Nuchraha Alhuda Hasnda
Universitas Nusa Putra

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

HAK INFORMASI KONSUMEN ATAS BAHAN PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Satrio Wibowo; Nuchraha Alhuda Hasnda
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 3 No 1 (2023): Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 3 No 1 Tahun 2023
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.016 KB)

Abstract

Masyarakat memiliki hak untuk tahu tentang informasi terkait berbagai macam bahan pangan yang dipakai dalam sebuah produk pangan. Bahan pangan industri dalam skala rumah tangga yang beredar masih banyak yang mengandung bahan kimia yang berbahaya dan belum tentu aman untuk dikonsumsi yang secara umum beredar bebas di masyarakat. Masyarakat memiliki hak untuk tahu tentang informasi terkait berbagai macam bahan pangan yang dipakai dalam sebuah produk pangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif. Hasil dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha industri rumah tangga tidak mencantumkan semua informasi terkait dengan bahan pangan pada label yang digunakan khususnya untuk bahan tambahan pangan karena kendala SPP-PIRT dan pengaturan label. Konsumen hanya mengetahui bahan yang sudah dikenal secara umum, namun tidak dengan campuran bahan kimia apa saja yang dipakai serta tidak mengetahui secara presisi jumlah besaran campuran bahan tersebut pada makanan atau minuman yang dikonsumsi. Konsumen tidak mengetahui bagaimana pengolahan serta alat yang digunakan belum tentu memenuhi standar higienitas.
Analysis of the Implementation of E-Litigation with Artificial Intelligence Approach in Procedural Justice and Access to Justice in Pretrial Proceedings Sitepu, Rida Ista; Alhuda Hasnda, Nuchraha
Perspektif Hukum VOLUME 24 ISSUE 1
Publisher : Faculty of Law Hang Tuah University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/ph.v24i1.275

Abstract

The development of Artificial Intelligence in the current digital era across every sector of society has become a topic of discussion among legal experts for its potential application within the realm of justice systems. Consistency and time efficiency have become key considerations for implementation within the judicial system. Pre-trial proceedings in Indonesia are often seen as a secondary trial process, leading to inconsistencies in time, understanding of legislation, and document management, resulting in disadvantageous situations for the suspects. The integration of Artificial Intelligence in legal proceedings can enhance efficiency, accuracy, and ensure access to justice for suspects within the legal process. In the context of pre-trial proceedings, AI can be utilized to aid in data processing and analysis, decision-making, and monitoring compliance with principles of procedural justice. The research problem in this study revolves around two main questions: First, how does the legitimacy and legal certainty of utilizing electronic media within the Indonesian judicial system stand? Second, how can procedural justice and access to justice be implemented through the utilization of electronic media, particularly artificial intelligence, in pre-trial proceedings? This research is a doctrinal or normative study, relying on secondary data sources consisting of primary legal materials and qualitative data.
Kebijakan Formulasi Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Ridho Sinaga, Muhammad; Nuchraha Alhuda Hasnda
Jurnal Rechten : Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia Vol 4 No 1 (2022): Edition for April 2022
Publisher : Program Studi Hukum Universitas Nusa Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52005/rechten.v4i1.97

Abstract

Penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang dapat dilakukan oleh anak. Pada penerapannya ancaman pidana dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut berlaku penuh bagi mereka yang sudah dewasa. Dengan tidak adanya dasar untuk memberikan sanksi lain selain dari apa yang ditentukan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut, maka anak cenderung selalu diberikan sanksi pidana penjara. Ancaman pidana penjara pada pasal-pasal terkait yang mengakibatkan anak terampas hak kebebasannya. Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan jawaban tentang Apakah urgensi pemidanaan terhadap anak sebagai penyalahguna narkotika dan bagaimana Reformulasi pemidanaan terhadap anak sebagai penyalahguna narkotika. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini menyimpulkan bahwa Reformulasi pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam sistem peradilan pidana anak sudah semestinya dilakukan terutama mengenai ketentuan sanksi pidana yang dapat mempengaruhi tercapainya tujuan pemidanaan terhadap anak yaitu dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dengan tujuan menjamin perlindungan anak dalam menjalani ancaman pidananya agar anak terhindar dari dampak-dampak negatif dari pidana penjara.
Eksistensi Perlindungan HAM Tingkat Regional ASEAN Nuchraha Alhuda Hasnda
Jurnal Rechten : Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia Vol 4 No 3 (2022): Edition for December 2022
Publisher : Program Studi Hukum Universitas Nusa Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52005/rechten.v4i3.105

Abstract

Organisasi tingkat Regional menjadi intrumen yang paling efektif dalam menyelenggarakan perlindungan HAM. Alasan tidak lain adalah kedekatan geografis, kebiasaan, kultural dan budaya. Sebagaimana diketahui dari pengalaman sejarah bahwa pelanggaran HAM kerap terjadi dikarenakan pemerintahan yang menyimpang, otoriter atau abuse power dari seorang pimpinan dalam menerapkan kebijakan ke pmasyarakatnya. Dukungan dari organisasi regional diharapkan mampu untuk mengawasi, mengingatkan mencegah dan memberikan perlindungan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan kekuasaan yang dilakukan pemerintah atau ketidak mampuan pemerintah dalam negri dalam memberikan perlindungan kepada masyarakatnya. ASEAN menyadari arti penting dari perlindungan HAM tersebut dan merealisasikannya dengan melengkapi instrumen hukum untuk memberikan perlindungan terhadap HAM di negara anggotanya. Terbentuknya ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights AICHR dan di deklarasikannya ASEAN Declaration Human Rights sebagai bentuk komitmen ASEAN dalam mendukung perlindungan HAM Global.Pada prakteknya Pasca terbentuknya instrumen tersebut di tingkat negara anggota masih terjadi tindkan yang menciderai HAM yang dilakukan pemerintahan maupun non pemerintahan, sehingga masyarakat Internasional, akademisi dan kelompok pemerhati HAM mengkritisi kemampuan dari organisasi tersebut. Penelitian merupan penelitian Doktrinal atau normatif dengan pendekatan statuta, konseptual, dan historis dalam menjawab rumusan masalah terkait Bagaimana Implementasi perlindungan HAM oleh organisasi regional ASEAN ! dan Apakah Tantangan dan peluang ASEAN dalam melaksanakan amanat ADHR
Krisis pengungsi: Normatif dan Praktis Penanganan Pengungsi Masyarakat Etnis Rohingya Myanmar di Indonesia Heri Heriyanto; Nuchraha Alhuda Hasnda
Jurnal Rechten : Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia Vol 5 No 3 (2023): Hukum dan Hak Asasi Manusia
Publisher : Program Studi Hukum Universitas Nusa Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52005/rechten.v5i3.137

Abstract

Etnis Rohingya semenjak 2012 telah kehilangan Hak Fundamentalnya sebagai manusia karena Kondisi keterancaman hidup yang terpaksa mengharuskan mereka untuk mencari perlindungan lintas batas negara. Kondisi yang terpaksa tersebut memperoleh perlindungan di dalam rezim pengungsi Internasional sebagai tanggung jawab bersama. Pelaksanaan dari rezim pengungsi Internasional di Implementasikan di Tingkat Internasional dan tingkat nasional. Indonesia yang bagian dari masyarakat Internasional memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam merealisasikan amanat dari rezim pengungsi Internasional dan memfasilitasi untuk dapat memulihkan dan menyelamatkan hak fudamental dari etnis rohingya yang diakui sebagai pengungsi. Secara Normatif Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945,perjanjian multilateral dan kebiasaan masyarakat internasional terhadap perlindungan pengungsi Rohingya. Adapun rule of law atau peraturan tertulis direalisasikan melalui Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 Tentang penanganan Pengungsi. Peraturan tertulis yang diharapkan sebagai instrumen yang mempertegas Indonesia dalam menangani permasalahan rohingya pada perundangannya belum mampu maksimal memberikan perlindungan dan pemenuhan HAM dari etnis rohingya sebagi pengungsi yang berlabuh di wilayah darat teritorial Indonesia atau memasuki kawasan perairan teritorial Indonesia. Hasil penelitian terkait pandangan Normatif dan praktis penangan pengungsi di Indonesia dengan rumusan masalah: 1) Bagaimana penanganan krisis pengungsi dari pandangan normatif dalam sosial masyarakat Internasional! 2) Bagaimana praktis Indonesia dalam menangani krisis pengungsi dari masyarakat Rohingya!. Penelitian ini merupakan penelitian Normatif dalam mengkaji sistematika hukum dalam penanganan pengungsi. Adapun hasil penelitian adalah dalam sistem hukum nasional Indonesia adalah Indonesia memiliki Instrumen dari kebiasaan Internasional dan melalui peraturan presiden No. 125 Tahun 2016 untuk menangani krisis pengungsi. Adaptasi dari Indonesia adalah bersifat tertutup bagi pengungsi, Peraturan presiden No. 125 2016 sebagai penegas yang melgitimasi pemerintah untuk mengirimkan pengungsi kenegara ke tiga atau persinggahan sementara atau irregular migran. Pengungsi berpotensi di pulangkan ke negara asal secara paksa, karantina membatasi ruang untuk bergerak bagi pengungsi, dan tidak terpemenuhinya hak untuk keberlanjutan bagi pengungsi.
Eksistensi Perundang-undangan Anti Korupsi Indonesia dalam Penegakan Hukum terhadap Korporasi Multinasional: Analisis Teori Pilihan Rasional Hasnda, Nuchraha Alhuda; Alhuda, Nuchraha S.H.
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 15, No 2 (2024): JNH VOL 15 NO 2 NOVEMBER 2024
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v15i2.4586

Abstract

Corruption in Indonesia is governed by Law No. 31 of 1999 on the Eradication of Corruption (UUTPK). However, the criminal liability provisions for foreign corporations or Multinational Corporations (MNCs) remain ambiguous, as the law primarily focuses on individual offenses. The enactment of Law No. 1 of 2023 concerning the Criminal Code (KUHP) has not introduced substantial changes, as it merely codifies existing regulations. Under rational choice theory, MNCs are likely to engage in corrupt practices if the benefits outweigh the risks. This study addresses two key issues: What is the current status of Indonesia’s anti-corruption regime? How is the rational choice theory applied in law enforcement against multinational corporations? The research adopts a normative juridical approach, relying on literature review data. The findings reveal that the weaknesses in the UUTPK create legal loopholes that MNCs can exploit to evade criminal liability. Legislators should differentiate between individual and corporate criminal liability and establish an appropriate legal framework for MNCs. The study proposes the imposition of direct sanctions, such as hefty fines, operational restrictions, or business license revocations, as a way to strengthen law enforcement without the need for additional evidence once public official corruption is proven. These sanctions would function as both deterrents and corrective measures, compelling corporations to be more cautious in decision-making and fostering a more transparent business environment. AbstrakTindak pidana korupsi di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUTPK). ketentuan mengenai tanggung jawab pidana korporasi asing atau Multinational Corporations (MNC) masih belum jelas, karena lebih berfokus pada pelanggaran individu. Kehadiran Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP tidak membawa perubahan mendasar, karena bersifat kodifikasi dari peraturan yang sudah ada. Dalam konteks teori pilihan rasional, MNC akan melakukan korupsi jika manfaat yang diperoleh lebih besar daripada risiko yang ditimbulkan. Rumusan masalah yang dibahas meliputi Bagaimana eksistensi rezim anti-korupsi di Indonesia? Bagaimana penerapan teori pilihan rasional dalam penegakan hukum terhadap korporasi multinasional?. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan sumber data kajian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lemahnya pengaturan dalam UUTPK memungkinkan MNC mengeksploitasi celah hukum untuk menghindari berbuat pidana. Legislator perlu untuk mempertimbangkan perbedaan tanggung jawab pidana individu dan korporasi serta mengembangkan kerangka hukum yang sesuai untuk kororasi multinasional. Penerapan sanksi pidana yang langsung, seperti denda besar, pembatasan operasional, atau pencabutan izin usaha, sebagai solusi memperkuat penegakan hukum tanpa perlu pembuktian ulang jika korupsi yang dilakukan pejabat publik terbukti. Sanksi berfungsi sebagai pencegahan dan perbaikan, memaksa korporasi berhati-hati dalam mengambil keputusan dan menciptakan lingkungan bisnis yang lebih transparan.
Digitized Education Delivery in Indonesia: Constitutional Right or Vacuous Sophistry? Budhiartie, Arrie; Pradhan, David; Hasnda, Nuchraha Alhuda; Iswandi, Iswandi
Jambe Law Journal Vol. 8 No. 1 (2025)
Publisher : Faculty of Law, Jambi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/home.v8i1.401

Abstract

Education is a recognized Constitutional Right in Indonesia. In recent times, digitization of education has emerged as a transformative force, revolutionizing the way knowledge is disseminated and acquired. However, implementing universal digitization of education in Indonesia requires a multifaceted approach, centred on a legal rights regime, founded on Constitutional equality of access and mediated through technological intervention. This legal article, based on secondary sources, elaborates on the prerequisites of Constitutional Rights and Constitutionalism from a legal rights-based perspective for successful digitization, highlighting the importance of infrastructure, inclusivity, and pedagogic considerations in the digitization of Education. Acknowledging the imperative of digitization of education in Indonesia, it identifies the legal gaps in the regulation of technology-mediated education, addresses issues of legality and equity in implementing online education, and suggests legal measures for ensuring standards and acceptance of online education in Indonesia. The article posits that digital online education needs to be legally regulated to ensure standards of education and equity of access in consonance with Indonesian Constitutional principles and legal recognition of Education as an inalienable Constitutional Right.