusion is Banten Province has regional financial independency as well as very high on the the degree of fiscal decentralization. Only in Lebak District, Pandeglang District and Serang Municipal are still at very low level of independency. For the effectiveness of local own resources as well as local taxes, effectiveness in all regions is above 100%. This means that the effectiveness is very high and become one of the best in national level. This condition should be the best opportunity for the Banten provincial government as a form of local wisdom as an alternative formation of social capital for regional development. This enormous social capital should be able to process and use as regional development capital in the future combined with an integrated development planning pattern. Keywords: regional financial performance, local own resources, regional independency, fiscal decentralization
PKM Revitalisasi Lumbung Pangan dalam Menghadapi Krisis Pangan di Masa Depan Chusnul Zulaika; Ambar Dwi Erawati; Mona Tiorina Manurung; Eka Deviany Widyawaty; Joko Tri Haryanto
Health Care : Journal of Community Service Vol. 2 No. 1 (2024)
Publisher : Rena Cipta Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62354/healthcare.v2i1.22

Abstract

Lumbung pangan dimanfaatkan sebagai upaya ketahanan pangan dan mengingat kembali dampak pandemi covid yang telah berlalu maka dilakukan kembali lumbung pangan dengan memanfaatkan pekarangan sekitar untuk memenuhi kebutuhan gizi warga RT 06. Upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan revitalisasi lumbung pangan adalah menggalakan kembali lumbung pangan yang sudah ada. Tujuan dari revitalisasi lumbung pangan untuk memperbarui dan memperkuat system penyimpanan pangan tradisional guna meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan warga RT 06. Solusi dalam menangani permasalahan yang terdapat di mitra antara lain melaksanakan kegiatan pendampingan yang di isi dengan penyuluhan tentang lumbung pangan, melakukan survey untuk menilai kondisi lumbung pangan yang ada, Dari hasil PkM yang telah dilakukan di dapatkan hasil Kegiatan pengabdian kepada masyarakat mengenai revitalisasi lumbung pangan sudah terlaksana dengan baik. Peningkatan pengetahuan tentang lumbung pangan pada kelompok ibu ibu PKK RT 06 RW 09 Kelurahan Gondoriyo.