Hadiutomo, Dwi Anggoro
Department Of Japanese Studies, Faculty Of Humanities, Universitas Airlangga

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Struktur Dake dan Nomi dalam Karya Sastra Seinen Zaman Meiji dan Rashoumon Zaman Taisho Hadiutomo, Dwi Anggoro
Ayumi : Jurnal Budaya, Bahasa, dan Sastra Vol 8 No 1 (2021): AYUMI : Jurnal Budaya, Bahasa dan Sastra
Publisher : Faculty of Letters, Dr. Soetomo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (479.309 KB) | DOI: 10.25139/ayumi.v8i1.3918

Abstract

Penelitian terkait bahasa tidak hanya dapat dilakukan dengan mengambil objek bahasa di masa kini saja. Penelitian dengan objek bahasa di masa lalu juga sangat menarik untuk dilakukan, dan hingga saat ini masih sangat jarang dilakukan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian mengenai kajian penggunaan bahasa Jepang di masa lalu dengan menjadikan dua karya sastra, yakni Seinen yang merupakan karya Mori Ogai dari zaman Meiji dan Rashoumon yang merupakan karya Akutagawa Ryunosuke dari zaman Taisho sebagai sumber data. Kedua sastrawan tersebut merupakan sastrawan terkemuka pada masanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana pola ungkapan dake dan nomi digunakan pada masa lalu. Hasilnya akan sangat berguna untuk mengidentifikasi perkembangannya hingga pemakaiannya saat ini. Penelitian dengan teori linguistik bandingan historis yang dipadukan dengan teori tata bahasa terkini tentang pola ungkapan dake dan nomi seperti ini dapat dilakukan terhadap karya yang dihasilkan oleh masyarakat pengguna bahasa pada masa lalu dalam kurun waktu tertentu. Metode penelitian yang diterapkan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik bagi unsur langsung untuk melihat dengan detail struktur penggunaan kedua pola ungkapan. Analisis penggunaan kedua pola ungkapan dalam kalimat-kalimat di kedua karya sastra tersebut dapat ditemukan dan dipahami bagaimana keduanya digunakan dalam struktur kalimat di masa tersebut. Sebagai hasilnya, kedua karya sastra tersebut lebih banyak menggunakan pola ungkapan dake dan nomi dalam gaya penulisan tidak formal. Kata kunci: dake; karya sastra; nomi; Rashoumon; Seinen
Struktur Dake dan Nomi dalam Karya Sastra Seinen Zaman Meiji dan Rashoumon Zaman Taisho Hadiutomo, Dwi Anggoro
Ayumi : Jurnal Budaya, Bahasa, dan Sastra Vol 8 No 1 (2021): AYUMI : Jurnal Budaya, Bahasa dan Sastra
Publisher : Faculty of Letters, Dr. Soetomo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (479.309 KB) | DOI: 10.25139/ayumi.v8i1.3918

Abstract

Penelitian terkait bahasa tidak hanya dapat dilakukan dengan mengambil objek bahasa di masa kini saja. Penelitian dengan objek bahasa di masa lalu juga sangat menarik untuk dilakukan, dan hingga saat ini masih sangat jarang dilakukan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian mengenai kajian penggunaan bahasa Jepang di masa lalu dengan menjadikan dua karya sastra, yakni Seinen yang merupakan karya Mori Ogai dari zaman Meiji dan Rashoumon yang merupakan karya Akutagawa Ryunosuke dari zaman Taisho sebagai sumber data. Kedua sastrawan tersebut merupakan sastrawan terkemuka pada masanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana pola ungkapan dake dan nomi digunakan pada masa lalu. Hasilnya akan sangat berguna untuk mengidentifikasi perkembangannya hingga pemakaiannya saat ini. Penelitian dengan teori linguistik bandingan historis yang dipadukan dengan teori tata bahasa terkini tentang pola ungkapan dake dan nomi seperti ini dapat dilakukan terhadap karya yang dihasilkan oleh masyarakat pengguna bahasa pada masa lalu dalam kurun waktu tertentu. Metode penelitian yang diterapkan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik bagi unsur langsung untuk melihat dengan detail struktur penggunaan kedua pola ungkapan. Analisis penggunaan kedua pola ungkapan dalam kalimat-kalimat di kedua karya sastra tersebut dapat ditemukan dan dipahami bagaimana keduanya digunakan dalam struktur kalimat di masa tersebut. Sebagai hasilnya, kedua karya sastra tersebut lebih banyak menggunakan pola ungkapan dake dan nomi dalam gaya penulisan tidak formal. Kata kunci: dake; karya sastra; nomi; Rashoumon; Seinen
The Adaptability of Passion Scale for Tertiary Students in Japanese Online Courses in Indonesia Teresa Angelina Kaluge; Dwi Anggoro Hadiutomo; Laurens Kaluge
Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian dan Kajian Kepustakaan di Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran Vol 8, No 2 (2022): June
Publisher : Universitas Pendidikan Mandalika (UNDIKMA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.352 KB) | DOI: 10.33394/jk.v8i2.5016

Abstract

This study aimed at examining the opportunities for adapting the passion scale to Japanese literature students who carried out the online learning process in Indonesia. This study used quantitative covariance structure design as the application of item response theory. From a sample of 148 undergraduate students, originally from three different courses. Data were obtained by filling out a virtual questionnaire which adapted from the original Dual Model Passion scale. Since this scale had been developed abroad, the data were analysed quantitatively using confirmatory factor analysis and regression, this study replicated the similar analysis while examined passion by using five criteria such as time, like, value, passion, identity as used in the previous development process. In addition, the criteria for student characteristics (gender and age) and conditions (first year vs. advanced year) in attending online lectures by observing the relationship between the two main dimensions of passion). The results showed that first year students tend to have a higher harmonious passion (HP), while second year students had a higher obsessive passion (OP). In conclusion, several things needed to be considered by researchers and lecturers at tertiary institutions such as course and student characteristics, so that students' passion remained good even though they had to study online during the outbreak of the Covid-19.
Struktur Dake dan Nomi dalam Karya Sastra Seinen Zaman Meiji dan Rashoumon Zaman Taisho Dwi Anggoro Hadiutomo
Ayumi : Jurnal Budaya, Bahasa, dan Sastra Vol 8 No 1 (2021): AYUMI: Jurnal Budaya, Bahasa dan Sastra
Publisher : Faculty of Letters, Dr. Soetomo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (479.309 KB) | DOI: 10.25139/ayumi.v8i1.3918

Abstract

Penelitian terkait bahasa tidak hanya dapat dilakukan dengan mengambil objek bahasa di masa kini saja. Penelitian dengan objek bahasa di masa lalu juga sangat menarik untuk dilakukan, dan hingga saat ini masih sangat jarang dilakukan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian mengenai kajian penggunaan bahasa Jepang di masa lalu dengan menjadikan dua karya sastra, yakni Seinen yang merupakan karya Mori Ogai dari zaman Meiji dan Rashoumon yang merupakan karya Akutagawa Ryunosuke dari zaman Taisho sebagai sumber data. Kedua sastrawan tersebut merupakan sastrawan terkemuka pada masanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana pola ungkapan dake dan nomi digunakan pada masa lalu. Hasilnya akan sangat berguna untuk mengidentifikasi perkembangannya hingga pemakaiannya saat ini. Penelitian dengan teori linguistik bandingan historis yang dipadukan dengan teori tata bahasa terkini tentang pola ungkapan dake dan nomi seperti ini dapat dilakukan terhadap karya yang dihasilkan oleh masyarakat pengguna bahasa pada masa lalu dalam kurun waktu tertentu. Metode penelitian yang diterapkan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik bagi unsur langsung untuk melihat dengan detail struktur penggunaan kedua pola ungkapan. Analisis penggunaan kedua pola ungkapan dalam kalimat-kalimat di kedua karya sastra tersebut dapat ditemukan dan dipahami bagaimana keduanya digunakan dalam struktur kalimat di masa tersebut. Sebagai hasilnya, kedua karya sastra tersebut lebih banyak menggunakan pola ungkapan dake dan nomi dalam gaya penulisan tidak formal. Kata kunci: dake; karya sastra; nomi; Rashoumon; Seinen
MAKNA IMPLISIT "PEDANG” DALAM KANJI BER-BUSHU RITTO Khusnaini, Milatul; Hadiutomo, Dwi Anggoro
Japanology: The Journal of Japanese Studies Vol. 10 No. 1 (2023): Narration of Equality in Japanese Popular Culture
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jjs.v10i1.51535

Abstract

Bushu are the basic elements in Japanese Kanji that make up the meaning of the letters. However, there are kanji letters that are not always directly related to the meaning of the bushu it has. This article aims to describe bushu ritto (刂) which means 'sword' and the kanji characters that contain the bushu element, but do not have a direct meaning of 'sword'. The eight kanji characters studied are 列 /retsu, 制 /sei, 剛 /gou, 到 /tou, 前 /zen, 割 /katsu, 副 /fuku, and 則 /soku. The theory used in the analysis is the theory of the origin of the kanji rikusho. The results of the analysis show that all kanji characters using bushu ritto (刂) do not always have a meaning directly related to 'sword.' However, further analysis shows that these letters still have connotative or associative meanings related to 'sword' or related activities, such as 'cutting' or 'sorting'. The kanji 列 /retsu, 剛 /gou, and 副 /fuku can be physically associated with the concept of 'sword', while the kanji 制 /sei, 到 /tou, 前 /zen, 割 /katsu, and 刷 /satsu can be associated with actions that involve the use of a 'sword,' such as 'cutting,' 'scraping,' and 'sorting.'
PENGGUNAAN KONJUNGSI TOSHITEMO DAN NI SHIRO DALAM BAHASA JEPANG Bunga Ceriandara; Dwi Anggoro Hadiutomo
Japanology: The Journal of Japanese Studies Vol. 8 No. 2 (2020): Cultural Symbols of Japan in Mass Media
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jjs.v8i2.51557

Abstract

Konjungsi merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan kalimat. Pemahaman konjungsi dengan baik dapat meminimalisir terjadinya kesalahan dalam berkomunikasi. Dalam bahasa Jepang, konjungsi disebut dengan setsuzokushi. Setsuzokushi terbagi dalam tujuh jenis, salah satunya adalah gyakusetsu no setsuzokushi yang cukup sering digunakan dalam pembuatan kalimat. Di dalam gyakusetsu no setsuzokushi terdapat beragam setsuzokushi, seperti toshitemo dan ~ni shiro. Kedua konjungsi tersebut memiliki makna yang sama apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kesamaan tersebut membuat pembelajar sulit untuk menentukan konjungsi yang tepat. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur dan makna dari keduanya, sehingga nantinya dapat diketahui persamaan dan perbedaan yang dimiliki. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori sintaksis dan semantik untuk menentukan struktur dan makna dari kedua konjungsi. Setelah menganalisis setiap data, dapat disimpulkan bahwa secara struktur, kedua konjungsi terletak di tengah kalimat dan dapat melekat pada verba, ajektiva, dan nomina, sedangkan pronomina hanya dapat melekat pada ~ni shiro. Secara makna, kedua konjungsi memiliki makna untuk menunjukkan hal yang berlawanan. Namun, ~ni shiro tidak hanya memiliki makna tersebut, melainkan juga memiliki makna yang lain. One of important components in composing a sentence is conjunction. Mastering the use of conjunction is very essential to avoid misunderstanding. In Japanese, conjunction is also called setsuzokushi. Setsuzokushi has seven types in it, one of which is gyakusetsu no setsuzokushi which is used quite often. Inside gyakusetsu no setsuzokushi, there are various setsuzokushi in it, such as toshitemo and ~ni shiro. Both of setsuzokushi have the same meaning when translated into bahasa Indonesia (Indonesian language). As a result, Indonesian learning Japanese may struggle to choose the right setsuzokushi to use. Based on this issue, this study determines the structure and meaning of each conjunction to find the similarities and differences of each of these conjunctions. The method used in this research is descriptive qualitative. This study uses syntactic and semantic theories to determine the structure and meaning of each conjunction. After analyzing each data, it can be concluded that structurally, both of conjunctions can be attached to the verb word classes, adjectives, and nouns, while the pronouns can only be attached to the conjunction of ~ni shiro. In terms of meaning, both of conjunctions have the same meaning, which can show the opposite. However, ~ni shiro also has another meaning.
PERGESERAN BAHASA PADA MASYARAKAT GENERASI KEDUA DARI NUSA TENGGARA TIMUR DI DRIYOREJO Haryono, Aura Hilda; Hadiutomo, Dwi Anggoro
SEBASA Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol 7 No 2 (2024): SeBaSa
Publisher : Universitas Hamzanwadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29408/sbs.v7i2.27313

Abstract

Migration is a response to changes in the environment where people live, including those from East Nusa Tenggara who have decided to move to Gresik. Like others who relocate to a new place, they must adapt to their new environment, especially with the language. This inevitably leads to language shift. Based on the explanation above, this study aims to analyze the forms of language shift and the factors causing language shift among the second generation of East Nusa Tenggara migrants who have moved to Driyorejo, Gresik. In this research, the author collected data through observations and interviews with participants. The author observed participants in school, home, and through online. The results indicate that the forms of language shift found in the second generation from East Nusa Tenggara are partial language shift observed in three families and permanent language shift found in two families. Furthermore, four factors contribute to the language shift among the second-generation East Nusa Tenggara community in Gresik: social factors, demographic factors, attitudes and values, and political policies.
A Linguistic Landscape Study in Kya Kya Surabaya, Indonesia Noor Eliza, Aulia; Anggoro Hadiutomo, Dwi; Faiza, Ema
ELS Journal on Interdisciplinary Studies in Humanities Vol. 8 No. 1 (2025): MARCH
Publisher : Hasanuddin University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34050/els-jish.v8i1.42833

Abstract

Kya Kya, known as Kembang Jepun, has transitioned from a predominantly Chinese cultural hub to a diverse economic and social space reflecting Indonesia's multicultural identity. Using data collected from 130 signs across the district, combined with interview, this research examines language usage categorized as monolingual, bilingual, and multilingual, shedding light on the motives behind language selection. As a result, Indonesian emerges as the dominant language across all categories, reflecting its role as the national language. However, other languages such as Chinese, English, Dutch, and Javanese contribute to the district's linguistic diversity. Bilingual signage highlights the coexistence of globalization and the enduring presence of the Chinese community, while multilingual signs underline the area's multicultural identity. This study demonstrates how language in public spaces reflects Kya Kya’s evolving identity, shaped by historical legacies, cultural interactions, and social transformations. The findings provide valuable insights into the linguistic landscape of Surabaya and its relevance to broader discussions on language, culture, and urban identity in Indonesia.