Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

DARI REPRESENTASI POLITIK FORMAL KE REPRESENTASI POLITIK NON-ELEKTORAL Ekawati, Esty
Jurnal Penelitian Politik Vol 11, No 2 (2014): Tantangan Politik Lokal Pasca SBY
Publisher : Pusat Penelitian Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.208 KB) | DOI: 10.14203/jpp.v11i2.205

Abstract

Demokrasi dewasa ini selalu dikaitkan dengan representasi karena pada dasarnya perkembangan demokrasiperwakilan adalah prinsip yang harus ditegakkan di dunia modern. Konsep representasi secara sederhana dapatdiartikan sebagai “menghadirkan yang tidak hadir”. Namun arti ini menimbulkan keraguan dari para ahli dan dalamperkembangannya mencoba menajamkan konsep ini menjadi sebuah teori. Isu-isu kontemporer mengenai representasi politik dalam kerangka demokrasi perwakilan yang mengarusutamakan pemilu, tidak serta merta mampumenjawab persoalan di masyarakat seperti keterwakilan kelompok minoritas, perempuan dan fenomena representasinon-elektoral yang juga menjadi persoalan penting untuk dikaji.Kata Kunci: Demokrasi, Representasi Formal, Representasi non-elektoral.
Perempuan Kepala Daerah Dalam Jejaring Oligarki Lokal Kusumaningtyas, Atika Nur; Dewi, Kurniawati Hastuti; Ekawati, Esty; Izzati, Fathimah Fildzah
Jurnal Penelitian Politik Vol 14, No 2 (2017): Demokrasi, HAM dan Militer
Publisher : Pusat Penelitian Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2996.495 KB) | DOI: 10.14203/jpp.v14i2.721

Abstract

Abstrak “Kerabatan” adalah salah satu faktor penting di balik kemunculan para perempuan kepala daerah. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini menganalisis dua perempuan kepala daerah yaitu Airin Rachmi Diany di Tangerang Selatan dan Anna Sophanah di Indramayu, yang muncul dengan faktor kekerabatan yang kuat. Penelitian ini difokuskan untuk mengungkapkan kondisi sosio-politik, ekonomi, dan historis yang memfasilitasi kemunculan keduanya. Data tambahan yang lain diperoleh dengan kuesioner untuk menilai sejauh mana kinerjanya dalam mendorong demokratisasi lokal termasuk kepentingan praktis gender. Penelitian ini menemukan bahwa perempuan kepala daerah yang berasal dari kekerabatan yang kuat, adalah bagian dari oligarki lokal. Sebagai akibatnya, mereka mengalami kesulitan menjaga independensi terhadap para oligark, yang mengakibatkan lemahnya kinerja dalam mendorong demokratisasi lokal dan kepentingan praktis gender di daerahnya.Kata Kunci: perempuan kepala daerah, faktor kekerabatan, demokratisasi lokal, kepentingan praktis gender.
Modal, Strategi dan Jaringan Perempuan Politisi dalam Kandidasi Pilkada Langsung Dewi, Kurniawati Hastuti; Kusumaningtyas, Atika Nur; Ekawati, Esty; Soebhan, Syafuan Rozi
Jurnal Penelitian Politik Vol 15, No 2 (2018): Konstelasi Politik di Tahun Elektoral
Publisher : Pusat Penelitian Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3354.881 KB) | DOI: 10.14203/jpp.v15i2.765

Abstract

Abstrak Kajian ini secara khusus menyoroti bagaimana pentingnya tahap kandidasi melalui jalur partai politik, sebagai pintu masuk yang harus dapat ditembus oleh politisi perempuan untuk maju dalam Pilkada langsung. Melalui analisis mendalam terhadap dua perempuan politisi di Grobogan dan Lampung Timur, buku ini menggarisbawahi pentingnya tiga hal yaitu modal berupa modal individu dan modal sosial, strategi, dan jaringan yang harus dimiliki dan mampu dimainkan oleh perempuan politisi untuk dapat dicalonkan dalam Pilkada langsung.Kata Kunci: modal, jaringan, kandidasi, pilkada langsung
KOALISI PARTAI ISLAM DI INDONESIA PADA PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 Ekawati, Esty
Jurnal Penelitian Politik Vol 12, No 1 (2015): Demokrasi, PEMILU Serentak, dan Pelembagaan Partai Politik
Publisher : Pusat Penelitian Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (455.987 KB) | DOI: 10.14203/jpp.v12i1.524

Abstract

Political coalition is a necessity for a state, like Indonesia, that using multiparty system. Coalition is a mustsince the election could not provide a majority in a parliament. Some factors have determined the parties’ politicalbehavior in Indonesia and present two factors that would determine why were the coalition of Islamic political partiesdifficult to realize in the 2014 Presidential election. Firstly, political pragmatism has made Islamic polical partybecome cartel party in which party become agent of the state and employs the resources of the state to ensure thesurvival of the party. Secondly, Islamic political parties do not have popular figures against Prabowo and Jokowi.Keywords: political party, general election, coalition.
TULUDE: ANTARA MODERNITAS DAN TRADISI MASYARAKAT PULAU MARORE Ekawati, Esty
Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol 19, No 3 (2017)
Publisher : P2KK LIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (345.632 KB) | DOI: 10.14203/jmb.v19i3.489

Abstract

Pulau-pulau kecil terluar di Indonesia merupakan wilayah yang rentan dalam menghadapi hambatan dan tantangan yang berasal dari internal maupun eksternal. Perlu perlakuan khusus bagi wilayah tersebut terutama yang berbatasan dengan negara lain. Pulau Marore menjadi salah satu Pulau kecil terluar di sisi Utara Indonesia yang berbatasan langsung dengan Filipina. Sebagai pintu gerbang aktivitas tradisional dan internasional, Pulau Marore tak luput dari terpaan arus globalisasi. Tulisan ini mengkaji mengenai ketahanan sosial budaya masyarakat perbatasan di Pulau Marore yang dilihat dari kemampuan masyarakat menghadapi hambatan/tantangan secara internal dan eksternal. Pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan dan wawancara dengan masyarakat Marore. Temuan lapangan menunjukkan bahwa ketahanan sosial masyarakat Marore terbilang rentan karena memiliki keterbatasan dalam penguasaan modal alam, infrastruktur, sumber daya manusia dan perekonomian. Akan tetapi, ketahanan budaya masyarakat Marore tetap terjaga melalui suatu tradisi leluhur yang hingga kini masih dipegang teguh oleh masyarakat Sangir yakni tradisi tulude. The outermost small islands in Indonesia face an internal or external obstacles and challenges. Special treatment is needed for the islands bordering with other country. Marore Island became one of the outermost small island in the North side of Indonesia, which is directly adjacent to the Philippines. As the gates of traditional and international activities, Marore Island did not escape the onslaught of globalization. This article examines the social and cultural resilience in the border of Marore Island, seen from the ability of people facing barriers/challenges internally and externally. Data was conducted with field observation and in-depth interviews. The result show that despite Marore society has limitations in infrastructure, socio-economic, and human resources, Marore's cultural resilience is maintained through an ancestral tradition which is still firmly held by the Sangir community, namely “Tulude” tradition.
KETERWAKILAN PEREMPUAN PADA PEMILU PASCA ORDE BARU Ekawati, Esty
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 16 No. 1 (2017)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.2017.161.67-80

Abstract

The issue of women’s representation in politics is important because numbers of women who occupy political posi- tions in the party, legislative and executive bodies are still low. In fact, the laws of political parties and elections have provided opportunities for women to be involved in the formal political sphere, especially in the legislature. This is why the role of political parties becomes important in carrying out the function of political recruitment and of course the selection of legislative candidates including women. This article discusses the issues faced by women candidates in the post-New Order Elections that have an impact on the low number of women’s representation in the legislation. By using qualitative method, based on literature study and interview, the study reveals that the low number of women representation in legislative institution is caused by 1) motivation of women to become legislative candidate, 2) patriarchal culture of Indonesian society, 3) limited financial capital, and 4 ) the pragmatism of political parties. This condition is a challenge for women candidates to take political positions in the post-New Order.[Isu keterwakilan perempuan dalam politik ramai diperbincangkan karena masih rendahnya jumlah perempuan yang menduduki jabatan politik baik di internal partai, lembaga legislatif maupun eksekutif. Padahal, undang-undang partai politik dan pemilu sudah memberikan peluang bagi perempuan untuk bisa masuk dalam ranah politik for- mal, khususnya lembaga legislatif. Di sinilah peran partai politik menjadi penting dalam menjalankan fungsi re- kruitmen politik dan tentu saja seleksi calon anggota legislatif termasuk perempuan. Artikel ini membahas per- soalan yang dihadapi oleh kandidat perempuan pada Pemilu pasca-Orde Baru yang berdampak terhadap rendah- nya angka keterwakilan perempuan di legislatif. Dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan studi litera- tur dan wawancara, diketahui bahwa rendahnya angka keterwakilan perempuan di lembaga legislatif disebabkan oleh 1) motivasi kandidat perempuan untuk menjadi caleg, 2) budaya patriarki yang masih melekat di masyarakat Indonesia, 3) keterbatasan modal finansial perempuan, dan 4) pragmatisme partai politik. Kondisi inilah yang men- jadi tantangan bagi kandidat perempuan untuk mengisi jabatan-jabatan politik di Indonesia pasca-Orde Baru.]
INSTRUMENT DEVELOPMENT OF POLITICAL PARTY INSTITUTIONALIZATION INDEX: A PRELIMINARY STUDY Sweinstani, Mouliza K.D; Siregar, Sarah Nuraini; Ekawati, Esty; Noor, Firman; Hanafi, Ridho Imawan; Muntafa, Farhan
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan Vol 10, No 1 (2024)
Publisher : Department of Government, FISIP, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/cosmogov.v10i1.45201

Abstract

Several qualitative studies on party institutionalization done previously in Indonesia have not provided measurement instruments to asses the degree of party institutionalization comprehensively. The purpose of this study is to complement and strengthen the analysis of party institutionalization, which has been analyzed before. By using quantitative approach with the Confirmatory Factor Analysis (CFA) technique, the authors elaborated the four dimensions of party institutionalization by Randall and Svasand into several sub dimensions-Subsub dimension, variable and indicators which are relevant to Indonesia political parties. The authors then validated the instrument constructed by content validity method using expert judgement which is still on going. Therefore, as the preliminary study, the instrument provided here is still need further improvement by forming a construct that will perfect the entire CFA method and comprehensively produce the whole instrument of political party institutionalization index. 
DAMPAK PERSONALISASI PARTAI TERHADAP DEMOKRASI INTERNAL PARTAI DI INDONESIA PASCA ORDE BARU Ekawati, Esty; Sweinstani, Mouliza K Donna
JWP (Jurnal Wacana Politik) Vol 5, No 2 (2020): JWP (Jurnal Wacana Politik) Oktober
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jwp.v5i2.28850

Abstract

Partai politik merupakan salah satu instrumen yang penting dalam membangun demokrasi. Namun, disaat partai politik dewasa ini dituntut untuk menjadi partai modern yang menjalankan aktivitasnya secara legal dan rasional, di era reformasi partai justru terjerumus dalam berbagai persoalan, salah satunya adalah masalah personalisasi partai politik. metode kualitatif eksplanatori dengan menjelaskan fenomena personalisasi politik dalam PDI Perjuangan, Partai Gerindra, dan Partai Nasdem, diketahui bahwa faktor penyebab partai masih didominasi oleh satu figur/individu tertentu adalah kharisma figur,kultur patron-klien, dan motif ekonomi. Sekalipun beberapa studi terdahulu menyatakan bahwa personalisasi partai politik dalam kondisi tertentu menguntungkan partai untuk menjaga soliditas partai, studi menemukan bahwa dampak positif tersebut hanyalah dampak yang bersifat semu dan jangka pendek. Personalisasi partai politik tidak dapat dimaklumi dan dikompromikan karena fenomena tersebut berdampak pada bangunan partai politik yang dibangun dari sistem ketergantungan pada figur-figur tertentu yang dapat berperan secara holistik bagi partainya. Lebih lanjut, kondisi ini mengancam demokrasi internal partai yang membuat institusionalisasi partai politik menjadi terhambat, matinya demokrasi internal partai, hingga dampak buruk pada sirkulasi elit.
The Feminisation of Indonesia’s Political Parties: Toward Feminised Parties? Ekawati, Esty; Eko Wardani, Sri Budi; Romli, Lili; Iman Subono, Nur
JSP (Jurnal Ilmu Sosial dan ilmu Poltik) Vol 28, No 1 (2024): July
Publisher : Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jsp.82663

Abstract

The political representation of women in the Indonesian parliament has increased since the implementation of the affirmation policy through quotas, although the number has not yet reached 30%. In addition, the percentage of women placed in the management structure of political parties has also increased. In addition, the percentage of women's candidacy in each election period also showed an increasing trend. This article aims to analyse the feminisation process that occurred in ten political parties in the Indonesian reform era using the model of party responsiveness introduced by Lisa Young. By using a qualitative approach, in which data were obtained from interviews, party statutes (AD/ART), and documents of the Special Committee for the 2017 Election Bill, it was found that the feminisation of political parties in Indonesia is divided into two categories, namely responsive and co-optive. The difference in the level of feminisation is due to differences in party responses to three things namely, the number of women in the party’s structure, quota rules, and party responses to pro-women policies. Based on the mapping of political parties in Indonesia using a model of party responsiveness, it can be said that political parties experience limited feminisation where only the representational dimension shows a high tendency. However, in the policy dimension, most parties have a negative response. Therefore, the feminisation that occurs is half-hearted.