Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

SKALA KESANTUNAN BENTUK TUTURAN DIREKTIF BERDASARKAN PERSEPSI SISWA DI SMAN 1 SURAKARTA Masfufah, Nurul
Kajian Linguistik dan Sastra Vol 24, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (71.303 KB)

Abstract

The involvement of politeness in directive speech especially at school environment is an interesting phenomenon to be studied. This study aims to assess the perception of politeness in directive speech by students of SMAN 1 Surakarta. This research involves the combination of descriptive quantitative and qualitative method. The data is collected through questionnaires and is analyzed by descriptive statistical techniques. The results show the orders of politeness from the most polite to the least polite as follows: (1) directive speech in the form of advice, (2) directive speech in the forms of question, (3) directive speech in the forms of a strong signal, (4) directive speech in the forms of subtle cues, (5) the form of directive speech in the form of mitigated statements, (6) directive speech in the form of imperative statements, (7) directive speech the form of expression of interest, (8) directive speech with explicit statements, and (9) directive speech with the imperative modes.
SKALA KESANTUNAN BENTUK TUTURAN DIREKTIF BERDASARKAN PERSEPSI SISWA DI SMAN 1 SURAKARTA Masfufah, Nurul
Kajian Linguistik dan Sastra Vol 24, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (71.303 KB) | DOI: 10.23917/kls.v24i2.93

Abstract

The involvement of politeness in directive speech especially at school environment is an interesting phenomenon to be studied. This study aims to assess the perception of politeness in directive speech by students of SMAN 1 Surakarta. This research involves the combination of descriptive quantitative and qualitative method. The data is collected through questionnaires and is analyzed by descriptive statistical techniques. The results show the orders of politeness from the most polite to the least polite as follows: (1) directive speech in the form of advice, (2) directive speech in the forms of question, (3) directive speech in the forms of a strong signal, (4) directive speech in the forms of subtle cues, (5) the form of directive speech in the form of mitigated statements, (6) directive speech in the form of imperative statements, (7) directive speech the form of expression of interest, (8) directive speech with explicit statements, and (9) directive speech with the imperative modes.
SISTEM FONOLOGI BAHASA BENUAQ DI KABUPATEN KUTAI BARAT, KALIMANTAN TIMUR Masfufah, Nurul
Aksara Vol 30, No 2 (2018): Aksara, Edisi Desember 2018
Publisher : Balai Bahasa Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (536.443 KB) | DOI: 10.29255/aksara.v30i2.216.251-265

Abstract

Fonologi bahasa Benuaq memiliki beberapa ciri khas tersendiri. Tujuan penelitian ini, yaitu untuk memaparkan secara singkat dan jelas struktur fonologi bahasa Benuaq. Adapun masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana struktur vokal, konsonan, diftong dan distribusinya, serta bentuk suku kata dalam bahasa Benuaq. Penelitian ini menggunakan teori linguistik struktural, yaitu dengan cara menganalisis struktur fonologinya. Metode pengumpulan data yang digunakan, yaitu metode wawancara terstruktur dan observasi sistematis dengan teknik rekam dan catat. Adapun analisis data menggunakan metode deskriptif analitik untuk mengetahui fonologi bahasa Benuaq. Hasil penelitian ini ditemukan enam vokal pendek (i, u, e, |, o, dan a) dan ditemukan juga lima vokal panjang (i:, u:, e:, o:, dan a:), 23 konsonan, dan enam diftong. Fonem vokal berdistribusi lengkap, sedangkan konsonan ada yang berdistribusi lengkap dan tidak lengkap. Konsonan yang berdistribusi lengkap berjumlah sepuluh fonem, yaitu /p/, /m/, /s/, /t/, /n/, /l/, /r/, /y/, /k/, dan /G/, sedangkan konsonan yang berdistribusi tidak lengkap terdapat 13 fonem, yaitu /b/, / pm/, /w/, /d/, /tn/, /j/, /c/, /~n/, /g/, /q/, /kG/, /h/, dan /?/. Suku kata dalam bahasa Benuaq, yaitu V, D, VK, KV, KVK, KD, dan KDK. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fonologi bahasa Benuaq memiliki keunikan tersendiri, seperti bentuk vokal panjang dan konsonan unik /pm/, /tn/, dan /kG/. 
KONTAK BAHASA DAN BILINGUALISME: KETERANCAMAN VITALITAS BAHASA TUNJUNG DI DESA NGENYAN ASA, KABUPATEN KUTAI BARAT Masfufah, Nurul
Tabasa: Jurnal Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pengajarannya Vol 1, No 2 (2020)
Publisher : IAIN Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22515/tabasa.v1i2.2589

Abstract

Abstrak Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana kondisi kontak bahasa dan bilingualisme di Desa Ngenyan Asa, Kabupaten Kutai Barat yang dapat mempengaruhi kebertahanan hidup atau vitalitas bahasa Tunjung. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik angket (kuesioner) dan wawancara. Adapun teknik analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif dengan model interaktif yang terdiri atas reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ditemukan adanya kontak bahasa antarpenutur di Ngenyan Asa, yaitu bahasa Tunjung dengan Benuaq, Melayu Kutai, Banjar, Jawa, dan Indonesia. Penyebabnya, yaitu perpindahan penduduk,  adanya buruh atau pekerja dari suku lain,  adanya hubungan budaya yang dekat (suku Tunjung dan Benuaq), dan adanya ‘kontak belajar’ di sekolah. Masyarakat penutur bahasa Tunjung di Desa Ngenyan Asa juga cenderung dwibahasawan atau bilingualisme. Mereka menguasai bahasa Tunjung, bahasa Indonesia, dan bahasa Benuaq. Adanya kontak bahasa dan bilingualisme ini dapat mengancam vitalitas bahasa Tunjung. Bahasa Tunjung dapat tergeser oleh penggunaaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah lain yang dianggapnya lebih bergengsi, khususnya di kalangan generasi muda.Abstract This paper describes how the conditions of language contact and bilingualism in Ngenyan Asa Village, West Kutai district can affect the survival or vitality of the Tunjung language. Data collection techniques using questionnaires and interviews. The data analysis technique uses descriptive analysis techniques with an interactive model consisting of data reduction, data presentation, and drawing conclusions. Based on the results of research and discussion, it was found that there were contact languages between speakers in Ngenyan Asa, namely Tunjung languages with Benuaq, Kutai Malay, Banjar, Javanese, and Indonesian. The reasons for this are the movement of the population, the existence of laborers or workers from other tribes, the existence of close cultural relations (the Tunjung and Benuaq tribes), and the 'learning contacts' at the school. The Tunjung language community in Ngenyan Asa Village also tends to be bilingual or bilingualism. They mastered Tunjung, Indonesian and Benuaq. The existence of language contact and bilingualism can threaten the vitality of the Tunjung language. The Tunjung language can be displaced by the use of Indonesian and other regional languages which it considers more prestigious, especially among the younger generation.
TOPONIMI SUNGAI DI KABUPATEN TANA TIDUNG, KALIMANTAN UTARA: KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Masfufah, Nurul
Salingka Vol 16, No 2 (2019): SALINGKA, Edisi Desember 2019
Publisher : Balai Bahasa Sumatra Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/salingka.v16i2.232

Abstract

AbstrakPenelitian mengenai toponimi sungai tidak hanya menelaah maknanya secara fisikal saja, tetapi lebih luas lagi, yakni aspek budaya masyarakat setempat. Masalah yang akan ditelaah dalam penelitian ini, yaitu bagaimana bentuk toponimi sungai di Kabupaten Tana Tidung  yang dikaitkan dengan aspek-aspek budaya setempat. Tekni pengumpulan data didapat dari dokumen dan informan melalui teknik catat dan wawancara. Analisis data penelitian menggunakan teknik analisis deskriptif yang mencakup analisis data linguistik (semantik) dan antropolinguistik (hermeneutik). Hasil penelitian ini menemukan 11 tema dalam toponimi sungai di Kabupaten Tana Tidung, yaitu flora (18,31%), fauna (4,74%), nama orang (7,12%), nama alat (8,13%), cerita rakyat (10,51%), pemberian nenek moyang (20%), keadaan air (4,75%), keadaan sungai (7,80%), tempat kegiatan (8,81%), sejarah (4,07%), dan kehidupan masyarakat (5,76%). Berdasarkan jumlah kata yang digunakan dalam toponimi sungai ditemukan 243 nama yang menggunakan satu kata, 49 menggunakan dua kata, dan 3 nama yang menggunakan kata ulang. Berdasarkan jenis kata yang digunakan terdapat 241 nama sungai yang berjenis kata verba, 37 nama sungai berjenis kata adjektiva, dan 17 nama sungai berjenis kata verba. Berdasarkan asal bahasa yang digunakan terdapat 222 nama sungai yang berasal dari bahasa Tidung, 62 nama sungai berasal dari bahasa Belusu, 9 nama sungai berasal dari bahasa Indonesia, dan 2 nama sungai berasal dari bahasa Melayu. Simpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa toponimi sungai dapat dijadikan petunjuk bagaimana masyarakat Tana Tidung mengungkapkan jati dirinya.