Muhammad Fadhil
Universitas Prima Indonesia

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pandangan Hakim Terhadap Kedudukan Saksi Keluarga Dalam Perkara Perceraian Taklik Talak Di Pengadilan Agama Kota Medan (Studi Putusan PA Medan No 19/Pdt.G/2011/PA.Mdn) Muhammad Fadhil
Mediation : Journal Of Law Volume 1, Nomor 2, Juni 2022
Publisher : Pusdikra Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.351 KB) | DOI: 10.51178/mjol.v1i2.794

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertimbangan hakim dan kekuatan hukum pembuktian saksi dari keluarga dalam perkara perceraian karena pelanggaran taklik talak dalam perkara nomor 19/Pdt.G/2011/PA.Mdn. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris dan normatif, dan teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan studi dokumen. Penelitian ini menemukan bahwa hakim menerima saksi keluarga dalam perkara pelanggaran taklik talak, yaitu ibu kandung penggugat. Alasan hakim PA Medan menerima saksi keluarga dalam perkara Nomor 19/Pdt.G/2011/PA.Mdn. karena dianggap telah memenuhi syarat formil dan materil saksi. Namun berdasarkan analisis penulis, hakim salah menerapkan hukum karena hakim tidak memperhatikan salah satu syarat formil saksi. Dalam ketentuan perundang-undangan, syarat formil pertama saksi tidak boleh berasal dari keluarga sedarah atau keluarga semenda salah satu pihak dalam garis lurus sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 145 HIR. Meskipun syarat materil terpenuhi, akan tetapi hukum tidak menolerirnya, karena syarat formil dan materil bersifat komulatif yang mengharuskan terpenuhi semua dan bukan alternatif. Sehingga dapat dikatakan bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya. Akan tetapi hakim dalam putusan ini menggunakan kekuasaan kehakimannya demi mewujudkan unsur kepastian hukum, keadilan serta kemanfaatan bagi semua pihak, terutama dalam putusan ini terdapat beberapa komulasi antara syiqaq dan pelanggaran taklik talak, sehingga hakim tetap menerima saksi dari pihak keluarga.
THE OPINION OF JAMAAH TABLIGH ABOUT MARRIAGE AGE BY UNDANG-UNDANG NUMBER 16 OF 2019 (A Case Study of the Jamaah Tabligh in Deli Serdang District) Muhammad Fadhil
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 1 (2023): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v7i1.8368

Abstract

This study aims to answer how the opinions and practices of the Jamaah Tabligh in Deli Serdang district about the age of marriage by making Undang-Undang Number 16 of 2019 as the basis for the analysis. This study uses empirical juridical research, and data collection techniques in this study are observation, interviews, and document studies. This study found that there are opinions and practices of the Jamaah Tabligh community in Deli Serdang district in marrying off their children may be done when they reach puberty. The background factor is to avoid adultery and promiscuity. Meanwhile, the minimum age for marriage regulated in the Undang-Undang Number 16 of 2019 for men and women as stipulated in Undang-Undang Number 16 of 2019 concerning amendments to Undang-Undang Number 1 of 1974 concerning Marriage. According to the opinions of the Jamaah Tabligh in Deli Serdang district Stick rules regarding the minimum age limit for marriage stipulated in the law are a form of recommendation, so there is no problem with not following the statutory rules regarding the minimum age limit for marriage when marrying off their children for good purposes.
STATUS DAN POSISI HUKUM SAHAM SEBAGAI HARTA WARIS PEMEGANG SAHAM YANG MENINGGAL DUNIA MENURUT HUKUM WARIS ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA Muhammad Hendra; Muhammad Fadhil
TAQNIN: Jurnal Syariah dan Hukum Vol 5, No 02 (2023): Juli-Desember 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/taqnin.v5i02.17393

Abstract

Saham merupakan surat berharga yang diterbitkan secara terbuka oleh perusahaan kepada publik baik badan hukum maupun perorangan, dan semua pihak yang berkeinginan membeli saham tersebut akan berstatus sebagai pemegang saham sekaligus dipastikan menjadi bagian dari kepemilikan perusahaan. Khusus bagi pemegang saham perorangan yang meninggal dunia, permasalahan hukum akan segera lahir tatkala status dan posisi hukum kepemilikan saham dipettanyakan kedepannya, apakah kepemilikan saham tersebut diambil alih oleh perusahaan ataukah perusahaan berupaya menginformasikan sekaligus mengalihkan status dan posisi hukum kepemilikan saham kepada para ahli waris pemegang saham yang meninggal dunia. Bentuk penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif (library research) dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach). Sumber data primer pada penelitian ini adalah Al-Qur’an, Hadis, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Penelitian ini mendapati bahwa Status saham yang pemiliknya meninggal dunia menurut hukum waris Islam dan hukum positif di Indonesia adalah merupakan harta waris yang dapat dialihkan kepemilikannya kepada ahli waris melalui prosedur sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.Kata Kunci: Waris_Saham, Status_Hukum