Rouli Anita Velentina
Unknown Affiliation

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Pembatalan Akta Jual Beli Saham Dalam Pelaksanaan Akuisisi PT SLS (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201 K/PDT/2019) Hertaty Sianturi; Tjhong Sendrawan; Rouli Anita Velentina
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.166 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai pembatalan akta jual beli saham dalam pelaksanaan akuisisi PT SLS. Dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) pokok permasalahan, yaitu: (i) mengenai keabsahan akta jual beli saham pada Putusan Nomor 3201 K/PDT/2019; (ii) mengenai bentuk kelalaian Notaris dalam pelaksanaan akuisisi PT SLS yang tidak sah; dan (iii) mengenai pertanggungjawaban Notaris terhadap akta jual beli saham dalam pelaksanaan akuisisi PT SLS yang tidak sah. Untuk menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan alat pengumpulan data yaitu studi pustaka. Hasil penelitian ini adalah: (i) keabsahan akta jual beli saham dalam pelaksanaan akuisisi PT SLS adalah tidak sah karena pelaksanaan akuisisi PT SLS tidak memenuhi syarat sah dari pelaksanaan akuisisi; (ii) bentuk kelalaian Notaris dalam pelaksanaan akuisisi ini adalah melanggar Pasal 16 ayat (1)a Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu untuk bertindak saksama; dan (iii) pertanggungjawaban Notaris terhadap akta jual beli saham dalam pelaksanaan akuisisi yang tidak sah adalah tanggung jawab secara perdata dan administratif. Notaris harus memiliki form check list terkait tata cara pelaksanaan akuisisi untuk memudahkan Notaris memantau pelaksanaan akuisisi dan menghindari terjadinya kelalaian. Kata kunci: akuisisi perseroan terbatas, akta jual beli saham, kelalaian notaris
Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tanpa Pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 220/Pid/2020/PT.DKI) Intan Saputri; Rouli Anita Velentina; Tjhong Sendrawan
Indonesian Notary Vol 4, No 1 (2022): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.09 KB)

Abstract

Tata cara penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT) bersifat imperatif. Salah satunya adalah mengenai pemanggilan RUPS yang dilakukan sebelum RUPS diselenggarakan, yang diatur dalam Pasal 82 ayat (1) UUPT. Pemanggilan dimaksudkan agar para pemegang saham mengetahui mata acara rapat, sehingga keputusan mengenai persetujuan terhadap mata acara rapat tersebut dapat dipikirkan terlebih dahulu. Penyelenggaraan RUPS dengan tidak menaati aturan tersebut akan menghasilkan sebuah keputusan yang tidak sah. Hal ini memengaruhi kekuatan akta pernyataan keputusan rapat yang dibuat berdasarkan RUPS tersebut, dan berpotensi mendatangkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan. Putusan yang dibahas dalam penelitian ini dimuat dalam Putusan Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 220/Pid/2020/PT.DKI. Penelitian ini menganalisis mengenai: (i) tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat berdasarkan penyelenggaraan RUPS tanpa pemanggilan RUPS; dan (ii) upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak yang dirugikan karena keberlakuan akta pernyataan keputusan rapat yang demikian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan tipologi penelitian eksplanatoris analitis. Hasil dari penelitian ini, yaitu: (i) bentuk pertanggungjawaban yang dapat diberikan kepada Notaris adalah berupa pengenaan sanksi administratif dalam bentuk teguran atau tulisan dari Majelis Pengawas Notaris. Pengenaan sanksi tersebut disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas pelanggaran yang dilakukan oleh notaris yang bersangkutan; dan (ii) upaya hukum yang dapat dilakukan para pihak yang dirugikan dalam hal penyelenggaraan RUPS tanpa pemanggilan RUPS adalah membatalkan akta yang bersangkutan. Pembatalan akta dilakukan sesuai dengan tahap-tahap tertentu yang didasari oleh keadaan-keadaan tertentu yang timbul akibat adanya penyelenggaraan RUPS tanpa pemanggilan RUPS. Kata kunci: rapat umum pemegang saham, akta pernyataan keputusan rapat, dan tanggung jawab notaris
Pengalihan Hak Atas Saham Dalam Pembentukan Holding Badan Usaha Milik Negara Amelia Maulanasari; A. Partomuan Pohan; Rouli Anita Velentina
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.68 KB)

Abstract

Pembentukan holding merupakan tindakan pemerintah dalam mempersatukan lini bisnis perseroan BUMN di Indonesia melalui mekanisme pengalihan hak atas saham dengan penyertaan modal negara yang mengambil konsep pengambilalihan saham yang berlaku di hukum perseroan. Pengambilalihan hak atas saham yang berlaku dalam konsep pembentukan holding ini adalah pengambilalihan hak atas saham langsung melalui pemegang saham, yaitu Negara, dalam sebuah BUMN. Pembentukan holding BUMN menimbulkan akibat hukum berupa lahirnya kedudukan baru BUMN sebagai induk perusahaan dan anak perusahaan. Sehingga konsep yang berlaku bukan berupa pendirian perseroan baru melalui proses pendirian perseroan pada umumnya, namun hanya berubahnya kedudukan perseroan menjadi induk holding atau anak perusahaan. Tindakan pengambilalihan hak atas saham ini sebagai salah satu bentuk restrukturisasi perseroan, yang mengakibatkan beralihnya pengendalian perseroan. Akibat yang timbul dari pembentukan holding ini adalah beralihnya kepemilikan saham yang mengakibatkan terjadinya perubahan anggaran dasar perseroan yang diambil alih maupun yang mengambil alih, dan atas tindakan pengambilalihan hak atas saham tersebut harus dinyatakan dalam akta Pengambilalihan yang dibuat oleh Notaris. Sehingga dalam hal ini, peran Notaris timbul saat restrukturisasi tersebut telah disepakati berdasarkan keputusan RUPS, mengingat kewenangan Notaris hanya sebagai pejabat umum pembuat akta otentik, tidak termasuk dalam memberikan bantuan hukum dalam tindakan pengambilalihan hak atas saham tersebut. Kata Kunci : Holding BUMN, Pengalihan Hak Atas Saham, Penyertaan Modal Negara.
The Formation of Danantara: Between Efficiency and the Threat of Moral Hazard for State Investments M Faiz Muttaqin; Indry Septiarani; Rouli Anita Velentina
Walisongo Law Review (Walrev) Vol. 7 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2025.7.1.26982

Abstract

The establishment of Danantara as a state investment agency reflects Indonesia’s effort to enhance the efficiency of state asset management, yet it simultaneously raises significant legal and governance concerns regarding transparency and accountability. This study examines the legal risks inherent in the formation of Danantara, a state entity tasked with managing strategic SOE assets under Law No. 1/2025 and Government Regulation No. 10/2025. Employing a doctrinal legal method with a normative-prescriptive approach, it compares the regulatory frameworks of Danantara and Singapore’s Temasek Holdings. The analysis reveals significant vulnerabilities, including moral hazard, concentration of unchecked authority, and exclusion from the state finance regime. These structural flaws may undermine legal accountability and public oversight. Drawing on comparative legal insights, this paper proposes reforms to strengthen institutional independence, ensure transparent asset management, and restore checks and balances in sovereign investment governance. The findings contribute to the ongoing discourse on state capitalism and the legal architecture required to support it. Pembentukan Danantara sebagai Lembaga investasi negara mencerminkan Upaya Indonesia untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan aset negara, namun menimbulkan kekhawatiran hukum dan tata kelola terkait transparansi dan akuntabilitas. Studi ini mengkaji risiko hukum yang melekat dalam pembentukan Danantara, sebuah entitas negara yang ditugaskan untuk mengelola aset BUMN strategis berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2025 dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2025. Dengan menggunakan metode hukum normatif dan pendekatan preskriptif, studi ini membandingkan kerangka regulasi Danantara dengan Temasek Holdings di Singapura. Analisis menunjukkan adanya kerentanan signifikan, termasuk potensi moral hazard, konsentrasi kewenangan tanpa pengawasan memadai, serta pengecualian dari rezim keuangan negara. Kelemahan struktural ini dapat melemahkan akuntabilitas hukum dan pengawasan publik. Berdasarkan wawasan perbandingan hukum, tulisan ini mengusulkan reformasi untuk memperkuat independensi institusional, memastikan pengelolaan aset yang transparan, serta memulihkan mekanisme checks and balances dalam tata kelola investasi negara. Temuan ini berkontribusi pada diskursus yang berkembang mengenai kapitalisme negara dan arsitektur hukum yang dibutuhkan untuk mendukungnya. Keywords: Danantara; State Investment; Good Governance; Transparency; Accountability; Moral Hazard.
Sovereign Wealth Fund (SWF): Comparison between Indonesia, Singapore and Malaysia Vincent Guo; Rouli Anita Velentina
Unram Law Review Vol 9 No 2 (2025): Unram Law Review (ULREV)
Publisher : Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ulrev.v9i2.435

Abstract

Sovereign Wealth Fund (SWF) is a state-owned investment institution that is professionally managed to secure financial surpluses, such as natural resource revenues or foreign exchange reserves. SWF aims to support economic stability, income diversification, and long-term development. Since 2020, the Indonesian Government has begun to strengthen the direction of its investment policy by establishing national SWFs, namely the Indonesia Investment Authority (INA) and Daya Anagata Nusantara (Danantara). The establishment of these two institutions is based on regulations such as the Job Creation Law, the BUMN Law, and their implementing regulations. In a global context, the concept of SWF has developed since 1953 and is standardized through the Santiago Principles by the IMF and the International Forum of Sovereign Wealth Funds. This study aims to examine the structure, role, and effectiveness of Indonesia’s SWF, and compare it with the SWF models in Singapore (Temasek and GIC) and Malaysia (Khazanah and 1MDB). Through a comparative approach, this study provides a more comprehensive picture of Indonesia’s position in SWF management and lessons learned from successful and failed SWFs in neighboring countries.
Hukum Kontrak Dagang Internasional Kedudukan Klausula Arbitrase Terhadap Keabsahan Kontrak Internasional Iswanti Rachmanisa; Rouli Anita Velentina
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 5 No. 1: Desember 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v5i1.13241

Abstract

Klausula arbitrase dalam kontrak dagang internasional memiliki kedudukan yang terpisah dari kontrak utamanya berdasarkan prinsip Separability Clause. Prinsip ini menegaskan bahwa pembatalan kontrak utama tidak serta-merta membatalkan klausula arbitrase, selama klausula tersebut dibuat secara sah dan tidak bertentangan dengan hukum. Melalui Putusan No. 631 K/Pdt.Sus/2012, Mahkamah Agung menegaskan pentingnya penghormatan terhadap forum arbitrase internasional dan memperkuat kepastian hukum bagi para pihak. Penerapan prinsip ini mencerminkan konsistensi Indonesia dalam menjunjung tinggi kebebasan berkontrak serta komitmennya terhadap Konvensi New York Tahun 1958.