Erlina Laksmiani Wahjutami, Erlina Laksmiani
Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Decrease of Building’s Humidity with Epiphyte and Xerophyte Wahjutami, Erlina Laksmiani; Antariksa, Antariksa; Nugroho, Agung Murti; Leksnono, Amin Setyo
Journal of Islamic Architecture Vol 3, No 4 (2015): Journal of Islamic Architecture
Publisher : Department of Architecture, Faculty of Science and Technology, UIN Maliki Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.954 KB) | DOI: 10.18860/jia.v3i4.3091

Abstract

This article is part of the research phase in Environmental Sciences Doctoral study program that is interdisciplinary research, ongoing. Architecture disciplines collaborate with the disciplines of biology to solve the problem of the microclimate in the built. Paradigm used as benchmarks is bioclimatic architecture in which there is a relationship between elements of the building, climate, and living organisms. Living organisms - in this case the plant - used as a tool to solve the problem of the microclimate in buildings. Plant is one of the living organisms that grow and thrive in their respective habitats and the climate of each character. Several studies have shown that plants are able to lower both ambient temperature and the temperature inside the building. In this study, the problem is the existence of a higher humidity levels in small type of dwelling (STD) that has been totally renovated. Meanwhile Epiphytic and Xerophyte are plants that live by absorbing surrounding moisture. In the next stage of research, it is expected that the capability of Epiphyte and Xerophyte’s plants to reduce the building’s humidity proven. From the interpretation Q.S. 23: 17, implied that: Allah has bring down the water to the earth to grow a variety of plants [1]. The diversity of these plants would be useful for people who have sense. Building as the built environment will become sustainable environment when the human capable of utilizing plants as part of it.
JENJANG RUANG DALAM CARA PANDANG UMA TONGGUL Hamapati, Frederikus Henggu; Kavaso, Fransesco Frayola; Wahjutami, Erlina Laksmiani
MEDIA MATRASAIN Vol 16, No 1 (2019)
Publisher : Department of Architecture, Engineering Faculty - Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Uma Tonggul adalah rumah tinggal nusantara masyarakat Sumba di Desa Hambapraing, Kecamatan Kanatang, Sumba Timur, NTT. Pada perancangan arsitektur, pembagian ruang pada rumah tinggal (yang selanjutnya disebut sebagai rumah tinggal bukan nusantara), didasarkan pada sifat ruang yaitu: ruang publik, semi publik, semi privat, privat dan servis. Pada Uma Tonggul, pembagian ruang dibagi berdasarkan jenjang ruang yang ditunjukkan dengan perbedaan ketinggian ruang. Permasalahannya adalah bahwa ada perbedaan ruang serta jenjang ruang pada rumah tinggal nusantara dan yang bukan nusantara. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ruang, jenjang ruang dan latar belakang pembagiannya pada Uma Tonggul, serta menemukan kesamaan dan kebedaan ruang, jenjang ruang dari kedua kategori rumah tinggal tersebut. Metode penelitian deskriptif analitis, dengan cara pengumpulan data melalui pengamatan dan pengukuran bangunan di lapangan. Wawancara terhadap masyarakat setempat memperkaya hasil pengamatan. Analisis data dilakukan dengan menyandingkan ruang dan jenjang ruang dari keduanya. Ditemukan bahwa jenjang ruang dari kedua rumah tinggal tersebut berbeda.
KONSEP HUNIAN ADAPTIF SEBAGAI UPAYA PENANGANAN RUMAH TINGGAL TIDAK LAYAK HUNI TERHADAP RESISTENSI PENYAKIT INFEKSI Septi Dwi Cahyani; Dina Poerwoningsih; Erlina Laksmiani Wahjutami
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 20, No 2 (2019): September 2019
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.585 KB) | DOI: 10.26905/mj.v20i2.3800

Abstract

Isu kesehatan lingkungan menjadi hal yang penting untuk diteliti sebagai keberlanjutan topik di bidang Arsitektur Lingkungan. Kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dengan perilaku dan lingkungan yang berpotensi penyakit. Kontak tersering dari aktivitas berhuni manusia terjadi pada hunian mereka. Penyakit Infeksi sebagai kategori penyakit menular ditemukan memiliki tingkat prevalensi dengan keadaan Rumah Tinggal Tidak Layak Huni. Ketika lingkungan hunian tercemar, agen pembawa Penyakit Infeksi akan dengan mudah masuk dan menyerang saat sistem kekebalan tubuh manusia turun (melalui sistem pernapasan, sistem pencernaan, dan permukaan kulit). Rumah tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan jalan media penularan penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model konseptual hunian yang secara adaptif mampu meminimalisir permasalahan Penyakit Infeksi ISPA, Diare, Pneumonia, dan TB Paru (sebagai jenis Penyakit Infeksi dengan jumlah mayoritas di Kota Malang dan prioritas Indonesia) pada kondisi Rumah Tinggal Tidak Layak Huni di Kota Malang. Metode penelitian menggunakan rancangan kualitatif eksplanatoris. Studi dilakukan sebagai bentuk kajian content analysis dari data literatur jurnal kesehatan. Hasil penelitian ini dijadikan pijakan awal sebagai upaya pengembangan formulasi model konseptual hunian adaptif terhadap prevalensi Penyakit Infeksi. DOI: https://doi.org/10.26905/mj.v20i2.3800
KONSEP BIOREGION DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA LANSEKAP ARSITEKTUR NUSANTARA Dina Poerwoningsih; Imam Santoso; Erlina Laksmiani Wahjutami
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 19, No 1 (2018): Maret 2018
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.352 KB) | DOI: 10.26905/mj.v19i2.3219

Abstract

Sumberdaya lansekap di Indonesia sangat kaya, beragam dan bernilai baik secara ekonomi sosial dan budaya. Keunikan dan keragamannya membutuhkan model pengelolaan yang tepat berbasis pada data dan keterlibatan stakeholder yang dilakukan secara terus menerus. Salah satunya adalah model pengelolaan lansekap alam dan budaya di komunitas atau kampung adat. Terdapat konsep hubungan yang sangat kuat antara manusia/masyarakat lokal dengan lingkungan alam dan budayanya. Oleh karenanya sudah seharusnya dilakukan upaya pengelolaan kampung adat termasuk lansekap ruangnya dalam cara pandang tersebut. Konsep dalam bidang pengelolaan sumberdaya lingkungan yang diangkat dalam tulisan ini adalah Konsep Bioregion. Tulisan ini dimaksudkan mengeksplorasi entitas-entitas lansekap arsitektur yang bersesuaian dengan Konsep Bioregion dalam pembahasan yang bersifat interdisipliner. Tulisan ini disusun dalam dua sub tema pembahasan yaitu (1) aspek-aspek permasalahan ruang dan lansekap arsitektur Nusantara dan (2) aspek-aspek dan permasalahan Bioregional yang terkait. Pembahasan lebih lanjut diharapkan menjadi peluang dalam studi arsitektur lansekap  yang mendukung terwujudnya model pengelolaan lansekap kampung adat di Indonesia. Dalam bidang arsitektur, kampung adat lebih banyak dibahas sebagai entitas rumah atau bangunan, permukiman atau ruang luar mikro diantara bangunan. Tulisan ini berupaya mempertegas posisi lansekap  kampung adat sebagai bagian dari ruang arsitektur. Beberapa metode perencanaan lansekap  berkelanjutan yang telah dikembangkan secara eksplisit memasukkan perspektif ekologi lansekap di dalamnya. Tren lansekap  berkelanjutan tersebut seharusnya menjadi motivasi untuk memposisikan lansekap kampung adat sebagai aset atau sumberdaya lingkungan. Pembahasan dalam tulisan ini menegaskan beberapa gagasan pengelolaan lansekap  kampung adat dalam upaya konservasi arsitektur Nusantara yaitu (1) tesis adanya konsep boregion dalam substansi kearifan lokal lansekap arsitektur Nusantara dan (2) fleksibilitas skala ruang bioregional. DOI: https://doi.org/10.26905/mj.v19i2.3219
KESENJANGAN KONSEP DAN PENERAPAN GAYA MODERN MINIMALIS PADA BANGUNAN RUMAH TINGGAL Erlina Laksmiani Wahjutami
Mintakat: Jurnal Arsitektur Vol 18, No 1 (2017): Maret 2017
Publisher : Architecture Department University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (617.352 KB) | DOI: 10.26905/mintakat.v18i1.1416

Abstract

Gaya Arsitektur Modern Minimalis sedang menjadi trend dalam mengisi kekayaan khasanah arsitektur di Indonesia. Banyak pengembang yang menawarkan gaya ini pada rumah-rumah tinggal yang mereka bangun. Dalam penawarannya mereka menyebutkan gaya Modern MINIMALIS ini sebagai bagian dari pemasaran mereka. Tetapi apabila dikaji lebih dalam, unsur-unsur dan prinsip-prinsip perancangan yang mereka pakai sebagai konsep Modern MINIMALIS tersebut kurang atau bahkan tidak mencerminkan gaya tersebut apabila ditelusur dari unsur-unsur dan prinsip-prinsip perancangan yang diambil dari arsitek-arsitek Modernist pencetusnya. Arsitek-arsitek Modernist yang mewakili pemikiran gaya ini diantaranya adalah: Mies van der Rohe, Frank Lloyd Wright, Le Corbusier, Gerrit Rietveld,, dan masih banyak lagi lainnya. Mereka secara umum mencanangkan Arsitektur Modern sebagai dasar berpikir merancangnya walaupun mereka mempunyai kekhasan konsep masing-masing yang berbeda. Gaya arsitektural Minimalis yang ditawarkan pengembang - terutama pada pemecahan fasadenya - bisa jadi merupakan persepsi dari masing-masing arsiteknya atau hanya merupakan salah satu strategi pemasarannya saja. Denah tidak menjadi bagian dari bahan pertimbangan konsep MINIMALIS tersebut, Hal ini terlihat dari penyelesaian denah yang standar, tidak diselesaikan dengan pemikiran khusus. Pada akhirnya, pemilihan istilah Modern MINIMALIS untuk gaya perancangan bangunan yang banyak ditawarkan pengembang tersebut lebih pada penyelesaian fasadenya yang minimal, tidak mendalam sampai pada tataran filosofi seperti yang yang telah digariskan oleh para arsitek pencetusnya. DOI: https://doi.org/10.26905/mintakat.v18i1.1416
CONFLICT MANAGEMENT THROUGH BAILEO DESIGN CONCEPT STRATEGY IN YALAHATAN VILLAGE, CENTRAL MALUKU DISTRICT Patty, Muhammad Darma; Wahjutami, Erlina Laksmiani
Border: Jurnal Arsitektur Vol. 6 No. 1 (2024): JUNE 2024
Publisher : Department of Architecture, Faculty of Architecture and Design, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33005/border.v6i1.755

Abstract

The Ambon conflict is an event of conflict between religious communities. What occurred in the period from 1999 to 2000, this event caused divisions which had an impact on the harmony of the people who had long lived side by side. Baileo House is a traditional building that is able to translate various elements of kinship between pela gandong and patasiwa, patalima. This research was conducted in Yalahatan hamlet, negeri Tamilouw, Central Maluku Regency. The people of Yalahatan hamlet have a Baileo house called usali or a community gathering place. The aim of this research is to identify various factors contained in the Baileo house in Yalahatan hamlet as a unifying building with its performance in minimizing conflict by elevating the community's identity as traditional people who love brotherhood. The type of research applied is qualitative descriptive research. From the research results, it was found that the performance of the Baileo house in uniting the Yalahatan hamlet community through its various functions, is an example of the existence of traditional values ​​which naturally direct the community to return to maintaining kinship relations between fellow Yalahatan people in particular and fellow Alifuru people in general.
ADAPTATION OF TRADITIONAL MINAHASA ARCHITECTURE IN MALANG CITY Moses Rondonuwu, Yesaya; Wahjutami, Erlina Laksmiani
Border: Jurnal Arsitektur Vol. 6 No. 1 (2024): JUNE 2024
Publisher : Department of Architecture, Faculty of Architecture and Design, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33005/border.v6i1.757

Abstract

Geographically and climatically, Minahasa and Malang are similar, being in the highlands and having a two-season climate, but Minahasa is more likely to experience seismicity than Malang. Culturally, the Minahasa tribe upholds mapalus to strengthen kinship. From these conditions, there is an adaptation that adjusts to the new environment which aims for comfort in occupying. This research aims to determine the results of geographical, climatic, and cultural adaptation of traditional Minahasa architecture in Malang City. The research method is descriptive qualitative and interviews by analyzing data in the form of comparing aspects of venustas, firmity, and utility. The findings of this research are that the meaning of the three vertical and horisontal spaces has changed slightly, such as the use of the lower space and placement of stairways into the pores. The knockdown system applied can be identified in the connection between the column and the beams, as well as the concrete column that adapts to the environmental conditions. Some have changed in terms of space, structure, and facade as a result of adaptation to the new environment. However, it does not change the main characteristics of Minahasa architecture so that traditional Minahasa architecture can be accepted in Malang.
THE EXISTENCE OF SINOM HOUSE IN BENDOSARI, KADEMANGAN, BLITAR IN TERMS OF SPACE CONFIGURATION Wirawan, Yosua Bagus; Wahjutami, Erlina Laksmiani; Bonifacius, Nurhamdoko
Border: Jurnal Arsitektur Vol. 6 No. 2 (2024): NOVEMBER 2024
Publisher : Department of Architecture, Faculty of Architecture and Design, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33005/border.v6i2.778

Abstract

Traditional houses are important to maintain and explore because the values of wisdom are embedded in them. Sinom House is an architectural manifestation of Javanese people's homes with the characteristic of a pyramid roof shape; in general, Sinom houses can be found in Java. In this study, the object of the Sinom house studied was in Bendosari Village, Kademangan, Blitar, which has the character of a rural area with a rocky mountainous landscape that tends to have hot weather, as well as the characteristics of a community working in agriculture, from these factors resulting in a simpler Sinom house shape in terms of area and spatial configuration. This study aims to identify the characteristics of the existence of the spatial configuration of the Sinom house in the location of Bendosari Village, Kademangan District, where the factors to be identified come from comparative literature sources, namely aspects of floor plan typology, spatial composition, roof shape and structure, and a general description of the research location. As a traditional vernacular residence of the Javanese people, these characteristics can be reviewed from the aspect of the spatial configuration that forms a single unit of the Sinom house. In the aspect of spatial configuration, the variables studied are floor plan typology, spatial composition, and roof structure. The method used in this study is descriptive qualitative in both stages of data collection and analysis. Data collection is done by direct observation, architectural documentation, and interviews as supporting data. The results of this study are expected to deepen the knowledge of Javanese residential architecture in rural areas and can be useful for enriching architectural knowledge and further research.
Pengaruh Aktivitas Penghuni Rumah Terhadap Konfigurasi Ruang Rumah Tengger di Dusun Sunogiri Nagata, Krisna Wijaya; Bonifacius, Nurhamdoko; Wahjutami, Erlina Laksmiani
Lintas Ruang: Jurnal Pengetahuan dan Perancangan Desain Interior Vol 12, No 2 (2024): September 2024
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/lintas.v12i2.13926

Abstract

Saat ini, rumah masyarakat adat Tengger di Dusun Sunogiri menggunakan material modern namunmasih dibangun dengan menggunakan adat istiadat yang berlaku, khususnya pada denahnya.Dusun Sunogiri merupakan salah satu dusun yang ada di Desa Podokoyo, Kecamatan Tosari,Kabupaten Pasuruan. Mayoritas Suku Tengger menyebut rumah mereka dengan kata Umah.Penelitian sebelumnya menyebutkan konfigurasi ruang Rumah Tengger disusun berdasarkanaturan 7 po yang dipengaruhi oleh budaya. Hal ini berbeda dengan Rumah Tengger yang ada diDusun Sunogiri, perbedaan konfigurasi Rumah Tengger di setiap daerah yang dihuni oleh SukuTengger dipengaruhi oleh kebutuhan ruang dan aktivitas dan profesi penduduk setempat dimanahierarki ruang dapat dicapai dengan mengidentifikasi kebutuhan ruang, pola organisasi ruang,hubungan antar ruang, dan kejelasan ruang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi danmenganalisis dampak aktivitas penghuni rumah terhadap konfigurasi ruang Rumah Tengger diDusun Sunogiri. Metode pengumpulan data melibatkan observasi langsung dan wawancara denganpenghuni rumah. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatifuntuk memahami bagaimana aktivitas sehari-hari penghuni mempengaruhi pengaturan ruangdalam rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas penghuni, seperti beragam kegiatanpenghuni dan pengaruh budayanya memainkan peran penting dalam membentuk konfigurasi ruangdi Rumah Tengger.